Mohon tunggu...
Ahmad Zain Sarnoto
Ahmad Zain Sarnoto Mohon Tunggu... Dosen - pemerhati pendidikan, psikologi dan agama

Dosen Program Pascasarjana Institut PTIQ Jakarta dan Direktur Lembaga Kajian Islam dan Psikologi (eLKIP)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Idul Fitri di Tengah Pandemi

25 Mei 2020   07:54 Diperbarui: 25 Mei 2020   08:43 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

2. Menjadi orang yang mampu menahan emosi.

Dalam kehidupan kadang kita dapati sesuatu yang tidak kita inginkan, dan menjadi pemicu munculnya emosi entah marah, benci, malu dan perasaan tidak enak lainnya. Puasa melatih kita untuk mampu menahan emosi, saat siang hari dalam kondisi puasa, Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita untuk menjaga diri dari perbuatan tercela saat berpuasa sebagaimana sabdanya yang artianya: "JIka salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah berkata-kata kotor, dan jangan pula bertindak bodoh. Jika ada seseorang yang mencelanya atau mengganggunya. Hendaklah mengucapkan: sesungguhnya aku sedang berpuasa" (HR. Al-Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 1151

3. Menjadi orang yang pemaaf tidak ada dendam.

Islam melarang kita membalas dendam atau menjadi pendendam, karena dendam adalah wujud kemarahan dan kebencian yang memuncak. Yang dibolehkan dalam Islam adalah membalas perbuatan orang yang menzalimi kita, tetapi jika kita memaafkan jauh lebih mulia. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surat Asy-Syura ayat 40, yang artinya: "dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim" (QS. Asy-Syura:40).

Menjadi pemaaf akan menghapus luka yang ada dalam hati, dengan memaafkan kesalahan orang lain, akan membangun kembali keharmonisan hubungan karena tidak adanya luka dalam hati.

4. Menjadi orang yang selalu berzikir kepada Allah

Selau mengingat Allah atau berzikir adalah perintah, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzab ayat 41-42, yang artinya: wahai orang-orang yang beriman. Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya. Dan  bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang. (QS. 33: 41-42). Berzikir selain perintah Allah juga dapat menjadi sumber ketenangan jiwa sebagaimana frman Allah dalam surat Ar-Ra'd yang artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenang dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram/tenang" (QS. 13:28). Semoga kebiasaan berzikir dalam ramadhan akan terus kita lakukan dalam keseharian hinga ajal menjemput kita.

5.  Menjadi orang yang sering mengintrospeksi diri.

Ramadhan telah mengajarkan kepada kita pentingnya istighfar, bahkan Allah SWT akan menempatkan di surga orang yang suka istighfar di waktu sahur, sebagaimaan firmanNya dalam surat ayat 18 yang artinya: "dan pada waktu akhir malam (sahur) mereka memohon ampunan (kepada Allah)". (QS. 51:18). Sebagai manusia kita tidak pernah luput dari dosa, maka istighfar dan berusaha mengintrospeksi diri adalah langkah terbaik menjadi bekal dihari-hari yang akan dating selepas ramadhan.

Ke-lima karakter di atas adalah hasil dari proses pendidikan jiwa selama ramadhan, mudah-mudahan nilai-nilai ketakwaan tersebut dapat menghiasi diri kita yang telah kembali fitri di hari raya ini  dan seterusnya.

Wallahu 'alam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun