Membandingkan kedua figur antara Joko Widodo dengan Anies Baswedan memang tidaklah sulit. Dilihat dari sepak terjak berpolitikan, Joko Widodo memiliki jam terbang yang jauh lebih mumpuni dari pada Anies Baswedan. Selain itu, Joko Widodo kala itu hadir sebagai sosok yang fenomenal.
Dua tahun memimpin ibukota, publik langsung melihat hasik kerja Joko Widodo. Pribadi Joko Wido yang sederhana banyak disukai oleh mayoritas publik Indonesia. Hal ini berbeda dengan posisi Anies Baswedan saat ini. Ada beberapa alasan mengapa jalan terjal menuju RI 1 dihadapkan pada Anies Baswedan.
Pertama, program kerja proritas pemerintah DKI Jakarta yang belum terwujud
Mayoritas publik masih menanti program kerja unggulan Anies Baswedan. Apalagi program kerja tersebut merupakan manifesto politik yang mengantar Anies Baswedan menduduki kursi nomor satu DKI Jakarta. Program kerja tersebut adalah rumah DP nol persen, naturalisasi sungai dan program Oke Oce.Â
Mayoritas publik menilai Anies Baswedan minim terobosan. Walaupun dibawah kepemimpinan Anies Baswedan selalu mendapat catatan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Hal ini tidak selalu membuat publik puas mengingat masih banyak catatan seperti kelebihan bayar dan lain sebagainya. Baca: BPK Temukan Kelebihan Bayar Gaji Pegawai Pemprov DKI Rp4,17 M
Setidaknya ada dua program kerja yang dilakukan oleh Anies Aswedan yang dianggap berhasil yaitu pembangunan stadion Jakarta International Stadium dan melaksanakan even balap Formula E. Akan tetapi, hal ini bukanlah trobosan yang prestisius. Sebab, hal tersebut sangat kontras dengan tingkat kemiskinan yang semakin tinggi dibawa kepemimpinan Anies Baswedan. Baca: Ironi Jakarta: Orang Miskin Makin Banyak, Ketimpangan Nyata!
Kedua, gerakan politik identitas yang ditujukan kepada Anies Baswedan
Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 merupakan pilkada paling brutal. Polarisasi masa terjadi begitu kuat sehingga meninggalkan luka yang tak kunjung sembuh. Segala cara dipakai termasuk politik identitas. Pada posisi ini pihak Anies Baswedan dituduh menggunakan politik identitas tersebut.
Tidak heran banyak gerakan yang menolak politik identitas. Tentu gerakan tersebut ditujukan kepada Anies Baswedan. Semakin kuat Anies Baswedan membersihan diri dari stigma tersebut, semakin kuat juga publik memberikan bukti melalui jejak digital.
Gerakan #politik identitas di berbagai media sosial menunjukkan adanya penolakan yang cukup masif bagi Anies Baswedan. Berbagai langkah coba dilakukan Anies Baswedan untuk menghilangkan stigma tersebut. Secara politik ini sangat membahayakan Anies Baswedan, sebab mayoritas publik menolak politik identitas.
Publik tentu masih ingat dengan kasus jenazah Mpo Hindun yang ditelantarkan karena memilih Ahok. Masih banyak lagi gerakan untuk tidak menshalatkan jenazah pendukung Ahok. Gerakan yang begitu masih tersebut telah membekas dihati publik. Baca: Jenazah Nenek Hindun Ditelantarkan Warga Setelah Pilih Ahok
Ketiga, mendukung Anies Baswedan dengan cara membenci Joko Widodo
Mayoritas pendukung Anies Baswedan adalah mereka yang tidak suka terhadap presiden Joko Widodo. Ketidaksukaan itu tidak saja tercermin dalam gagasan-gagasan kritis namun terefleksi dalam berbagai ujaran kebencian. Bagi penulis, ini merupakan kebodohan terbesar dari para pendukung Anies Baswedan.Â