Syaikh Ibnu Athaillah As-Sakandary merupakan ulama besar yang lahir di Iskandariyah, Mesir pada tahun 1950 M. Beliau adalah cucu dari seorang ahli fiqih pada masa itu.
Ulama yang memiliki nama lengkap Taj al-Din Abu’l Fadl Ahmad Ibn Muhammad Ibn ‘Abd al-Karim Ibn Atha'illah Al-Iskandari Al-Syadzili, memiliki pandangan khas mengenai mahabbatullah.
Tentunya cara pandang ini tidak terlepas dengan ciri pemikiran tasawuf dari Ibnu Athaillah yang bisa kita renungkan dan menjadi pelajaran.
Beliau seorang yang tidak meninggalkan tanggung jawab keduniaan dan juga tidak sama sekali mengabaikan syariat.
Tidak berhenti disana, beliau pun mengedepankan zuhud yang sederhananya yaitu mengosongkan hari dari yang selain Allah swt.
Menjembatani antara kekeringan spiritual yang dialami orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi dengan sikap pasif yang banyak dialami para salik.
Melatih dan membersihkan jiwa sesuai dengan ketentuan Allah pun menjadi ciri pemikiran tasawuf beliau.
Sebut saja seperti berakhlak dengan akhlak Allah swt, senantiasa melakukan segala perintah-Nya, dan dapat menguasai hawa nafsu.
Ibnu Athaillah pun menekankan untuk selalu berupaya ‘bersama’ dengan-Nya secara sungguh-sungguh dan sadar sepenuhnya.
Dalam salah satu karya beliau Maqamat (Al-Tanwir Fi Isqath Al-Tadbir), ada penjelasan urutan ketika seseorang ingin hendak mendekatkan diri kepada Allah swt.