Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menanti Akhir Drama Aksi 212

3 Desember 2021   00:02 Diperbarui: 29 Desember 2021   18:29 1990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Aksi demonstrasi 212 pada 2 Desember 2016 (sumber: aceh.tribunnews.com)

Oleh. Eduardus Fromotius Lebe

(Penulis, Konsultan Skripsi dan Dosen)

Aksi 212 merupakan salah satu aksi terbesar disepanjang sejarah Indonesia. Aksi 212 dipicu lantaran adanya penistaan agama yang dilakukan oleh gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kala itu. Ahok kala itu dituduh telah melakukan penistaan agama Islam dengan mengutip Surat Al-Maidah.

Pro-kontra terjadi dikalangan masyarakat terutama dikalangan umat Islam. Puncaknya adalah melakukan aksi demonstrasi yang dilakukan pada tanggal 2 Desember 2016 yang sampai saat ini dikenal dengan aksi 212. Aksi ini secara terus menerus dilakukan walaupun Ahok telah di penjara dan sekarang sudah dibebaskan

Aksi ini semacam rutinitas bagi kelompok yang menanamkan diri sebagai alumni 212. Agenda dan tujuan aksi setiap tahun pun berbeda-beda. Kalau di tahun 2016 menuntut Ahok ditetapkan menjadi tersangka karena dianggap telah menistakan Agama Islam, namun tidak dengan tahun-tahun setelahnya. Bahkan aksi ini mengarah pada gerakan untuk menurunkan pemerintah yang sah yaitu presiden Joko Widodo.

Setelah berhasil "memenjarakan" Ahok, kandidat kuat Gubernur DKI Jakarta pada saat itu, aksi 212 ini pun berkembang menjadi aksi yang kerap memberikan kritik tajam kepada pemerintah. Di tahun 2020, alumni aksi 212 yang terdiri dari anggota FPI, Gerakan Nasional Pembela Fatwa Ulama (GNPFU), dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 meminta pemerintah untuk menindak tegas berbagai aktivitas pada Pilkada Seretak 2020 yang menimbulkan kerumunan. (selengkapnya dapat dibaca pada sumber 1).

Aksi 212 sering kali bermasalah dengan keamanan terutama polisi yang menjaga keamanan saat berlangsungnya aksi. Aksi 212 tidak hanya berlangsung pada tanggal 2 Desember saja.  Di tahun 2019 misalnya, polisi menetapkan dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Abdul Basith, beserta sembilan rekannya sebagai tersangka  terkait dugaan rencana kerusuhan di tengah Aksi Mujahid 212 Selamatkan NKRI di Jakarta pada Sabtu, 28 September 2019. Ini memperlihatkan bahwa aksi 212 tidak hanya berlangsung pada tanggal 2 Desember saja. (Selengkapnya dapat dibaca pada sumber 2)

Massa yang mengatasnamakan mujahid 212 berunjuk rasa di kawasan patung kuda jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Sabtu (28/9/2019).(KOMPAS.com)
Massa yang mengatasnamakan mujahid 212 berunjuk rasa di kawasan patung kuda jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Sabtu (28/9/2019).(KOMPAS.com)

Aksi 212 sepertinya tidak akan berhenti sampai tujuan kelompok ini tercapai. Agendanya cukup jelas yaitu merebut kekuasaan sehingga apa yang mereka inginkan bisa tercapai. Tuntutan yang paling utama adalah menerapkan sistem pemerintahan Kilafa dan hal itu ditolak oleh pemerintah Joko Widodo. Keputusan pemerintah ini sejalan dengan m mayoritas masyarakat, sebab sistem Kilafa ini bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Urgensi Reuni Aksi 212

Semua orang bertanya-tanya, apa urgensi reuni aksi 212? Mengingat apa yang mereka inginkan sudah terpenuhi. Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sudah divonis hukuman penjara dan sudah menjalani hukuman tersebut. Bahkan, Ahok pun sudah dibebaskan karena sudah menjalani hukuman tersebut selama 2 tahun di penjara.

Tanggal 2 Desember 2021 aksi 212 memiliki agenda dengan tiga tuntutan kepada pemerintah pusat. Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif menyuarakan tiga tuntutan dalam aksi Reuni 212 di kawasan Jakarta Pusat. Pertama, peserta aksi Reuni 212 menuntut penghentian kriminalisasi ulama. Namun, ia tak menyinggung siapa pihak yang mendapat kriminalisasi itu. 

Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif (sumber: suara.com)
Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif (sumber: suara.com)

Kedua, Slamet menyuarakan pembelaannya kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) usai narasi dorongan pembubaran MUI karena salah satu anggota komisi fatwanya ditangkap Densus 88. Slamet tak mau MUI dibubarkan. Ketiga, Slamet mengajak para peserta aksi 212 untuk menolak adanya praktik korupsi. Slamet pun menyoroti dugaan korupsi pada bisnis pengadaan tes PCR. (Selengkapnya dapat dibaca pada sumber 3) 

Ketiga tuntutan tersebut sebenarnya tidaklah masuk akal. Sebab sejauh ini belum pernah pemerintah melakukan kriminalisasi terhadap ulama. Tidak ada satu pun ulama yang ditangkap tanpa dasar atau ada ulama yang ditangkap tanpa alasan yang jelas. Artinya, pemerintah dalam hal ini adalah pihak kepolisian telah melakukan tugasnya sesuai dengan standar operasional prosedur yang sudah ditetapkan.

Pemerintah secara tidak pernah secara resmi mengeluarkan pernyataan untuk membubarkan lembaga MUI. Inisiatif usulan pembubaran MUI berasal dari sebagian kalangan masyarakat yang merasa kewenangan MUI sepertinya tidak terlalu penting. Ditambah lagi pengurus MUI yang terlibat dalam jaringan teroris. Dinamika semacam ini sebenernya sah-sah saja dalam ruang demokrasi. Yang tidak bisa ditoleransi adalah ada oknum teroris walaupun berasal dari ulama atau tokoh agama tertentu.

Semua orang sepakat bahwa korupsi adalah masalah serius dan luar biasa. Tidak boleh ada oknum koruptor yang dibiarkan bebas tanpa ada hukum yang setimpal. Namun, tuntutan aksi 212 tidak boleh mengarahkan penegak hukum untuk segera melakukan tindakan terhadap pihak-pihak yang menurut kehendak pihak 212 (dalam hal ini masalah alat PCR). 

Publik tentu bertanya, mengapa tidak ada tuntutan untuk indikasi korupsi formula E? Apakah karena ada Anies Baswedan makanya sengaja tidak menuntut membongkar kasus formula E? Atau lebih ekstrim lagi, tuntutan bersih-bersih MUI sebagai sarang teroris. Hal ini dilakukan agar publik memiliki kesan bahwa aksi 212 murni karena panggilan nurani untuk kemaslahatan bangsa dan negara. Sehingga, urgensi aksi 212 dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. 

Menanti Akhir Drama Aksi 212

Sepanjang pemerintah Joko Widodo belum berakhir, maka reuni aksi 212 akan terus berlanjut. Kelompok ini secara prinsip tidak sejalan dengan visi-misi presiden Joko Widodo. Termasuk dalam hal menekan pertumbuhan radikalisme di Indonesia.

Presiden Joko Widodo mengambil posisi yang berbeda dengan kelompok alumni 212. Pada dasarnya kelompok ini merupakan murni oposisi Pemerintah Joko Widodo di dalam masyarakat. Pada saat pemilu kelompok 212 bermetamorfosis menjadi tim sukses dari pasangan yang bukan representasi dari pemerintahan Joko Widodo.

Kekuatan kelompok aksi 212 ini pernah menjadi kekuatan utama dari calon gubernur Anies Baswedan - Sandiaga Uno serta calon presiden Prabowo Subianto - Sandiaga Uno. Pada pilkada DKI tahun 2017, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno berhasil menumbangkan petahana. Kekuatan kelompok 212 diyakini dapat menggoyangkan pemerintah Joko Widodo. Sebab, pengalaman di DKI Jakarta cukup membuktikan, sehingga dapat dipakai pada level nasional di pilpres 2019 kemarin.

Kekuatan kelompok 212 ternyata tidak mampu menumbangkan petahana Joko Widodo kala bertarung melawan Prabowo Subianto. Kelompok 212 kala itu secara terbuka mendukung penuh Prabowo Subianto. Kekuatan kelompok 212 tidak mampu mengulangi kemenangan seperti pada pilkada DKI Jakarta tahun 2017.

Di periode ke dua, kedigdayaan seorang Joko Widodo semakin tak tertandingi. Tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja pemerintah yang tinggi membuka peluang Joko Widodo mematikan langkah-langkah alumni 212. Beberapa pentolan alumni aksi 212 yang bermasalah secara hukum ditahan dan dipenjara.

Rizieq Shihab saat ditahan (sumber: tirto.id)
Rizieq Shihab saat ditahan (sumber: tirto.id)

Joko Widodo seperti tanpa beban saat memimpin pemerintahan di periode ke dua ini. Pentolan alumni 212 dan juga FPI, Rizieq Shihab ditangkap polisi karena melakukan tindak pidana. Rizieq Shihab akhirnya divonis dengan hukuman penjara selama empat tahun setelah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan penyiaran berita bohong dan menimbulkan keonaran dalam kasus tes usap di RS Ummi Bogor (selengkapnya bisa dibaca pada sumber 4)

Kekuatan kelompok 212 secara perlahan direduksi oleh pemerintah Joko Widodo. Seiring juga dengan menguatnya dukungan publik kepada pemerintah Joko Widodo. Alhasil, salah satu organisasi yang paling berperan dalam aksi 212 dibubarkan paksa oleh pemerintah. Organisasi tersebut adalah Front Pembela Islam atau lebih dikenal dengan sebutan FPI.

Kekuatan alumni 212 terletak pada organisasi FPI. Dengan pembubaran tersebut, secara langsung kekuatan kelompok 212 mulai memudar. Apalagi, FPI mejadi organisasi terlarang dan siapa saja yang membawa nama FPI tentu akan berurusan dengan hukum.

Pembaca Kompasiana yang budiman, apa pun alasannya, kekerasan atas nama kelompok tidak boleh tumbuh di bumi Indonesia ini. Setiap orang memiliki hak yang sama untuk hidup di negara tercinta ini. Oleh karena itu, tidak boleh lagi ada intimidasi terhadap berbagai kelompok masyarakat yang sekiranya berbeda dengan yang lain. Selama perbedaan tersebut tidak melanggar undang-undang yang berlaku di negara ini. Sekian.

Sumber Bacaan:

1. Mengenal Reuni 212, dari Aksi Melawan Ahok hingga Kriitik Pemerintah

2. Polisi Tetapkan Dosen IPB Tersangka Rencana Kerusuhan di Aksi Mujahid 212

3. Terkini dari Reuni 212, Sampaikan Tiga Tuntutan, Salah Satunya Menolak MUI Dibubarkan

4. Rizieq Shihab divonis empat tahun penjara: Pengaruhnya 'makin melemah' atau menunggu 'peran' saat Pilpres 2024?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun