Penerimaan negara dari sektor migas terbagi menjadi:
- Pajak:
- Pajak Penghasilan (PPh) badan usaha migas.
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi tertentu.
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor migas.
- Non-Pajak:
- Porsi bagi hasil pemerintah dari PSC.
- Bonus tanda tangan dan bonus produksi.
- Royalti.
2. Kewajiban Perpajakan Perusahaan Migas
a. Pajak Penghasilan (PPh)
- PPh Badan (PPh Pasal 25/29):
- Tarif PPh Badan untuk sektor migas berbeda dari sektor lainnya karena mengacu pada kontrak PSC.
- Pajak dihitung berdasarkan laba bersih setelah cost recovery (dalam PSC tradisional).
- PPh Pasal 21, 22, 23, dan 26:
Perusahaan migas juga wajib memotong PPh atas penghasilan karyawan, pembayaran kepada pihak ketiga, atau pembayaran kepada non-residen.
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
- Aktivitas hulu migas secara umum dibebaskan dari PPN untuk mendorong investasi.
- Namun, aktivitas hilir, seperti pengolahan dan distribusi, tetap dikenakan PPN.
c. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
- Khusus sektor migas, PBB dikenakan pada aset berupa tanah, bangunan, dan fasilitas produksi migas (termasuk platform lepas pantai).
d. Bea dan Cukai:
- Peralatan eksplorasi dan produksi migas sering diberikan fasilitas pembebasan bea masuk untuk mendukung investasi.
Â
3. Tantangan Perpajakan di Sektor Migas
a. Penurunan Produksi dan Dampaknya pada Penerimaan Negara
- Cadangan minyak Indonesia yang semakin menipis menyebabkan penurunan produksi minyak, sehingga mengurangi penerimaan negara dari sektor migas.
- Ketergantungan pada pendapatan migas perlu dikurangi dengan diversifikasi ekonomi.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!