Dan foto olahan Ari ini sepertinya dinilai Arbain melewati batasan tersebut. Biasanya olah foto yang diperbolehkan hanya sebatas memotong (cropping) dan pengaturan gelap-terang gambar.Â
Kalau pemandangan mata hanya bisa melihat gunung secara umum tapi fotonya diolah sampai sedemikian bersih, kontur dan tutupan pepohonan kelihatan jelas, ini memang kelewatan.Â
Foto Ari tersebut ingin menggiring opini publik yang awam teknik fotografi dan tidak pernah memerhatikan Gunung Gede Pangrango dari Jakarta. Padahal kenyataannya penampakannya tidak seperti itu.Â
Itu yang menurut saya dipermasalahkan Arbain Rambey. Foto itu tidak cukup jujur bercerita tentang bagaimana Gunung Gede Pangrango terlihat dari Jakarta. Hal ini cukup fatal bagi Arbain yang bekerja di dunia fotografi dengan memegang teguh prinsip dan kode etik fotografi jurnalistik. Prinsip yang dipegangnya selama beberapa dekade.
Kesalahan Arbain, menurut saya, adalah mencap foto itu tempelan. Komposisi ukuran jalan dan mobil dibandingkan ukuran gunung dipermasalahkannya. Walau ini kesimpulan yang terlalu terburu-buru, tapi hal ini sebetulnya wajar karena pengalamannya memotret. Hal ini terkait perbandingan jarak antara fotografer dengan obyek dan obyek dengan latar belakangnya.
Foto itu "too good to be true" karena gunung dengan kontur sejelas itu tidak mungkin satu bingkai dengan jalanan Kemayoran. Tanpa olahan foto, gunung Gede Pangrango mungkin baru tampak sejelas itu bila dilihat dari kawasan Sentul, Bogor. Kedua, untuk mendapatkan komposisi obyek dan latar belakang yang berjarak puluhan kilometer tapi tampak setara dalam satu bingkai, butuh mengambil jarak yang cukup jauh. Hal ini pun dijelaskan oleh Arbain dalam twitnya.
Saya lihat ada perbedaan cara pandang Ari Wibisono dan Arbain Rambey dalam prinsipnya berfotografi. Ari mementingkan kecantikan, walau itu mengaburkan kejujuran informasi dalam gambarnya.
Teknik olah foto yang dilakukan Ari cukup banyak di fotografi komersial, misalnya untuk iklan. Sedangkan Arbain Rambey memengang teguh kejujuran informasi dalam gambar sebagaimana pedoman jurnalistik secara umum: jujur.Â
Dengan contoh kasus foto ini, Arbain seperti hanya ingin bilang, "Kalo dari Kemayoran nggak bisa melihat gunung sampai ke kontur dan pepohonan, mbok ya jangan diolah sampai sejelas itu. Kecuali kamu cuma mau bikin foto iklan, bukan foto yang menginformasikan sesuatu."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H