Jawaban yang diberikan tidak jauh berbeda. Namun ia memasang harga yang cukup tinggi yaitu sekitar 22 ribu per tabung. Harga tersebut merupakan harga yang di jual ke beberapa warung kecil lainnya.Â
Harga ini bisa dibilang cukup mahal karena sebelumnya kami hanya menemukan harga 20 ribu per tabung. Namun, karena ketiadan barang lagi warga rela mengkocek lebih dalam kantong mereka untuk menikmati gas bersubsidi pemerintah.
Lalu kami mencoba datang dan mewawancarai beberapa narasumber yang menurut kami memang punya penghasilan besar namun tetap mengunakan gas elpiji 3kg. Narasumber kami yaitu tukang bakso, kami pilih mewawancarai tukang bakso ini karena dia masih menggunakan gas 3kg. Padahal saat kami tanya penghasilannya, hampir 4 juta rupiah bisa didapatkannya dalam 1 hari saja.Â
Namun ia tetap memilih gas bersusidi. Setelah itu kami tanya alasan masih menggunakan gas elpiji 3kg di banding gas yang lebih besar. Ia hanya mengatakan bahwa lebih mudah di bawa-bawa dan juga lebih murah. Lalu kami singgung dengan peraturan mengenai masalah penggunaan barang bersubsidi, ia hanya mengatakan tidak tau soal hal tersebut.
Lalu kami menyimpulkan bahwa yang menjadi salah faktor terjadinya kelangkaan gas elpiji 3kg adalah karena salah sasaran. Banyak sekali masyarakat yang tidak layak menggunakan gas bersubsidi. Hal ini pun mungkin yang mempengaruhi berkurangnya barang gas elpiji 3kg dari PERSERO, karena kurangnya pemberitahuan dan pengawasan dari pemerintah.
Untuk mengatasi kasus ini di perlukan campur tangan pemerintah, dengan lebih mengawasi peredaran gas bersubsidi tersebut. Walaupun sebenarnya pemerintah sudah pernah membentuk Tim pengawasan penyediaan dan pendistribusian Elpiji 3kg, namun tetap saja aturan ini belum berpengaruh besar. Para pemilik warung pun berharap agar pemerintah dapat menerapkan aturan baru yang dapat berguna bagi seluruh kalangan.Â
Salah satu pemilik warung mengusulkan bahwa agar tidak terjadi salah sasaran, pemerintah sebaiknya memberikan kartu kepada orang-orang yang seharusnya mendapatkan gas bersubsidi, dan tidak terjadi saling tuduh. (EDA)
Edvan Dwi Anugrah & Aldhy Gustian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H