Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar dari Guru Penggerak

7 Februari 2023   11:52 Diperbarui: 7 Februari 2023   13:17 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu Eni Megawati, S.Pd (calon guru penggerak) saat memimpin diskusi bersama guru-guru (Sumber: Dokumen Pribadi)

Pertama kali mendengar program guru penggerak, terlintas dalam benak penulis, sebuah pertanyaaan: apa urgensinya?  Toh, sudah banyak program pemerintah dalam upaya pemberdayaan sumberdaya para pendidik. Apa masih kurang?  Atau ini hanya akal-akalan untuk kepentingan "politik anggaran".

Berangkat dari pemikiran tersebut, hampir pasti penulis tidak pernah mengkaji tema tentang guru penggerak.  Saat itu, bagi penulis, apa pun programnya, seorang guru cukup menguasai materi ajar dan motode pembelajaran. Selebihnya, ibarat bumbu-bumbu sebagai penambah cita rasa seorang guru tanpa sumbangsi yang berarti bagi perkembangan peserta didik.

Namun, dalam perjalan waktu, pikiran tersebut mulai berubah. Seiring dengan pengalaman penulis di tempat kerja baru yaitu di SMA Theresiana Weleri. Saat ini sekolah SMA Theresiana Weleri memiliki calon guru penggerak. Ibu Eni Megawai, S.Pd, satu-satunya calon guru penggerak dari SMA Theresiana Weleri. Hal ini menjadi kebanggan serta motivasi bagi kami untuk mengikuti jejak beliau.

Ibu Eni, sapaan kami untuk beliau, sering membagikan pengalaman selama berproses menjadi guru penggerak. Tidak hanya itu, acap kali beliau berdiskusi dengan para guru yang lainnya.  Penulis termasuk salah satu guru yang sering kali diajak berdiskusi. Singkat cerita penulis banyak tahu dan menyadari bahwa ada hal baru yang ingin diwujudkan dalam program guru penggerak.

Guru penggerak diharapkan menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong adanya transformasi seluruh aspek melalui pendekatan bepusat pada siswa sehingga mewujudkan profil Pelajar Pancasila. Maka tidak heran, untuk menjadi guru penggerak perlu pembekalan melalui pelatihan daring, lokakarya, konferensi, dan pendampingan selama 9 bulan.  Inilah yang sedang dilaksanakan oleh Ibu Eni, calon guru penggerak dari sekolah kami.

Para pembaca kompasiana yang budiman, ulasan ini tidak spesifik menguraikan tentang apa dan bagamana itu guru penggerak. Tulisan ini sebagai hasil refleksi penulis setelah berdiskusi dan berbagi pengalam dengan Ibu Eni sebagai calon guru penggerak dari SMA Theresian Weleri. Setidaknya ada beberapa intisari menjadi entry point bagi penulis sebagai guru di SMA Theresiana Weleri.

Pertama, Perubahan paradigma pembelajaran

Salah satu tema yang pernah kami diskusikan bersama guru penggerak adalah keyakinan kelas. Menariknya, pemateri yaitu guru penggerak secara tegas membatasi konsep keyakinan kelas dan peraturan kelas. 

Dua hal yang kontradiktif dan seringkali salah kaprah dalam penerapannya. Perbedaan di antara keduanya yaitu keyakinan kelas sifatnya lebih abstrak dibandingkan peraturan kelas. Selain itu keyakinan kelas timbul atas dasar kesepakatan bersama antara guru dan siswa, sedangkan peraturan timbul atas inisiatif guru.

Ibu Eni Megawati, S.Pd (calon guru penggerak) saat memimpin diskusi bersama guru-guru (Sumber: Dokumen Pribadi)
Ibu Eni Megawati, S.Pd (calon guru penggerak) saat memimpin diskusi bersama guru-guru (Sumber: Dokumen Pribadi)

Berangkat dari itu, maka paradima pembelajaran lama sudah tidak relevan lagi. Pembelajaran yang hanya berorentasi pada pengembangan aspek kognitif serta pendeketan teacher center atau guru sentris bertentangan dengan filosofis pembelajaran yang berorentasi pada profil Pelajar Pancasila. Dengan kata lain, paradigma pembelajaran berorentasi pada pengembangan potensi masing-masing peserta didik sebagai pribadi yang unik.

Sebagiamana digagas oleh tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara bahwa dasar pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman.

Kodrat alam berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan isi dan irama. Proses pembelajaran di kelas berupaya semaksimal mungkin membantu dan membimbing peserta didik agar muncul sifat-sifat baik mereka. Maka dari itu, format pembelajaran disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing siswa.

Sebelum nentukan format pembelajaran yang akan diterapkan, langkah yang harus dilakukan oleh guru adalah sebagai berikut:

1. Mengdentifikasi kebutuhan dan kemampuan dari masing-masing peserta didik;

2. Mengindetifikasi kemampuan sumberdaya sekolah (fasilitas sekolah) yang berhungan erat dengan proses pembelajaran;

3. Menyusun tujuan pembelajaran yang ingin dicapai baik pada skala individu maupun kelas;

4. Mentukan format penilaian (evaluasi) pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun