Mohon tunggu...
Ahmad Zain Sarnoto
Ahmad Zain Sarnoto Mohon Tunggu... Dosen - pemerhati pendidikan, psikologi dan agama

Dosen Program Pascasarjana Institut PTIQ Jakarta dan Direktur Lembaga Kajian Islam dan Psikologi (eLKIP)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Idul Fitri di Tengah Pandemi

25 Mei 2020   07:54 Diperbarui: 25 Mei 2020   08:43 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

RAMADHAN telah berlalu meninggalkan kita dengan penuh kenangan, ketika ia datang kita sedang mengalami wabah penyakit menular Covid-19, sehingga hari-hari bersamanya tidak maksimal, masjid, mushola, langgar dan surau diminta tutup oleh pemerintah karena dikuatir menjalarnya pandemi covid-19.

Jika tanpa pandemi corona, berlalunya ramadhan dihari raya idul fitri semua kalangan di masyarakat begitu bergembira menyambutnya, masyarakatpun berbenah rumah-rumah mereka, pasar dan mall menjadi serbuan masyarakat untuk berbelanja, jalan-jalan menjadi penuh sesak hilir mudik kendaraan.

Idul fitri tahun ini menjadi berbeda, suasana kegembiraan dan keceriaan saat lebaran, seolah sirna dan penuh kekuatiran.

Pelaksanaan sholat idul fitri pun terkesan berbeda, karena tidak semua masjid mengadakannya, ini semua karena kita masih dalam suasana pandemi covid-19.

Hari raya idul fitri adalah puncak dari pelaksanaan ibadah puasa dibulan ramadhan selama satu bulan penuh, maka makna idul fitri erat kaitanya dengan tujuan yang ingin dicapai dari ibadah puasa agar menjadi manusia yang bertakwa.

Mari kita maknai idul fitri di tengah pandemi ini, idul atau Id berasal dari bahasa arab dengan akar kata aada-yauudu yang artinya kembali, sementara  fitri dapat diartikan dengan berbuka puasa untuk makan dan minum dan juga bisa berarti suci.

Maka idul fitri dapat kita maknai dengan hari berbuka untuk makan dan minum serta kembali kepada kesucian, setelah satu bulan penuh, melaksanakan ibadah puasa di bulan ramadhan.

Ramadhan telah membantu kita melatih karaker dan cerminan nilai-nilai ketakwaan, diantara nilai-nilai ketakwaan yang kita dapati selama ramadhan sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 134-135, yang artinya: "(yaitu) orang-orang yang berinfak baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan emosinya, dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan juga orang-orang yang apabila melalukan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, segera mengingat Allah (berzikir), lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosanya selain Allah? Mereka pun tidak meneruskan perbuatan dosa itu. Sedang mereka mengetahui. (QS. 3:134-135)

Jika kita maknai dari ayat di atas dalam konteks idul fitri di tengah suasana pandemi ini, setidaknya ada 5 karakter atau kebiasaan yang perlu tanamkan dalam kehidupan kita dan ini adalah hasil dari pendidikan "ramadhan" dengan kurikulum terbaiknya. Ke-lima karakter atau kebiasaan ini adalah:

1. Menjadi orang yang gemar berinfak/berbagi.

Saat ramadhan sifat kedermawaan kita dilatih, walaupun ditengah pandemi, kepedulian muncul, mengapa? Disamping adanya pahala yang dilipat gandakan, puasa sejatinya melatih kita merasakan kesusahan orang lain, saat siang hari ditengah terik matahari saat haus dan lapar tiba, dan kita dapat merasakan betapa tidak enaknya hidup dalam suasana "lapar", disanalah kita sedang belajar arti peduli kepada sesama saudara. Maka mudah-mudahan berlalunya puasa, karakter suka berinfak "dermawan" akan terus terpatri dan terimplementasi di hari-hari berikutnya, terlebih dalam suasana pandemi covid-19 ini.

2. Menjadi orang yang mampu menahan emosi.

Dalam kehidupan kadang kita dapati sesuatu yang tidak kita inginkan, dan menjadi pemicu munculnya emosi entah marah, benci, malu dan perasaan tidak enak lainnya. Puasa melatih kita untuk mampu menahan emosi, saat siang hari dalam kondisi puasa, Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita untuk menjaga diri dari perbuatan tercela saat berpuasa sebagaimana sabdanya yang artianya: "JIka salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah berkata-kata kotor, dan jangan pula bertindak bodoh. Jika ada seseorang yang mencelanya atau mengganggunya. Hendaklah mengucapkan: sesungguhnya aku sedang berpuasa" (HR. Al-Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 1151

3. Menjadi orang yang pemaaf tidak ada dendam.

Islam melarang kita membalas dendam atau menjadi pendendam, karena dendam adalah wujud kemarahan dan kebencian yang memuncak. Yang dibolehkan dalam Islam adalah membalas perbuatan orang yang menzalimi kita, tetapi jika kita memaafkan jauh lebih mulia. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surat Asy-Syura ayat 40, yang artinya: "dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim" (QS. Asy-Syura:40).

Menjadi pemaaf akan menghapus luka yang ada dalam hati, dengan memaafkan kesalahan orang lain, akan membangun kembali keharmonisan hubungan karena tidak adanya luka dalam hati.

4. Menjadi orang yang selalu berzikir kepada Allah

Selau mengingat Allah atau berzikir adalah perintah, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzab ayat 41-42, yang artinya: wahai orang-orang yang beriman. Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya. Dan  bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang. (QS. 33: 41-42). Berzikir selain perintah Allah juga dapat menjadi sumber ketenangan jiwa sebagaimana frman Allah dalam surat Ar-Ra'd yang artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenang dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram/tenang" (QS. 13:28). Semoga kebiasaan berzikir dalam ramadhan akan terus kita lakukan dalam keseharian hinga ajal menjemput kita.

5.  Menjadi orang yang sering mengintrospeksi diri.

Ramadhan telah mengajarkan kepada kita pentingnya istighfar, bahkan Allah SWT akan menempatkan di surga orang yang suka istighfar di waktu sahur, sebagaimaan firmanNya dalam surat ayat 18 yang artinya: "dan pada waktu akhir malam (sahur) mereka memohon ampunan (kepada Allah)". (QS. 51:18). Sebagai manusia kita tidak pernah luput dari dosa, maka istighfar dan berusaha mengintrospeksi diri adalah langkah terbaik menjadi bekal dihari-hari yang akan dating selepas ramadhan.

Ke-lima karakter di atas adalah hasil dari proses pendidikan jiwa selama ramadhan, mudah-mudahan nilai-nilai ketakwaan tersebut dapat menghiasi diri kita yang telah kembali fitri di hari raya ini  dan seterusnya.

Wallahu 'alam

Bekasi, 2 syawal 1441 H/25 Mei 2020

(penulis adalah Dosen Tetap Pascasarjana Institut PTIQ Jakarta dan Direktur Lembaga Kajian Islam dan Psikologi (eLKIP)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun