Tidak semua logika publik diikuti dalam sistem kepartaian. Seperti, publik lebih memilih tokoh ketimbang partai politik atau preferensi politik di Indonesia adalah figur bukan partai. Itu bukan berarti partai politik sudah tidak penting lagi. Atau seseorang boleh seenaknya saja mencalonkan diri tanpa melalui kaderisasi di partai politik.
Presidential threshold mengubah paradigma politik. Partai politik yang membesarkan figur, bukan figur yang membesarkan partai politik. Selama ini memang belum dilaksanakan secara baik oleh partai politik dalam hal pengkaderisasian.
Membesarkan partai adalah tanggung jawab kader. Kerja keras para kader yang membesarkan partai tentu akan mendapatkan insentif politik berupa kenaikan elektabilitas.Â
Partai politik sebagai infrastruktur politik yang berfungsi mengendalikan kekuasaan. Maka partai politik harus mendapatkan legitimasi publik. Bagaimana mungkin seorang presiden yang memenangi pemilu dari partai yang tidak mendapatkan legitimasi publik. Ini justru mereduksi peran-partai politik sebagai infrastruktur politik.
2. Kualitas dan kapabilitas pemimpin tidak selalu ekuivalen terhadap jumlah calon pemimpin
Secara prinsip dan praktis kapabilitas dan kualitas pemimpin tidak relevan terhadap jumlah calon pemimpin yang akan dipilih. Alternatif banyak pilihan tidak selalu selaras dengan kualitas pemimpin yang dihasilkan. Sebagai contoh, di negara maju sekali pun seperti Amerika Serikat calon presiden hanya terdiri dari 2 pasang.
Di Indonesia anggota DPR dipilih langsung oleh rakyat dengan jumlah calon yang tidak sedikit. Akan tetapi kualitas dan kapabilitas anggota dewan yang dihasilkan melalui pemilu masih jauh dari ekspektasi publik.Â
Penulis berani menyimpulkan bahwa kualitas dan kapabilitas seorang pemimpin (presiden) tidak bergantung pada variasi pilihan (jumlah) yang disodorkan pada pemilih (publik).
Kita tidak menafikan bahwa figur non partai memiliki kapabilitas dan kualitas yang baik. Bagi sebagian kalangan presidential threshold menghambat karier politik dari figur non partai.Â
Penulis berpendapat bahwa dalam negara demokrasi dengan sistem kepartaian maka suka atau tidak hanya melalui partai politik seorang dapat dicalonkan menjadi presiden. Jika ingin berpolitik maka wajib menjadi anggota partai. Dengan demikian, jika ingin menjadi presiden maka sudah semestinya menjadi anggota partai.
3. Tidak seorang pun yang berhasil memimpin tanpa dukungan partai politik yang kuat