Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Crumb Rubber Lepas dari DNI : Akibat Sesat Pikir Industri Nasional Jadi Afkir

24 Februari 2016   11:21 Diperbarui: 24 Februari 2016   12:15 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Jadi, kalau Saleh Husin menyatakan serapan industri nasional terhadap karet alam sangat rendah, jelas keliru. Faktanya, 140 industri crumb rubber anggota Gapkindo saat ini justru mengalami idle capacity sekitar 30-40%. Penyebabnya, pasok karet alam dari rakyat justru sangat terbats, hanya 3 juta ton. Padahal, kapasitas produksi 140 pabrikan itu mencapai 5,2 juta ton.

Dengan fakta seperti ini, semestinya pemerintah terlebih dahulu meningkatkan produksi di industri hulu agar kapasitas yang sudah ada bisa dimanfaatkan. Idealnya, industri bisa beroperasi sekitar 90% dari kapasitas terpasang untuk bisa efisien.

Kalau pun ada niat melepas industri karet dari DNI, maka yang dibuka bukanlah industri crumb rubber yang berada di sektor hulu. Melainkan yang harus dilepaskan adalah industri hilir, yaitu pabrikan ban dan barang jadi karet lainnya. Pasanya, pasokan karet remah nasional berlimpah. Dengan begitu, Indonesia tidak perlu repot-repot mengekspor sebagian besar crumb rubber-nya, karena daya serap industri dalam negeri sudah meningkat.

Terkapar

Bagaimana sebetulnya kondisi pabrikan crumb rubber kita? Petani kerap memasok karet yang belum dibersihkan dengan baik. Akibatnya, pekerjaan pabrik pengolahan karet alam dalam negeri menjadi lebih panjang ketimbang industri serupa di Malaysia atau Thailand. Hal ini pula yang menyebabkan pabrik pengolahan karet Indonesia paling tidak efisien.

Bisa dibayangkan, kalau negara lain dibiarkan membuka industri karet remah di sini, hampir bisa dipastikan industri nasional akan terkapar. Mereka jelas kalah bersaing. Selain proses kerja yang lebih panjang tadi, juga karena mereka terbebani bunga bank yang mencekik. Sudah bukan rahasia lagi bila bunga bank kita termasuk yang tertinggi di Asia Tenggara, bahkan di dunia.

Alasan pencabutan industri karet remah dari DNI untuk menambah tenaga kerja, juga tidak relevan. Lha wong faktanya pabrik yang ada saat ini saja kesulitan beroperasi penuh karena ketiadaan bahan baku. Bagaimana mungkin menyerap tenaga kerja tambahan, tenaga kerja yang ada saja tidak optimal.

Pada saat yang sama, menambah investasi baru berasal dari luar negeri, akan mematikan industri lokal yang sudah ada. Kalau sudah begini, jangankan menyerap tenaga kerja baru, yang terjadi justru banyak kena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Industri karet remah tidak memerlukan teknologi canggih yang memerlukan rekayasa mesin dari luar ataupun investor asing. Sejauh ini  semuanya dapat dikerjakan dan dikembangkan pengusaha nasional. Itulah yang menjelaskan mengapa mayoritas industri crumb rubber anggota Gapkindo yang tersebar di seluruh sentra produksi adalah penanaman modal dalam negeri (PMDN).

Sedangkan terkait peningkatan daya saing industri nasional, persoalan utama yang dihadapi pengusaha adalah mahalnya biaya dana. Akan jauh lebih bermanfaat bila pemerintah segera membantu memperbaiki struktur biaya pendanaan/perbankan dalam negeri. Dengan cara ini, bukan hanya industri karet tapi juga  dunia usaha secara umum akan lebih mampu bersaing saat berhadapan dengan pengusaha asing.

Saya  juga menilai pemerintah tidak bijak dengan beleidnya kali ini. Dengan dicabutnya industri ini dari DNI, dapat dipastikan penanaman modal asing (PMA) akan membanjiri Indonesia. Dengan modal yang besar dan murah, mereka bebas membangun investasi baru atau mengakuisisi pabrik karet remah yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun