“The draft oil and gas law was subjected to very intense deliberations by GOI and DPR during the President Yudhoyono’s tenure as Minister of Energy, and was enacted in 2001 under current Minister Purnomo Yusgiantoro,” demikian tertulis pada bagian akhir pernyataan Kedubes AS itu.
Fraksi ABRI di parlemen ketika itu, termasuk pihak yang menolak dengan keras draft RUU Migas versi Kuntoro Mangkusubroto itu. Sikap Fraksi ABRI ini dipengaruhi penasihat ekonomi fraksi, Rizal Ramli.Tokoh lain yang menolak keras adalah ekonom senior Kwik Kian Gie yang dalam Kabinet Persatuan Nasional (pertama) pimpinan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menduduki posisi Menko Ekuin.
Nah, pada konteks kabinet Jokowi-JK, apakah mereka masih membutuhkan UKP4? Tapi, baiklah, mungkin saja mereka punya pertimbangan lain mengapa mereka akan tetap menghidupkan lembaga sejenis ini. Satu hal yang kita minta adalah, hendaknya keduanya tetap memperhatikan asas efektif dan efisien.
Dari sisi efektivitas, hendaknya UKP4 nanti mampu menghasilkan kinerja sesuai harapan. Misalnya, mereka memberikan hasil evaluasi lengkap dengan solusi-solusi jitu, syukur-syukur bersifat terobosan. Sesuai dengan fungsinya, UKP4 juga harus mampu menjaga konsistensi dan sinkronisasi kementerian dan lembaga, agar mereka tidak jalan dan asyik dengan agendanya masing-masing.
Akhirnya, perkara ini memang menjadi hak prerogatif presiden. Terserah Jokowi, lah. Kita tunggu saja, bagaimana –meminjam pernyataan Megawati-- ‘petugas partai’ ini menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai presiden periode 2014-2019.
Jakarta, 28 Agustus 2014
Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H