Membisu
Dalam diam selalu ada beku
Rindu hanya bias tertutup kabut
Meradang hati dalam egoistik kalbu
Terlepas sabar dalam santun yang pekat
Aku tertunduk dalam kelu bisu
Tertahan hati hanya sabar menanti
Membisu dalam dilema kata, asa, dan dirusak rindu.
Plot Twist: dalam diama aku bergumam....
"Kekhawatiranku mulai mengusik sanubariku, kadang sikapmu palsu dan terlalu drama untuk sekedar bilang, "aku masih butuh kamu...".
Tetiba... aku tersadar dalam lamunan dan melanjutkan menulis puisi lagi...
Pelangi Dihati Gadis
Binar mata tertuju lepas kandas ke tengah pantai
Angan melayang jauh ke angkasa
Tertunduk lemah wajah sayu tanpa cela
Rambut terurai riuh lusuh tanpa beban
Hasrat itu menunjukkan pedih
Berharap ada pelangi dimata Gadis
Berharap sinar keabadian menyinari hati sang Gadis
Namun luka tetaplah luka
Goresan dan sayatan tajam akan tingkah dan kata
Gadis hanyalah gadis mungil yang lunglai
Ada hati dan rasa yang tinggal bersamanya
Ikhlas, tulus dan pengabdian adalah kunci
Berharap pelangi dihati Gadis bersinar terang
Seterang harapan indah yang datang pada masanya.
Terlepas bebas setelah menulis puisi itu, anganku melayang sambil dihati berkata dengan tatapan kosong,
"Ada harapan walaupun kecil, ada rasa yang tertahan ego, tapi malu-malu sedikit nampak. Jangan lelah kamu menapak, aku tunggu diujung setapak".
Aku terhenyak, sedih dan inhgin rasanya berteriak tapi didalam sanubariku berkata lirih:
"Semuanya akan baik-baik saja. Cukup yakinkan diri bahwa dia baik-baik saja. Rindu itu sakit, kamu tidak akan cukup mampu menanggungnya biar aku saja yang merasakan".
Terdiam diujung sudut ruang yang gelap, nanar tajam menyorot ke atas dengan tatapan kosong, lagi-lagi batin ini bergejolak.
Aku bergumam dalam bisu, "Gubuk itu mulai reyot dan tidak kokoh lagi. Begitu juga dirimu, terlihat lusuh dan kusam. Tidak terawat dan memikul beban yang berat. Pandanganmu kosong, menerawang jauh. Kembalilah kepada Nya dan pelukan Nya akan menyegarkanmu lagi. Aku tidak mau melihatmu pucat dan peluhmu sedih. Senyum yang aku rindukan pasti kembali. Sabarlah kekasih hatiku, aku bersamamu".
Tidak sadar waktu berjalan jauh, begitu lama aku terdiam dengan kekosongan jiwa, segera aku bangkit, membasuh badan dan jiwa dan mengadu lirih tapi khidmat kepada sang Khalik.
Penulis:
Edy Wahyudi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H