Mohon tunggu...
Edy Priyono
Edy Priyono Mohon Tunggu... profesional -

Pekerja peneliti, juga sebagai konsultan individual untuk berbagai lembaga. Senang menulis, suka membaca. Semua tulisan di blog ini mencerminkan pendapat pribadi, tidak mewakili institusi apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Pelajaran Hidup dari Kasus Pemecatan Rafael Benitez (Bagian 2 - Habis)

6 Januari 2016   18:06 Diperbarui: 7 Januari 2016   08:44 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sebelumnya sudah diulas lima dari 10 pelajaran yang bisa dipetik dari kasus pemecatan Benitez sebagai pelatih Real Madrid. Berikut ini lima kelanjutannya)

6. Jangan terlalu percaya rumor, tapi juga jangan tidak percaya sama sekali

Banyak nasihat untuk tidak mendengarkan rumor atau gosip. Nasihat itu tentu baik, karena rumor merupakan berita yang tak jelas sumber dan asal usulnya, apalagi kebenarannya. Oleh karena itu, rumor memang bukan fakta.

Masalahnya, rumor tidak selalu hanya sekedar "kabar burung". Dalam beberapa kasus, rumor menjadi kenyataan. Kasus pemecatan Benitez pun demikian.

Rumor pemecatan Benitez sudah muncul sekitar sebulan sebelum kejadian. Sebelumnya sudah mulai ada bisik-bisik, terutama dikaitkan dengan hubungan tidak harmonis sang pelatih dengan mega bintang Real Madrid Christiano Ronaldo. Angin berhembus semakin kencang setelah Madrid dipermak Barca 0-4 di depan hidung pendukungnya sendiri.

Akhirnya semua tahu, rumor itu berubah menjadi kenyataan setelah Madrid ditahan Valencia 2-2 di Mestalla.

Jadi, jangan sepelekan rumor. Lebih baik mencari informasi terkait rumor tsb. Kalau benar hanya rumor, lupakanlah. Tapi kalau ada indikasi ke arah kenyataan, lakukan langkah-langkah seperlunya.

7. Seringkali nasib anda tergantung kinerja anak buah anda, jangan lupa itu!

Tidak sedikit pemimpin/bos yang cenderung meremehkan dan tidak menghargai anak buahnya. Seolah-olah hanya dirinya seorang yang ada di balik keberhasilan yang diraih sebuah kelompok, organisasi atau perusahaan.

Orang seperti itu lupa, bahwa pada suatu titik, nasibnya sebagai pemimpin/bos ditentukan oleh bawahan yang seringkali diremehkannya itu. Kasus pemecatan Benitez menunjukkan hal itu.

Berbagai persoalan di klub sepakbola sebenarnya standar saja, tidak ada yang aneh. Perselisihan antara pemain dengan pelatih, pemain satu dengan yang lain, ketidakdisiplinan pemain tertentu, dsb. Ada satu hal yang menentukan apakah masalah tersebut akan membesar dan akhirnya meledak atau dilupakan oleh semua pihak, yaitu: hasil pertandingan.

Banyak sekali contohnya. Waktu bermain di MU, duet striker Andy Cole dan Teddy Sheringham sama sekali tak mau bertegur sapa. Akan tetapi, masalah itu tidak membesar karena saat itu keduanya tetap rajin mencetak gol dan MU meraih berbagai gelar. Kasus LVG juga. Di Bayern Muenchen gayanya yang 'sengak' tak menjadi masalah saat Bayern masih bisa meraih gelar juara Bundesliga, tapi kemudian meledak dan berujung pemecatannya ketika posisi Bayern di klasemen melorot.

Kasus pemecatan Benitez pun demikian. Andaikan Madrid terus meraih kemenangan, pemecatan itu mungkin saja tidak terjadi, atau paling tidak Florentino Perez akan menunggu hingga akhir musim seperti ketika memecat Fabio Capello atau Vincente Del Bosque setelah meraih gelar La liga.

8. Kalau anda pernah dipecat, sangat mungkin itu bukan terakhir yang akan anda alami

Sebagaimana keberhasilan, kegagalan pun perlu 'pembiasaan'. Oleh karena itu, penting untuk bekerja dengan baik sedari awal. Karena kalau anda pernah dipecat, tempat bekerja anda yang baru akan lebih 'enteng' memecat anda, karena mereka berfikir: "Ah, dia kan memang sudah pernah dipecat di tempat lain...".

Dalam istilah lain, itulah pentingnya reputasi.. Reputasi buruk tidak akan langsung menjadi masalah, tetapi ketika anda menghadapi masalah, masalah itu akan menjadi lebih serius.

Dalam kasus Benitez, pemecatannya sebagai pelatih di Inter Milan sama sekali tidak membantu. Karena pemecatan itu diiringi oleh kasak-kusuk bahwa dia kehilangan kendali di ruang ganti, alias tak sepenuhnya bisa mengendalikan para pemainnya.

9. Sangat tidak mudah menggantikan orang hebat, karena anda akan selalu dibandingkan dengannya

Kalau bisa memilih, lebih baik kita diminta menggantikan orang yang prestasinya buruk. Mengapa? Karena dengan demikian akan relatif mudah untuk terlihat baik dan melebihi prestasi pendahulu kita.

Akan menjadi tantangan berat kalau yang kita gantikan adalah orang hebat, karena harapan orang menjadi sangat tinggi, yaitu agar kita bisa menyamai atau bahkan melebihi orang yang kita gantikan.

Dalam hal itu, Benitez sungguh tidak beruntung. Di Inter Milan, dia masuk ketika Mourinho meninggalkan Inter dengan status pemegang gelar tiga gelar (treble: Serie A, Coppa Italia dan Liga Champions). Di Madrid, dia menggantikan Carlo Ancelotti. Ancelotti memang gagal mempersembahkan gelar di musim terakhirnya bersama Madrid, tapi dialah yang membawa gelar Liga Champions ke-10 alias La Decima untuk Madrid. Selain itu, Ancelotti sangat dekat dengan para pemain karena pembawaannya yang cenderung rileks. Tak mengherankan jika para pemain sebenarnya masih sangat menyayangkan pemecatan Ancelotti.

Jadi bisa dibayangkan betapa beratnya tantangan yang dihadapi Benitez sebagai pelatih baru di Madrid. Dan, sayangnya, dia gagal mengatasi tantangan itu.

10. Sesuai "hedonic wage model", besarnya gaji berbanding lurus dengan risiko pekerjaan, termasuk risiko dipecat

Dalam Ilmu Ekonomi, dikenal yang namanya hedonic wage model. Pada intinya, model atau teori itu menjelaskan bahwa salah satu faktor yang membuat ada perbedaan upah adalah perbedaan risiko pekerjaan yang kemudian dikompensasikan ke dalam upah. Berdasarkan teori tsb, semakin tinggi risiko pekerjaan, semakin tinggi upah.

Pekerjaaan sebagai pelatih di Real Madrid merupakan impian banyak pelatih. Mungkin hanya pelatih asal Katalan seperti Pep Guardiola yang tidak pernah bercita-cita menangani klub sebesar Madrid. Selain soal prestise, gaji yang diterima juga dijamin tinggi.

Sayangnya, pada saat yang sama, para pelatih mesti sadar akan berlakunya model upah hedonik. Menjadi pelatih Madrid memang menjanjikan gaji dan gengsi tinggi, tapi pada saat yang sama mereka menghadapi risiko pemecatan yang tinggi, jauh lebih tinggi daripada di klub lain.

Sebagai catatan, di masa kepresidenan Florentino Perez, Madrid telah memiliki 10 pelatih dalam waktu 12 tahun. Itu artinya, rata-rata setiap pelatih hanya punya masa kerja satu tahun lebih sedikit. Tidak ada klub lain yang seperti itu...

 

Ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun