Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mengenai prevalensi balita pendek memperlihatkan persentase status gizi balita pendek (pendek dan sangat pendek) sebesar 37,2 persen pada Tahun 2013 dan mencapai 27,5 persen pada Tahun 2016. Sementara itu batasan ideal stunting menurut WHO adalah kurang dari 20 persen. Hal ini berarti pertumbuhan yang tidak maksimal dialami oleh sekitar 8,9 juta anak Indonesia, atau 1 dari 3 anak Indonesia mengalami stunting.Â
Lebih dari 1/3 anak balita di Indonesia tinggi badannya berada di bawah rata-rata. Persentase tahun 2013 tertinggi di NTT (51,7 persen), Sulawesi Barat (48,0 persen) dan NTB (45,3 persen). Lalu, bagaimana dengan Kepri? Kepri merupakan provinsi dengan tingkat stunting terendah di Indonesia sebesar 26,3 persen disusul DI Yogyakarta (27,2 persen) dan DKI Jakarta (27,5 persen). Meskipun angka stunting Kepri termasuk terendah di Indonesia, namun masih berada di atas standar ideal.Â
Studi  empiris Departeman Gizi Masyarakat, FEMA, Institut Pertanian  Bogor,2016, mencatat potensi kerugian ekonomi nasional akibat menurunnya  produktivitas karena stunting, yaitu sekitar Rp 3.057 miliar sampai dengan Rp 13.758 miliar (0,04 sampai dengan 0,16 persen) dari  total PDB Indonesia. Sementara Kepri dengan angka stunting  sebesar 26,3 persen, membawa dampak potensi hilangnya ekonomi sekitar  Rp3 miliar sampai dengan Rp 11 miliar (0,003 persen sampai dengan 0,01  persen) dari PDRB Kepri.
Peran Serta DesaÂ
Memperhatikan dampak masif dari stunting, pemerintah pada bulan Agustus 2017 yang lalu mencanangkan penanganan stunting  sebagai prioritas dan strategis pembangunan nasional melalui Rencana  Aksi Nasional Gizi dan Ketahanan Pangan. Melalui rencana aksi nasional  tersebut diperlukan peran serta program dan upaya sinergis dari  kementerian/lembaga, pemerintah daerah serta dunia usaha/masyarakat, tak  terkecuali Desa. Sinkronisasi APBN, APBD, APBDes, BUMN/D, dunia usaha dan masyarakat menjadi poin utama dalam menekan angka stunting.
Khusus bagi Desa diharapkan dapat menjadi salah satu tumpuan dalam menekan stunting. Dari segi kewenangan, sesuai dengan UU tentang Desa, terhadap upaya penanganan stunting yang sudah menjadi prioritas nasional tersebut sangat memungkinkan untuk menyusun kegiatan-kegiatan yang relevan dan yang bersifat skala desa melalui APBDes. Hal ini dimantapkan oleh Permendesa No. 19 Tahun 2017 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2018 bahwa Dana Desa digunakan untuk: kegiatan pembangunan Desa meliputi pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana pelayanan sosial dasar untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat dan pendidikan. Kegiatan bidang pemberdayaan masyarakat meliputi dukungan pengelolaan kegiatan pelayanan sosial dasar di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan dan anak.
Pemanfaatan Dana Desa Menekan Stunting
Memperhatikan data Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau, menunjukkan Dana Desa yang dialokasikan pemerintah pusat melalui APBN untuk Kepri pada Tahun 2018 ini mengalami peningkatan signifikan dibandingkan awal adanya Dana Desa pada tahun 2015. Dari total alokasi Rp 79,2 miliar pada tahun 2015 menjadi Rp 228,2 miliar pada Tahun 2017 dan Rp 221,4 miliar pada tahun ini.
Dana APBN berupa Dana Desa yang mengalir  kurang lebih Rp 800 juta setiap Desa di Kepri diharapkan dapat sebagian  digunakan untuk mempercepat penurunan tingkat stunting. Kepala  Desa diharapkan mampu penerjemahkan program pemerintah pusat yakni Dana  Desa yang diperoleh ke dalam APBDes antara lain dalam kegiatan-kegiatan  yang bersifat mengurangi gizi buruk dan meningkatkan kualitas layanan  kesehatan, seperti pembangunan/ rehabilitasi poskedes, polindes dan  posyandu, penyediaan makanan sehat untuk peningkatan gizi balita dan  anak, perawatan kesehatan untuk ibu hamil dan menyusui, pembangunan  sanitasi dan air bersih, pembangunan MCK, insentif kader kesehatan  masyarakat, pengadaan kebutuhan medis dan alat kesehatan, serta  sosialisasi dan gerakan hidup bersih dan sehat.
Program padat karya tunai juga diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan dengan demikian dapat meningkatkan nilai gizinya. Padat karya tunai sebesar 30% dari Dana Desa diharapkan dapat menekan angka stunting.Â
Dari kegiatan-kegiatan yang digariskan dalam Rencana Aksi Nasional Gizi dan Ketahanan Pangan, Pemda Kepri khususnya Dinas PMD dan Desa sesungguhnya telah berupaya melaksanakannya, walaupun perlu ditingkatkan dan diukur kemanfaatannya. Sebagai gambaran umum pemanfaatan dana desa Kepri selama kurun waktu 2015-2017 mampu menghasilkan 131 unit air bersih, 88 unit MCK, 95 posyandu, 59 sumur, 173 PAUD, 22 Polindes dan 70 raga desa. Â