2. Pertimbangan efek ekor jas
Partai NasDem tentu saja realitas terhadap dinamika perpolitikan di internal partai. Tanpa ada kader yang memiliki elektabilitas mumpuni maka langkah yang terbaik adalah mendukung calon diluar kader partai. Tentu figur yang dapat mempengaruhi suara partai (efek ekor jas).
NasDem termasuk partai yang bisa dengan mudah beradaptasi dengan beberapa tokoh. Termasuk beberapa tokoh yang dianggap berhaluan kanan yang selama ini dikesankan berbeda dengan pemerintah Joko Widodo. Berbeda dengan PDI-P yang secara terbuka "mengunci pintu koalisi" terhadap tokoh dan beberapa partai politik.Â
NasDem memiliki kepentingan untuk tetap mempertahankan sebagai salah partai yang lolos parliamentary threshold pada pileg 2024.
Hasil survei SMRC menunjukan bahwa partai NasDem berada pada Klaster 4, partai yang kurang stabil untuk lolos ambang batas parlemen bersama PAN, dan PPP. Walaupun pemilu masih lama, namun ini menjadi acuan utama bagi NasDem dalam menentukan strategi politik kedepannya.Â
Beberapa petinggi partai NasDem berpendapat bahwa pemilih lebih melihat figur dari pada partai dalam menentukan pilihan.Â
Sejalan dengan itu, tentu partai NasDem akan menerapkan strategi yang sama untuk untuk pileg dan pilpres 2024. Sama-sama mengandalkan figur potensial untuk menggaet suara.
NasDem menginginkan figur non partai sehingga memudahkan mereka dalam mengkapitalisasi figur tersebut menjadi keuntungan elektoral.Â
Dan figur tersebut adalah Anies Baswedan, yang belakangan santer terdengar bakal didukung oleh partai NasDem. Soal menang atau kalah itu tidaklah penting, yang penting adalah mempertahankan eksistensi partai.
Eksistensi partai NasDem harus tetap ada sembari menunggu kematangan dari kader potensial untuk maju sebagai calon orang nomor 1 di republik ini.Â
Surya Paloh tentu telah mempersiapkan putra mahkotanya Prananda Surya Paloh untuk meneruskan estafet kepemimpinannya baik di partai ataupun menjadi calon presiden di masa yang akan datang. Tentu bukan 2024, tapi kelak.