Dalam praktik, Cruyff sendiri tak selalu bermain dengan satu sentuhan. Orang banyak terpesona oleh gocekannya menipu lawan -- sering disebut putaran Cruyff (Cruyff turn)-- atau dribble-nya, padahal sebenarnya bukan itu inti atau filosofi permainannya.
Cruyff juga terkenal mampu menjelaskan hal-hal rumit secara sangat sederhana. Suatu saat, dia diwawancarai wartawan di halaman belakang rumah yang dilengkapi dengan lapangan rumput yang cukup luas. Saat ditanya tentang ide pertahanan dalam sepakbola, dia menjelaskan begini:"Lihat lapangan itu. Kalau saya sendiri harus menjaganya, saya akan menjadi pemain bertahan terburuk di dunia. Tapi kalau saya hanya perlu menjadi sepetak lapangan (sembari tangannya menunjuk radius 5 meter sekelilingnya), saya akan jadi pemain bertahan yang sempurna". Dia sedang menjelaskan ide tentang perlunya mempersempit area permainan pada fase bertahan. Sederhana, tapi jelas, bahkan untuk orang yang tak terlalu mengerti teknik sepakbola.
2. Proses lebih penting daripada hasil
Cruyff jelas model orang yang berbeda dengan, katakanlah, Mourinho. Bagi Mourinho (dan orang sejenisnya) kesuksesan diukur dengan jumlah tropi yang diraih. Tentu itu tidak salah. Masalahnya adalah Cruyff tidak berpendapat demikian.
Menurut Cruyff, cara atau proses bermain jauh lebih penting hasil pertandingan itu sendiri. Saat menjadi pelatih dan mengamati pertandingan dari bangku cadangan, Cruyff mengaku sering lupa berapa skor pertandingan karena terlalu fokus pada permainan. Dia juga mengklaim bahwa saat disebut Piala Dunia 1974, orang lebih banyak terkenang tentang permainkan total football Timnas Belanda. Padahal yang menjadi juara saat itu adalah Jerman (Barat).
Banyak orang kemudian bertanya:"Apa yang mesti dipilih, main bagus tapi kalah atau main jelek tapi menang?". Pertanyaan ini dijawab :"Itu bukan pilihan, karena peluang untuk menang akan semakin besar jika kita bermain bagus". Brilian!
3. Kerja cerdas, bukan kerja keras
Soal etos kerja, boleh dibilang Cruyff merupakan antitesis pelatih Inggris. Inggris merupakan bangsa yang terobsesi dengan kerja keras, termasuk dalam sepakbola. Pemain "bagus" menurut mayoritas pelatih Inggris adalah mereka yang "ada di mana-mana" dan "tak pernah berhenti berlari selama 90 menit".
Kita pun secara tidak sadar menganut falsafah itu. Mayoritas kita lebih kagum pada orang yang terlihat bekerja keras ketimbang orang yang terlihat 'santai', meskipun orang yang terlihat 'santai' itu mungkin menghasilkan output lebih banyak. Kembali ke sepakbola, Chris Waddle, pemain Timnas Inggris dan lama di Tottenham Hotspurs, adalah salah satu pemain yang --meskipun bagus-- 'tak terlalu disukai' di Inggris, karena dianggap malas alias tidak memenuhi kriteria "tak berhenti berlari sepanjang 90 menit" tadi.
Cruyff tak seperti itu. Dia punya pendapat menarik tentang hal itu, yaitu: "Jika anda berlari kencang, berarti anda terlambat start". Jadi, kalau ada pemainnya yang lari kencang sekali, itu bukan pertanda bahwa dia pemain bagus. Sebaliknya, itu merupakan pertanda dia tidak pandai mencari posisi dan memutuskan kapan mesti mulai berlari.
Dalam sebuah pertandingan, Tim Barcelona yang diasuhnya (1988-1994) bermain jelek di Babak I. Saat jeda, bukannya minta pemainnya bekerja lebih keras, dia malah bilang bahwa "anda semua terlalu banyak berlari".. Jelas bahwa Cruyff lebih mementingkan kerja cerdas mengandalkan otak ketimbang kerja keras yang mengandalkan tenaga/otot.