Mohon tunggu...
Ahmad Zain Sarnoto
Ahmad Zain Sarnoto Mohon Tunggu... Dosen - pemerhati pendidikan, psikologi dan agama

Dosen Program Pascasarjana Institut PTIQ Jakarta dan Direktur Lembaga Kajian Islam dan Psikologi (eLKIP)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melatih Kesabaran Saat Pandemi Covid-19

6 Mei 2020   12:58 Diperbarui: 6 Mei 2020   13:01 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

MELATIH KESABARAN SAAT PANDEMI

Dr. Ahmad Zain Sarnoto

Kebijakan Work from Home (WFH) dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di masa pandemi Covid-19,  bagi pekerja, pendidik dan orang tua menjadi tantangan dan sekaligus peluang. Satu sisi kebijakan tersebut memberikan tantangan kepada pekerja dan pendidik untuk beradaptasi secara cepat dengan pola kerja yang baru, di sisi lain memberi peluang, khusunya bagi para orang tua untuk lebih banyak berinteraksi dengan anak dan keluarga yang lebih intensif terutama saat bulamn ramadhan seperti sekarang ini.

Implementasi Work From Home (WFH) dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang pertama kali diberlakukan di provinsi DKI Jakarta, menyusul hari ini  (6/5/2020) provinsi Jawa Barat dan daerah lainnya, menyadarkan kepada kita bahwa situasi penyebaran pandemi Covid-19 ini memang tidak main-main, kita harus memahami kebijakan pemerintah ini dengan serius dan tanggung jawab serta kerelaan menindaklanjutinya.

Ramadhan bulan dimana diwajibkan umat Islam berpuasa, adalah sarana efektif untuk mengendalikan diri. Kata puasa dalam bahasa Arab disebut dengan saum atau shaum  memiliki arti mengekang, menahan, dan mengendalikan. Sedang menurut syariat artinya menahan segala sesuatu yang dapat membatalkannya sejak terbitnya matahari yakni pada waktu Subuh hingga terbenamnya matahari, yakni pada waktu Maghrib.

Dari pengertian puasa atau shaum diatas dapat di pahami bahwa, puasa melatih seseorang untuk bersabar menahan diri untuk tidak makan, minum, bergaul suami-istri disiang hari dan hal lain yang membatalkan.

Ramadhan tahun ini begitu "istimewa", sebab, semua aktifitas dikerjakan dari rumah, bekerja dirumah bahkan ibadahpun dikerjakan dirumah, jika ramadhan tahun-tahun sebelumnya, masjid dan mushola selalu penuh untuk kegiatan ramadhan, baik sholat berjamaah, kajian maupun berbuka puasa bersama, bahkan iktikaf tahun ini ditiadakan, dan ibadah dirumah, mengapa? Karena  ramadhan kali ini  masih dalam masa penyebaran pandemi covid-19.

Bagi orang yang beriman, ketika menyikapi adanya penyebaran pandemi covid-19 saat ramadhan tiba, tentu dimaknai sebagai bagian dari uji kesabaran. Rasulullah SAW memuji karakter orang-orang yang beriman dalam sabdanya.

Dari Suhaib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mu'min: Yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya." (HR. Muslim, dalam Shahihnya, Kitab Al-Zuhud wa Al-Raqa'iq, Bab Al-Mu'min Amruhu Kulluhu Khair, hadits no 2999

Hadits tersebut memberikan gambaran tentang sifat dan karakter orang yang beriman. Yaitu, orang yang memiliki pesona, yang digambarkan Rasulullah SAW dengan istilah 'ajaban' ( ). Karena sifat dan karakter ini akan mempesona siapa saja, yang berpangkal dari positif  thinking, yang selalu memandang segala persoalnya yang dihadapi dengan cara pandang positif  bukan negatif

Orang yang beriman, ketika mendapatkan kebahagiaan, kebaikan, kesuksesan dan kesenangan, maka dia akan merefleksikannya dalam bentuk rasa sukur terhadap Allah SWT. Mengapa, Karena dia tahu dan faham bahwa itu semua merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada dirinya. Dan sebaliknya, ketika mendapatkan suatu musibah, bencana, rasa duka, sedih, kemalangan (termasuk adanya  wabah pandemi covid-19) dan hal-hal negatif lainnya, ia akan bersabar. Karena meyakini bahwa hal tersebut merupakan cobaan bagi dirinya, sehingga refleksinya adalah dengan bersabar dan mengembalikan semuanya kepada Allah SWT.

Sabar adalah salah satu ciri mendasar dari orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Makna sabar adalah sebuah istilah yang berasal dari bahasa Arab, dan sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. berasal dari kata "Shobaro", yang membentuk masdar menjadi "shabran". Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Sedangkan secara  istilah, sabar adalah,  menahan diri dari sifat kegundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah.

Dalam al-Qur'an, terdapat  banyak ayat yang membahas  tentang kesabaran. Jika ditelusuri setidaknya terdapat 103 kali disebut dalam al-Qur'an, kata dasar sabar; baik berbentuk isim maupun fi'ilnya.

Di antara perintah tentang sabar adalah firman Allah dalam Al-Qur'an: Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS. Al-Kahfi/ 18 : 28)

Perintah untuk bersabar pada ayat di atas, adalah untuk menahan diri dari keingingan 'keluar' dari komunitas orang-orang yang beriman (yang menyeru Rabnya) serta selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin bersama dengan orang-orang yang lalai dari mengingat Allah SWT (tidak bertangungjawab).

Jika kita maknai, ayat tersebut dalam konteks penyebaran wabah covid-19, maka, hari ini kita sedang dilatih oleh ramadhan dengan puasa pada masa pandemi, untuk terus berusaha sabar menghadapi cobaan dengan memiliki komunitas orang yang beriman (orang baik), yang mempunyai jiwa optimism, ber-positif  thinking  dan menyandarkan semua persoalan kepada Allah SWT, serta menjauhi dari orang-orang yang selalu pesimis dalam menatap kehidupan.

Wallahu 'alam bishowab

Bekasi, 13 Ramadhan 1441 H/ 6 Mei 2020

Penulis adalah dosen pascarsajana Institut PTIQ Jakarta dan Direktur Lembaga Kajian Islam dan Psikologi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun