Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Doa yang Pahit dari Kampung Akuarium

8 Agustus 2016   14:38 Diperbarui: 8 Agustus 2016   14:51 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Film juga menayangkan Calon Gubernur DKI Joko Widodo yang disambut sangat meriah oleh warga saat berkunjung untuk berkampanye. Dengan baju kotak-kotak merah hitam yang jadi pakaian kebesarannya, Jokowi menebar janji. Pula ada adegan dia memegang selembar kertas berisi kontrak politik yang telah disiapkan warga untuk dia tandatangani.

Salah satu poin dari kontrak politik itu, bahwa Jokowi, kalau menjadi Gubernur, tidak akan menggusur warga Kampung Akuarium. Jokowi akan menata, bukan menggusur. Bahkan ada kutipan pernyataan pria kerempeng yang kini menjadi Presiden itu, bahwa dia pernah jadi korban gusuran. Jadi dia bisa merasakan langsung sakitnya digusur.

“Nanti, kalau Jokowi jadi Gubernur, tidak akan ada penggusuran. Warga yang menempati tanah negara lebih dari 20 tahun, akan saya bantu mengurus sertifikatnya,” ujar Jokowi yang disambut tempik sorak warga, di tayangan film itu...

Di kegelapan malam, ada lelaki tua berdiri gontai. Jenggot panjangnya telah memutih. Begitu juga dengan kumisnya yang sama sekali tidak rapi. Giginya sudah ompong di sana-sini. Dadanya kempis, memperlihatkan tulang-tulang rusuk yang berbaris menonjol. Dengan celana pendek cokelat kusam sedikit di bawah lutut, pak Dul, begitu dia disapa, berkata;

”Kami ini manusia. Warga Kampung Akuarium itu manusia. Jadi, kalau pun kami digusur, sediakanlah tempat pengganti yang layak. Sampah saja disediakan tempatnya, di Bantar Gebang, kok,” tukas pak Dul yang berdiri di atas puing-puing, entah bekas rumah siapa.

Membangun tanpa tangisan

Bagaimana seharusnya menata perkampungan kumuh? Haruskah dengan menggusur penghuninya? Haruskah mereka dienyahkan dengan tanpa sepeser pun uang pengganti? Haruskah penggusuran dilakukan, bahkan tanpa musyawarah dan dialog? Haruskah penggusuran segera dilakukan, dan menafikan permintaan warga agar menunda, minimal sampai anak-anak selesai ujian sekolah dan usai lebaran?

“Sebenarnya bisa membangun tanpa tangisan. Di  sini ada lahan empat hektar. Setengah hektar dibangun rusun, untuk warga tinggal secara gratis. Saya sudah hitung, paling banyak biayanya hanya Rp200 miliar. Angka ini sudah saya mahal-mahalkan. Setengah hektar untuk taman dan area bermain anak-anak. Tiga hektar sisanya dilelang ke swasta. Kalau dijual dengan harga Rp25 juta/m saja, maka Pemda dapat duit Rp750 miliar. Pemda masih untung besar. Jadi, banyak cara membangun tanpa menggusur,” papar Rizal Ramli.

Ya, malam itu, mantan Menko Maritim dan Sumber Daya yang barus saja dicopot tersebut memang hadir. Berkemeja biru dan celana warna gelap, dia memenuhi undangan warga Kampung Akuraium. Warga merasa pencopotan Rizal Ramli karena lelaki itu membela mereka. Rizal Ramli menghentikan reklamasi Pulau G secara permanen dan tiga pulau lain sementara. Dia juga memerintahkan Tim Komite Bersama beranggotakan unsur Kemenko Maritim dan SD, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Pemda Provinsi DKI untuk mengkaji perizinan reklamasi 13 pulau lain.

Banyak pihak, termasuk warga Luar Batang, Kampung Akuarium, Tanah Merah, Dadap, dan lainnya yang yakin, Rizal Ramli terpental karena membela nelayan miskin. Karenanya tidak mengherankan, ketika pria yang sudah dikenal kritis sejak mahasiswa itu menginjakkan kakinya di kawasan tersebut, ratusan warga segera merangsek. Mereka berebut menyalami. Warga juga meneriakkan yel-yel, “Hidup Rizal Ramli untuk DKI-1.”

Setelah didepak dari kabinet, Rizal Ramli justru kebanjiran simpati dan empati. Tamunya terus saja berdatangan. Mereka berkelompok, bergelombang tidak putus-putusnya. Ada di kantor, juga di rumah tinggal. Ada nelayan, mahasiswa, aktivis, dan juga kawan-kawan lamanya. Banyak dari mereka sama sekali tidak membuat janji sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun