Â
oleh Edy Mulyadi
Â
Seperti tidak habis-habisnya, isu bakal terjadinya reshuffle  kabinet  terus saja menggelinding. Wacana yang berkembang bukan saja tentang kapan perombakan itu bakal terjadi, tapi, dan ini yang lebih menarik, adalah siapa saja yang bakal didapuk masuk kabinet .
Seperti banyak yang mafhum, bahwa persoalan utama negeri ini adalah kinerja tim ekonomi yang jeblok. Indikatornya gampang saja. Angka-angka statistik di ranah ini memburuk. Antara lain, semester pertama saja pertumbuhan ekonomi terjun menjadi  4,71% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang 5,1%. Begitu juga dengan ekspor yang terus melorot, investasi turun, dan terjadi fenomena deindustrialisasi karena impor barang konsumsi gila-gilaan.
Itu dari sisi angka-angka statistik. Yang dirasakan rakyat jauh lebih berat lagi. Harga-harga kebutuhan pokok, gas LPG, tarif listrik, tarif tol, dan lainnya terus saja melambung. Pada saat yang sama, penghasilan cenderung tidak bertambah. Sebagian besar lainnya bahkan harus mampu bertahan hidup dengan pendapatan tidak tentu karena bekerja secara serabutan.
Hari ini (Senin, 6 Juli) satu harian nasional menulis berita, omset pedagang pakaian dan tekstil di Pasar Tanah Abang, Jakpus, dan Pasar Cipulir, Jaksel, anjlok hingga 60%. Bahkan seorang pedagang di Tanah Abang, mengatakan tahun lalu omsetnya Rp18 juta-Rp20 juta/hari, kini terjun bebas tinggal Rp2 juta/hari alias terpangkas sampai 90%.
Turun mesin
Tidak bisa tidak, tim ekonomi pemerintah memang harus turun mesin. Diganti total. Kalau sudah begitu, bola pun menjadi liar. Mereka yang merasa pantas, segera sibuk mematut diri agar dipinang Presiden. Seperti tidak cukup, ‘tim sukses’ pun dibentuk untuk memasarkan dirinya, minimal agar masuk bursa gosip. Lumayan…
Tapi mungkin mereka yang merasa pantas menjadi kandidat dan tim sirkusnya itu melupakan hal kecil namun amat vital. Ya, mereka lupa, bahwa Jokowi kali ini sudah berbeda dengan delapan bulan lalu, saat pertama kali menjadi Presiden. Jokowi yang sekarang adalah lelaki yang ‘telah menyadari’ kepresidenannya. Dia sadar, bahwa sebagai Presiden, konstitusi membekalinya hak prerogatif secara penuh.
Pada titik ini, kualitas ‘barang dagangan’ menjadi sangat penting. Kalau barang yang dijual memang busuk, maka segala upaya para marketer untuk menjual jagoannya bisa majal. Sia-sia.