“Setelah melakukan penyelidikan sejak beberapa bulan lalu, kami sudah mengantongi bukti-bukti. Itulah sebabnya kami putuskan untuk segera membawanya ke pengadilan. Beberapa bukti, berupa sejumlah dokumen, merupakan bocoran dari pihak pelapor. Di antaranya, dokumen-dokumen perjanjian antar pelaku usaha, dan keterangan saksi, termasuk keterangan saksi ahli,” kata Ketua KPPU, Muhammad Syarkawi Rauf.
Data KPPU menyebutkan, 12 perusahaan tersebut saat ini menguasai sekitar 90% pasar daging ayam yang beredar. Mereka juga memiliki bisnis terintegrasi dari hulu ke hilir seperti pakan ternak, day old chicken (DOC), obat, sampai produk olahannya.
Penyelidikan KPPU juga menemukan sejumlah pelanggaran. Seperti, menahan pasokan ayam sehingga harga daging ayam melambung tinggi, afkir dini pada ayam betina untuk menaikkan harga, dan persekongkolan guna mematikan petani dengan menggelontorkan suplai secara bersama-sama agar harga ayam anjlok.
Praktik culas yang berhasil diendus di di antaranya saat harga ayam sempat menyentuh Rp40.000/ekor. Hal ini terjadi setelah pengafkiran ayam yang kemudian disusul dengan kenaikan harga karena tiba-tiba stok menghilang. Selain itu, juga terjadi persekongkolan untuk menjatuhkan pemain lain yang kecil-kecil dengan membuat pasar kelebihan pasokan. Para mafia itu tidak segan-segan sengaja jual rugi.
Sekarang persoalannya terpulang kepada Lembong. Kalau Mendag segera merealisasikan usulan Rizal Ramli untuk mengganti sistem kuota dengan impor, maka kita boleh berharap harga pangan akan turun ke tingkat yang normal dan wajar. Ini bisa menjadi hadiah dari pemerintahan Presiden Joko Widodo kepada rakyat di tengah terus melambungnya harga pangan yang mencekik. Semoga.. (*)
Jakarta, 3 Februari 2016
Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H