Revaluasi asset, terutama bagi BUMN, adalah kebijakan terobosan. Selama ini pemerintah nyaris selalu menempuh cara gampang dan cenderung malas untuk mendongkrak kinerja BUMN. Langkah favoritnya adalah dengan mengambil APBN dan menyuntikkannya ke BUMN.
Sebetulnya, selain revaluasi asset yang masuk dalam paket kebijakan ekonomi jilid 5, masih ada beberapa ‘jagoan’ lain pada paket kebijakan ekonomi jilid 5. Yaitu, penghapusan pajak berganda terkait kontrak investasi kolektif Dana Investasi Real Estate (REITS), dan relaksasi aturan perbankan syariah. Dengan seabrek insentif itu, paket kebijakan kali ini diyakini bakal mampu mem-booster pertumbuhan ekonomi.
Paling tidak, begitulah keyakinan Rizal Ramli. Menurut dia, revaluasi aset perusahaan, relaksasi pajak revaluasi aset, dan penghapusan pajak berganda akan memberi dampak luar bisa. Laju pertumbuhan ekonomi bakal terdongkrak hingga di atas 6% tahun depan. Maklum, sekarang ekonomi hanya tumbuh 5,02%, di bawah target yang 5,5%.
Promosi gratis plus plus
Seperti disebutkan tadi, dengan menggelembungnya aset dan melonjaknya modal, perusahaan punya leverage untuk mengail dana segar. Di sini sejumlah provesi lain juga ikut menikmati. Mereka di antaranya para underwriter, manajer investasi, bahkan Public Relations dalam upayanya menikkan citra positif perusahaan.
Hebatnya lagi, mereka inilah yang akan rajin jualan ke dalam dan luar negeri tentang perusahaan yang bersangkutan khususnya, dan Indonesia pada umumnya. Nyanyian yang mereka senandungkan pastilah bernada indah dan merdu.
Sampai di sini, Indonesia memperoleh promosi ‘gratis plus-plus’. Sudah gratis, pakai plus-plus pula. Maksud saya, kalau yang berceloteh tentang potensi dan iming-iming investasi adalah para pejabat, belum tentu calon investor percaya. Sebabnya Anda tahulah... Tapi karena yang berpromosi adalah sesama swasta, tingkat kepercayaan calon investor bisa dipastikan lebih tinggi. Inilah yang dimaksud dengan plus-plus tadi.
Tapi diam-diam sukses revaluasi asset ternyata belum bisa membuat Rizal Ramli tersenyum lebar. Pasalnya, sejauh ini baru perusahaan kelas kakap yang menikmati kebijakan ini. Sedangkan perusahaan kecil dan menengah, relatif belum memanfaatkan. Salah satu penyebabnya adalah, mungkin kurang sosialisasi.
Tapi di sinilah nilai tambah seorang Rizal Ramli. Sebagai orang yang punya jam terbang tinggi, tokoh kritis sejak mahasiswa ini punya modal sosial besar ke banyak kalangan. Itulah sebabnya dia minta bantuan kepada Menkeu untuk mensosialisasikan revaluasi asset melalui iklan dan bentuk-bentuk promosi yang gencar. Maklum, Kemenkeu memang punya dana yang boleh disebut nyaris tak terbatas.
Buktinya, hanya beberapa hari setelah dia bicara dengan Menkeu Bambang, iklan tentang revaluasi asset bertebaran di media massa, khususnya cetak. Bentuknya macam-macam, mulai iklan konvensional, pariwara, dan lainnya.
Dari sini dia berharap perusahaan kecil dan menengah juga ikut menikmati. Revaluasi aset juga bisa menjadi jawaban dari tergerogotinya modal akibat melunglainya rupiah atas dolar beberapa waktu silam. Dengan revaluasi, perusahaan kecil dan menengah pun bisa meningkatkan nilai aset dan mendongkrak permodalan. Kalau sudah begitu, mereka pun bisa lebih mudah menggaet dana untuk menggelindingkan usaha agar lebih kencang. (bersambung: jurus rajawali bangkit di sektor pariwisata)