Oleh Edy Mulyadi*
 Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan sampai kuartal 2, ekonomi tumbuh 5,01%. Angka ini lebih rendah ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya yang 5,18%. Sampai akhir tahun ini, pemerintah berharap ekonomi tahun ini bisa tumbuh 5,2%. Tahun depan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) berharap bakal tumbuh 5,4%.
Pertanyaannya, apa benar ekonomi kita hanya berkutat di angka 5% dengan plus-minus nol koma sekian? Apa benar ekonomi Indonesia sudah mentok? Mosok tidak bisa digenjot lebih tinggi lagi. Misalnya, bertengger di 6% atau bahkan 6,5%?
Begitulah. Ciri tim ekonomi yang dikomandani Menko Perekonomian Darmin Nasution memang seperti itu. Konservatif. Watak ini dibuktikan dengan berbagai kebijakan ekonomi yang mereka lahirkan. Semuanya serba konservatif. Sangat konservatif. Sama sekali tidak ada terobosan.
Tidak aneh bila duet Darmin-Sri merasa sudah mentok kalau ekonomi bisa tumbuh di kisaran 5% plus nol koma sekian. Tidak ada greget untuk menggenjot agar terbang lebih tinggi. Alasannya macam-macam. Mulai dari situasi global yang belum pulih, sampai berbagai kendala di dalam negeri, termasuk tudingan Sri bahwa rakyat Indonesia maunya gratisan.
Persneling satu
Ibarat berkendara mobil bertransmisi manual, tim ekonomi kita memang hobi menggunakan persneling satu. Celakanya, posisi itu berlangsung terus sepanjang perjalanan. Mulai berangkat hingga sampai tujuan. Itulah sebabnya kecepatannya tidak bisa lebih dari 20 km/jam. Mungkin mereka pikir, kalau bisa lari 20 km/jam, kenapa harus ngebut di atas 70 km/jam?
Pertanyaannya, apakah kita puas dengan pertumbuhan yang berkisar di angka 5%? Dulu, saat SBY jadi Preisden, ekonomi sempat nangkring di 6%, lho. Artinya, kalau tim ekonomi sekarang puas dengan 5%, jelas kinerja tersebut bisa disebut belum ada apa-apanya.
Sejatinya, sampai 2019 Indonesia bisa tumbuh lebih dari 5%, bahkan tembus 6,5%. Syaratnya, Pemerintah harus berani menekan gas lebih dalam. Konsekwensinya, persneling pun harus dinaikkan ke level dua, tiga, empat, bahkan lima. Kalau sudah begini, jangankan cuma lari 70 km/jam, mau 100 km/jam pun ayo saja.
Berharap ngebut sampai 70 km/jam hanya dengan terus menggunakan gigi satu jelas tidak mungkin. Ilmuwan abad 20 Albert Einstein mengatakan, berharap hasil beda tapi masih terus memakai cara yang sama adalah konyol.
Sayangnya, kelakuan seperti inilah yang menjadi rekam jejak Darmin-Ani dan gengnya. Â Sebagai penganut ekonomi neolib, mereka terbiasa mengikuti kemauan dan aturan para majikan asingnya; yaitu IMF, WB, dan ADB. Buktinya, mereka yang hanya mengandalkan APBN dan inflasi belaka untuk urusan ekonomi makro. Inilah yang dimaksud tim ekonomi tetap anteng-tentrem dengan terus menggunakan gigi satu.