Mohon tunggu...
Edward Salpreno Kaban SH
Edward Salpreno Kaban SH Mohon Tunggu... Pengacara - Advocate and Legal Consultant EDWARD KABAN LAW

Dengar, Analisa dan Tindakan. Mari berbagi pengetahuan...

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Analisa Pembunuhan dan Mutilasi oleh ODGJ

5 Juli 2024   15:00 Diperbarui: 5 Juli 2024   15:02 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa gangguan jiwa menyangkut fungsi jiwa yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial individu. Oleh karena itu, Orang Dalam Gangguan Jiwa akan sangat sulit mengambil peran dalam kehidupan sosial.

Sanksi Hukum bagi ODGJ yang Melakukan Pembunuhan dan Mutilasi

Untuk memahami dan menilai sanksi hukum bagi pembunuhan yang dilakukan oleh terduga dengan gangguan jiwa, perlu dipahami prinsip-prinsip hukum pidana yang berlaku. Salah satu asas utama dalam hukum pidana adalah asas legalitas, yang menyatakan bahwa tidak ada satu pun perbuatan yang dapat dipidana jika tidak ada ketentuan hukum yang mengaturnya terlebih dahulu. Dalam konteks ini, seseorang tidak dapat dijatuhi pidana jika tidak ada kesalahan yang dilakukannya.

Pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukan seseorang dalam hukum pidana memerlukan adanya unsur kesalahan atau pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. Artinya, seseorang dapat diminta pertanggungjawaban pidana hanya jika terbukti bahwa ia telah melakukan kesalahan atau melanggar hukum yang berlaku.

Dalam kasus terduga dengan gangguan jiwa, penting untuk mempertimbangkan kondisi mental pelaku. Apabila terbukti bahwa gangguan jiwa yang dialami membuat pelaku tidak mampu memahami atau mengendalikan perbuatannya, maka sesuai dengan Pasal 44 KUHP, pelaku tidak dapat dikenai sanksi pidana. Namun, jika gangguan jiwa tersebut tidak memengaruhi kesadaran hukum saat perbuatan dilakukan, maka pelaku tetap dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

Pengecualian dalam Pasal 44 KUHP

Pasal 44 ayat (1) KUHP menyatakan:

"Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.."

Pasal ini menunjukkan bahwa orang dengan gangguan jiwa dapat terbebas dari pidana jika terbukti bahwa gangguan jiwa tersebut membuat mereka tidak mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun, tidak semua gangguan jiwa otomatis membebaskan pelaku dari pertanggungjawaban pidana. Penilaian medis dan hukum yang mendalam diperlukan untuk menentukan apakah kondisi mental pelaku pada saat melakukan perbuatan pidana benar-benar menghilangkan kemampuan mereka untuk memahami atau mengendalikan tindakan tersebut. Jika terbukti bahwa gangguan jiwa tidak memengaruhi kesadaran dan kontrol pelaku atas perbuatannya, maka pertanggungjawaban pidana tetap dapat dikenakan.

Dalam menilai sanksi hukum bagi pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan oleh ODGJ, diperlukan pemahaman mendalam mengenai kondisi kesehatan jiwa dan pertanggungjawaban pidana. Pasal 44 KUHP memberikan pengecualian bagi pelaku dengan gangguan jiwa, namun tidak semua gangguan jiwa membebaskan pelaku dari pertanggungjawaban pidana. Evaluasi medis dan hukum yang komprehensif sangat penting untuk memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. (ESK)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun