Mohon tunggu...
Edward Salpreno Kaban SH
Edward Salpreno Kaban SH Mohon Tunggu... Pengacara - Advocate and Legal Consultant EDWARD KABAN LAW

Dengar, Analisa dan Tindakan. Mari berbagi pengetahuan...

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Analisa Pembunuhan dan Mutilasi oleh ODGJ

5 Juli 2024   15:00 Diperbarui: 5 Juli 2024   15:02 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Viral Kasus Mutilasi oleh ODGJ

Dikutip dari Kompas.com - Erus (23) pelaku mutilasi di Garut, Jawa Barat ternyata sempat menawarkan bagian tubuh korban kepada warga sekitar.

Peristiwa tersebut terjadi setelah pelaku memotong bagian tubuh korban di Jalan Raya Cibalong, Kampung Bantar Limus, Desa Sancang, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Minggu (30/6/2024).

Kasat Reskrim Polres Garut AKP Ari Rinaldo mengatakan pelaku memotong bagian tubuh korban menjadi 12 bagian.

Ia mengatakan, salah satu bagian tubuh korban dimasukkan ke dalam karung bekas. Sementara bagian badan, bagian pinggul, dan kaki korban sudah tergeletak di tanah.

Sudut Pandang hukum mengenai ODGJ yang melakukan tindak pidana

Sebelum membahas mengenai ODGJ (Orang Dalam Gangguan Jiwa), penting untuk memahami konsep Kesehatan Jiwa menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Pasal 74 ayat (1):

“Kesehatan Jiwa merupakan kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.”

Definisi Gangguan Jiwa

Menurut Ns. Chairina Ayu Widowati, S.Kep dari RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, yang dikutip dari artikel "Definisi Gangguan Jiwa dan Jenis-jenisnya" di situs Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan:

“Gangguan jiwa merupakan kondisi kesehatan di mana individu tersebut mengalami perubahan dalam pola pikir, emosi, atau perilaku, atau gabungan dari ketiga perubahan tersebut (American Psychiatric Association, 2015). Gangguan jiwa berhubungan dengan distres atau masalah dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau masalah keluarga. Gangguan jiwa meliputi berbagai masalah dengan tanda gejala yang berbeda. Secara umum, gangguan jiwa ditandai dengan beberapa kombinasi dari pola pikir abnormal, emosi, perilaku, dan hubungan dengan orang lain (WHO). Gangguan jiwa menurut Depkes RI adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, sehingga dapat menimbulkan penderitaan pada individu dan/atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial (Departemen Kesehatan RI, 2000).”

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa gangguan jiwa menyangkut fungsi jiwa yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial individu. Oleh karena itu, Orang Dalam Gangguan Jiwa akan sangat sulit mengambil peran dalam kehidupan sosial.

Sanksi Hukum bagi ODGJ yang Melakukan Pembunuhan dan Mutilasi

Untuk memahami dan menilai sanksi hukum bagi pembunuhan yang dilakukan oleh terduga dengan gangguan jiwa, perlu dipahami prinsip-prinsip hukum pidana yang berlaku. Salah satu asas utama dalam hukum pidana adalah asas legalitas, yang menyatakan bahwa tidak ada satu pun perbuatan yang dapat dipidana jika tidak ada ketentuan hukum yang mengaturnya terlebih dahulu. Dalam konteks ini, seseorang tidak dapat dijatuhi pidana jika tidak ada kesalahan yang dilakukannya.

Pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukan seseorang dalam hukum pidana memerlukan adanya unsur kesalahan atau pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. Artinya, seseorang dapat diminta pertanggungjawaban pidana hanya jika terbukti bahwa ia telah melakukan kesalahan atau melanggar hukum yang berlaku.

Dalam kasus terduga dengan gangguan jiwa, penting untuk mempertimbangkan kondisi mental pelaku. Apabila terbukti bahwa gangguan jiwa yang dialami membuat pelaku tidak mampu memahami atau mengendalikan perbuatannya, maka sesuai dengan Pasal 44 KUHP, pelaku tidak dapat dikenai sanksi pidana. Namun, jika gangguan jiwa tersebut tidak memengaruhi kesadaran hukum saat perbuatan dilakukan, maka pelaku tetap dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

Pengecualian dalam Pasal 44 KUHP

Pasal 44 ayat (1) KUHP menyatakan:

"Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.."

Pasal ini menunjukkan bahwa orang dengan gangguan jiwa dapat terbebas dari pidana jika terbukti bahwa gangguan jiwa tersebut membuat mereka tidak mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun, tidak semua gangguan jiwa otomatis membebaskan pelaku dari pertanggungjawaban pidana. Penilaian medis dan hukum yang mendalam diperlukan untuk menentukan apakah kondisi mental pelaku pada saat melakukan perbuatan pidana benar-benar menghilangkan kemampuan mereka untuk memahami atau mengendalikan tindakan tersebut. Jika terbukti bahwa gangguan jiwa tidak memengaruhi kesadaran dan kontrol pelaku atas perbuatannya, maka pertanggungjawaban pidana tetap dapat dikenakan.

Dalam menilai sanksi hukum bagi pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan oleh ODGJ, diperlukan pemahaman mendalam mengenai kondisi kesehatan jiwa dan pertanggungjawaban pidana. Pasal 44 KUHP memberikan pengecualian bagi pelaku dengan gangguan jiwa, namun tidak semua gangguan jiwa membebaskan pelaku dari pertanggungjawaban pidana. Evaluasi medis dan hukum yang komprehensif sangat penting untuk memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. (ESK)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun