Mohon tunggu...
Edy Azhari
Edy Azhari Mohon Tunggu... Guru - Nama

“Tugas Anda bukanlah untuk mencari cinta, tetapi hanya untuk mencari dan menemukan semua penghalang dalam diri Anda yang telah Anda bangun untuk melawannya.” - Rumi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Urgensi Penerapan Budaya Positif di Sekolah sebagai Upaya Pembentukan Karakter Anak Bangsa

10 Februari 2022   13:46 Diperbarui: 11 Februari 2022   11:19 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth


Latar Belakang 

Budaya positif merupakan nilai-nilai ataupun keyakinan yang dilakukan terus menerus sehingga menjadi kebiasaan, kebiasaan yang berpihak pada murid agar peserta didik dapat berkembang menjadi pribadi yang memiliki karakter kritis, santun dan penuh hormat serta bertanggung jawab.

Budaya positif juga salah satu materi yang diajarkan dalam pendidikan guru penggerak. Materi ini sangat penting karena aksi nyata yang diterapkan langsung berhubungan dengan anak didik setiap harinya. Dengan budaya positif anak didik dapat mengembangkan potensi anak agar memiliki karakter yang kuat sebagaimana pelajar profil Pancasila.

Dewasa ini, sangat banyak terjadi kenakalan remaja hingga menjurus pada praktik kriminal, apakah itu dalam bentuk tawuran, narkoba, kriminalisme bahkan muncul juga beberapa kasus aborsi oleh pelajar. Menarik bukan untuk ditarik benang merahnya dimana sumber perubahan prilaku anak didik yang seharusnya sedang mendulang prestasi.

Guru sebagai pamong dalam menuntun murid dalam belajar, kita diharapkan dapat menjadi inisiator dalam mewujudkan dan membentuk karakter murid yang berprofil Pancasila. Murid yang benar-benar sebagai pelajar yang memiliki karakter yang kuat agamanya, berbudaya luhur dan menjadi pelajar yang memiliki jika sosial peduli sesama. 

Persoalan penanaman dan pembiasaan hal-hal baik itu dapat dilakukan dilingkungan sekolah yang dimulai dari kepala sekolah, dewan guru hingga semua warga sekolah lainnya untuk menjadikan sekolah sebagai setral penanaman budaya positif untuk membentuk karakter murid agar menjadi pelajar yang layak untuk dibanggakan.

Peran Sekolah Dalam Pembentukan Karakter

Sekolah bisa dijadikan sebagai institusi pembentukan karakter, dan sangat jelas sekali dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara:

"Adapun maksud pendidikan yaitu: menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya"

Kutipan tersebut mengisyaratkan kepada kita sebagai guru agar membangun komunitas di sekolah untuk menyiapkan murid di masa depan menjadi manusia berdaya tidak hanya untuk pribadi tapi berdampak pada masyarakat.

Yang jadi persoalan sekarang adalah karakter seperti apa yang bisa menyiapkan murid menjadi manusia dan anggota masyarakat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan seperti tujuan pendidikan sendiri.

Jika kita mengacu pada Profil Pelajar Pancasila, "Pelajar Indonesia merupakan pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila."

Pelajar yang memiliki profil yang demikian itu adalah pelajar yang terbangun utuh keenam dimensi pembentuknya, yaitu: Beriman dan Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, Mandiri, Bergotong-royong, Berkebinekaan global, Bernalar kritis dan Kreatif.

Pelajar Indonesia

Pelajar Indonesia merupakan pelajar yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Keimanan dan ketakwaannya termanifestasi dalam akhlak yang mulia terhadap diri sendiri, sesama manusia, alam, dan negaranya. 

Ia berpikir dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan sebagai panduan untuk memilah dan memilih yang baik dan benar, bersikap welas asih pada ciptaan-Nya, serta menjaga integritas dan menegakkan keadilan. 

Pelajar Indonesia senantiasa berpikir dan bersikap terbuka terhadap kemajemukan dan serta memperkaya budaya Indonesia dengan banyaknya perbedaan serta secara aktif berkontribusi pada peningkatan kualitas kehidupan manusia sebagai bagian dari warga negara.

Pelajar Indonesia memiliki identitas diri merepresentasikan budaya luhur bangsanya. Ia menghargai dan melestarikan budayanya sembari berinteraksi dengan berbagai budaya lainnya dalam bentuk kebhinekaan global. Ia peduli pada lingkungannya dan menjadikan kemajemukan yang ada sebagai kekuatan untuk hidup bergotong royong.

Pelajar Indonesia merupakan pelajar yang mandiri. Ia berinisiatif dan siap mempelajari hal-hal baru, serta gigih dalam mencapai tujuannya. Pelajar Indonesia gemar dan mampu bernalar secara kritis dan kreatif.

Ia menganalisis masalah menggunakan kaidah berpikir saintifik dan mengaplikasikan alternatif solusi secara inovatif. Ia aktif mencari cara untuk senantiasa meningkatkan kapasitas diri dan bersikap reflektif agar dapat terus mengembangkan diri dan berkontribusi kepada bangsa, negara, dan dunia.

Tujuan utama dari pendidikan karakter juga bukan hanya mendorong murid untuk sukses secara moral maupun akademik di lingkungan sekolah, tetapi juga untuk menumbuhkan moral yang baik pada diri murid ketika sudah terlibat di dalam masyarakat.

Landasan Budaya Positif Yang Berpihak Pada Murid

Budaya sekolah menurut Fullan (2007) adalah keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai yang terlihat dari bagaimana sekolah menjalankan aktivitas sehari-hari. Sedangkan Deal dan Peterson (1999) mendefinisikan budaya sekolah sebagai berbagai tradisi dan kebiasaan keseharian yang dibangun dalam jangka waktu yang lama oleh guru, murid, orang tua, dan staf administrasi yang bekerjasama dalam menghadapi berbagai krisis dan pencapaian.

Dari kedua pernyataan di atas kita dapat melihat bahwa budaya sekolah merupakan nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan yang dibangun dalam jangka waktu lama yang tercermin pada sikap keseharian seluruh komponen sekolah. Dalam kebanyakan sekolah di Indonesia, contoh budaya sekolah yang sudah berjalan dengan baik adalah budaya senyum, salam, dan sapa. 

Berbicara dengan tutur yang baik, pelaksanaan ibadah-ibadah yang mendekatkan diri kepada sang pencipta. Budaya sekolah tersebut masih perlu dilaksanakan mengingat perannya yang dapat membuat sekolah menjadi lingkungan yang nyaman.

Dalam konteks ini budaya positif di sekolah merupakan nilai dan keyaninan serta kebiasaan-kebiasaan yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab. Dalam mewujudkan budaya positif ini, guru memegang peranan sentral. 

Guru perlu memahami posisi apa yang tepat untuk dapat mewujudkan budaya positif baik lingkup kelas maupun sekolah. Selain itu, pemahaman akan disiplin positif juga diperlukan karena sebagai pamong, guru diharapkan dapat menuntun murid untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab. 

Oleh karena itu, selanjutnya, Anda akan mempelajari dua konsep yaitu posisi kontrol guru dan disiplin positif yang menjadi landasan dari budaya positif.

Posisi Kontrol Guru

Penting bagi guru untuk memahami bagaimana guru harus memposisikan diri saat berhadapan dengan murid. Oleh karena itu perlu sekali mempelajari lebih dalam dengan melakukan refleksi "Guru seperti apakah kita selama ini?". Dalam komponen kelas, posisi guru dapat dikatakan sebagai penggerak utama. 

Hal ini mewujudkan juga adanya kontrol guru dalam proses belajar mengajar. Posisi kontrol itu dapat dibagi sebagai guru penghukum, pembuat rasa bersalah, sebagai teman, pengontrol dan manager. Nah posisi manager ini lah figur yang dibutuhkan berada disekolah untuk membantu dan menuntun murid keluar dari persoalan-persoalannya.

Hukuman dan Konsekuensi 

Kita mungkin sering menyimpan pertanyaan, "jika tidak ada hukuman, maka bagaimana menghadapi murid yang melakukan pelanggaran atau kesalahan?", "bagaimana cara menyadarkan mereka agar tidak mengulangi lagi kesalahan yang sama". Mari kita menyamakan persepsi bahwa pelanggaran atau kesalahan adalah kesempatan anak untuk belajar.

Jika ditangani dengan tepat, kesalahan dapat menjadi momen yang baik agar anak mengetahui hal tersebut sebaiknya tidak dilakukan lagi di masa mendatang. Anak juga akan lebih bertanggung jawab serta mengetahui bagaimana memperbaiki situasi yang dihadapinya.

Menurut Nelsen (2021), berikut adalah cara kita merespon kesalahan agar menjadi pembelajaran yang baik bagi anak.

  • Merespon kesalahan dengan kasih sayang dan kebaikan dibanding menyalahkan, menuduh dan menceramahi.
  • Berikan pertanyaan yang bisa menimbulkan diskusi tentang konsekuensi yang mungkin terjadi dari tindakannya.
  • Melihat kesempatan terjadinya kesalahan untuk didiskusikan bersama anak atau dengan teman-teman lain.

Jika diperhatikan dengan seksama, ketiga cara di atas lebih mengedepankan konsekuensi daripada hukuman. Mengapa konsekuensi lebih dipilih untuk mewujudkan budaya positif dibanding hukuman? Hukuman bersifat satu arah dari guru ke murid dan seringkali tidak berhubungan dengan kesalahan murid. Sedangkan menurut Nelsen (2021), prinsip konsekuensi fokus pada masalah dan solusi sehingga konsekuensi berhubungan dengan perilaku, penuh hormat kepada murid, bersifat masuk akal dan bertujuan untuk membantu murid belajar.

Upaya Membangun Budaya Positif Yang Berpihak Pada Murid

Apakah dalam membangun budaya positif hanya Anda, sebagai guru, yang berperan mewujudkannya? Tentunya semua komponen sekolah berperan penting dalam membangun budaya positif di sekolah. Pada bagian ini, Anda akan mendalami bagaimana semua komponen sekolah berperan dalam membangun budaya positif di sekolah.

Adapun hal-hal yang perlu dilakukan untuk membangun budaya positif diantaranya :

Membuat Kesepakatan Kelas sebagai Langkah Awal dalam Membangun Budaya Positif yang Berpihak pada Murid. Upaya dalam membangun budaya positif di sekolah yang berpihak pada murid diawali dengan membentuk lingkungan kelas yang mendukung terciptanya budaya positif, yaitu dengan menyusun kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas yang efektif dapat membantu dalam pembentukan budaya disiplin positif di kelas. 

Hal ini juga dapat membantu proses belajar mengajar yang lebih mudah dan tidak menekan. Seringkali permasalahan dengan murid berkaitan dengan komunikasi antara murid dengan guru, terutama ketika murid melanggar suatu aturan dengan alasan tidak mengetahui adanya aturan tersebut. Kurang adanya komunikasi ini menyebabkan relasi murid dan guru menjadi kurang baik.

Menciptakan Visi Sekolah untuk Membangun Budaya Positif yang Berpihak pada Murid. Upaya berikutnya dalam membangun budaya positif yang berpihak pada murid adalah mengembangkan visi bersama tentang apa yang ingin dicapai sekolah. 

Dari pada berfokus pada masalah dan perilaku buruk, ada baiknya Anda mulai dengan melihat hal-hal positif yang sudah berhasil di sekolah. Ini memberikan landasan untuk membangun visi bersama bagi komunitas sekolah yang berpusat pada diri murid dan pemberdayaannya. 

Langkah untuk mendukung pemikiran dasar ini adalah memutuskan pihak yang dapat Anda ajak diskusi mengenai cara bagaimana sekolah dapat membawa visi tersebut menjadi kenyataan.

Bersinergi dan berkolaborasi positif dengan berbagai komunitas praktis, hal ini sangat penting dilakukan agar kekhawatir yang ditimbulkan dapat diminimalisir dan juga mencari format terbaik dalam membudayakan budaya positif di sekolah.

PENUTUP
Membentuk budaya sekolah dengan berfokus pada kebutuhan murid dan pertumbuhan karakter positif  bukanlah hal yang mudah, membutuhkan komitmen dan kesabaran dan membutuhkan waktu yang tidak singkat. Tetapi kita akan berhasil melaluinya dan merencanakan yang terbaik untuk murid dan sekolah.

Buah dari kerja keras ini dapat terlihat ketika kita menyadari bahwa murid kita telah bertumbuh menjadi seorang dewasa yang sukses di pekerjaan, kehidupan, dan relasinya dengan orang lain dengan karakter yang memiliki integritas tinggi, bertanggung jawab, dapat diandalkan, berbudi pekerti luhur, dan bermanfaat bagi lingkungan dan negara.

Guru Bergerak... Indonesia Maju !!!

URGENSI PENERAPAN BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH SEBAGAI UPAYA 

PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK BANGSA

Oleh : Edy Azhari, S.Pd.I

Guru SMP Negeri 3 Tapaktuan / CGP_4 Kabupaten Aceh Selatan

 

Referensi :

Learning Management System (LMS) Guru Penggerak, 2021

Gossen, D. (2004). It's All About We: Rethinking Discipline Using Restitution. Diakses dari https://www.summiteducation.ca/five-positions-of-control/

Nelsen, J (2021). Focus On Solution. Diakses dari https://www.positivediscipline.com/articles/focus-solutions

Nofijantie, Lilik. (2012). Peran Lembaga Pendidikan Formal Sebagai Modal Utama Membangun Karakter Siswa. Conference Proceedings: Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS XII). 2947 - 2970

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun