Semua orang bertanya-tanya, apa urgensi reuni aksi 212? Mengingat apa yang mereka inginkan sudah terpenuhi. Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sudah divonis hukuman penjara dan sudah menjalani hukuman tersebut. Bahkan, Ahok pun sudah dibebaskan karena sudah menjalani hukuman tersebut selama 2 tahun di penjara.
Tanggal 2 Desember 2021 aksi 212 memiliki agenda dengan tiga tuntutan kepada pemerintah pusat. Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif menyuarakan tiga tuntutan dalam aksi Reuni 212 di kawasan Jakarta Pusat. Pertama, peserta aksi Reuni 212 menuntut penghentian kriminalisasi ulama. Namun, ia tak menyinggung siapa pihak yang mendapat kriminalisasi itu.Â
Kedua, Slamet menyuarakan pembelaannya kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) usai narasi dorongan pembubaran MUI karena salah satu anggota komisi fatwanya ditangkap Densus 88. Slamet tak mau MUI dibubarkan. Ketiga, Slamet mengajak para peserta aksi 212 untuk menolak adanya praktik korupsi. Slamet pun menyoroti dugaan korupsi pada bisnis pengadaan tes PCR. (Selengkapnya dapat dibaca pada sumber 3)Â
Ketiga tuntutan tersebut sebenarnya tidaklah masuk akal. Sebab sejauh ini belum pernah pemerintah melakukan kriminalisasi terhadap ulama. Tidak ada satu pun ulama yang ditangkap tanpa dasar atau ada ulama yang ditangkap tanpa alasan yang jelas. Artinya, pemerintah dalam hal ini adalah pihak kepolisian telah melakukan tugasnya sesuai dengan standar operasional prosedur yang sudah ditetapkan.
Pemerintah secara tidak pernah secara resmi mengeluarkan pernyataan untuk membubarkan lembaga MUI. Inisiatif usulan pembubaran MUI berasal dari sebagian kalangan masyarakat yang merasa kewenangan MUI sepertinya tidak terlalu penting. Ditambah lagi pengurus MUI yang terlibat dalam jaringan teroris. Dinamika semacam ini sebenernya sah-sah saja dalam ruang demokrasi. Yang tidak bisa ditoleransi adalah ada oknum teroris walaupun berasal dari ulama atau tokoh agama tertentu.
Semua orang sepakat bahwa korupsi adalah masalah serius dan luar biasa. Tidak boleh ada oknum koruptor yang dibiarkan bebas tanpa ada hukum yang setimpal. Namun, tuntutan aksi 212 tidak boleh mengarahkan penegak hukum untuk segera melakukan tindakan terhadap pihak-pihak yang menurut kehendak pihak 212 (dalam hal ini masalah alat PCR).Â
Publik tentu bertanya, mengapa tidak ada tuntutan untuk indikasi korupsi formula E? Apakah karena ada Anies Baswedan makanya sengaja tidak menuntut membongkar kasus formula E? Atau lebih ekstrim lagi, tuntutan bersih-bersih MUI sebagai sarang teroris. Hal ini dilakukan agar publik memiliki kesan bahwa aksi 212 murni karena panggilan nurani untuk kemaslahatan bangsa dan negara. Sehingga, urgensi aksi 212 dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.Â
Menanti Akhir Drama Aksi 212
Sepanjang pemerintah Joko Widodo belum berakhir, maka reuni aksi 212 akan terus berlanjut. Kelompok ini secara prinsip tidak sejalan dengan visi-misi presiden Joko Widodo. Termasuk dalam hal menekan pertumbuhan radikalisme di Indonesia.
Presiden Joko Widodo mengambil posisi yang berbeda dengan kelompok alumni 212. Pada dasarnya kelompok ini merupakan murni oposisi Pemerintah Joko Widodo di dalam masyarakat. Pada saat pemilu kelompok 212 bermetamorfosis menjadi tim sukses dari pasangan yang bukan representasi dari pemerintahan Joko Widodo.