Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosok Artikel Utama

Bila Pilpres 2024 Tanpa Ganjar Pranowo

15 November 2021   06:00 Diperbarui: 19 November 2021   08:30 2685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. (Foto: KOMPAS.com/RISKA FARASONALIA)

Di beberapa survei elektabilitas Ganjar Pranowo terbilang cukup tinggi. Selalu masuk posisi tiga besar dalam beberapa survei terakhir. 

Dan sesekali merajai tingkat elektabilitas dari beberapa figur yang potensial untuk maju di pilpres 2024 seperti Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Agustus Harimurti Yudhoyono, Puan Maharani dan lain sebagainya.

Kekuatan Ganjar Pranowo di beberapa survei ternyata tidak berbanding lurus dengan perannya di partai. 

Di tubuh partai PDI-P, Ganjar Pranowo bukan petinggi partai yang bisa mempengaruhi keputusan politik terutama untuk menentukan calon presiden di 2024. Ganjar Pranowo merupakan banteng sejati yang selalu taat pada keputusan partai.

Sejati Ganjar Pranowo bisa melalui manuver politik yang lebih mengingat tingkat elektabilitas yang kian kokoh. Namun dengan gaya yang khas dan sesekali berbahasa Jawa, menyampaikan bahwa soal capres adalah urusan ketua umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. 

Sebab, begitulah amanah kongres PDI-P, yang mendaulatkan Megawati Soekarnoputri sebagai satu-satunya figur yang memiliki wewenang tunggal dalam menentukan calon presiden untuk pilpres 2024.

Kewenangan besar inilah membuat orang bertanya-tanya kemana arah titah Megawati Soekarnoputri. Mengingat ada beberapa kader potensial yang bisa diusung oleh PDI-P.  

Salah satunya adalah putri Megawati Soekarnoputri yaitu Puan Maharani. Inilah yang sekiranya dibaca publik bahwa Megawati Soekarnoputri sedang dilema dalam menentukan calon pengganti presiden Joko Widodo.

Restu Megawati Soekarnoputri sangat penting bagi Ganjar Pranowo. Itu berarti Ganjar Pranowo akan memiliki kekuatan penuh dalam bertarung di pilpres 2024. 

Alternatif lain adalah jika Ganjar Pranowo tidak mendapatkan restu dari Megawati Soekarnoputri adalah maju melalui partai selain PDI-P. Hal ini mungkin saja terjadi mengingat elektabilitas Ganjar Pranowo yang tinggi.

Ganjar Pranowo bukan orang "kuat" di partai PDI-P. Tidak bisa berbuat banyak untuk menentukan nasibnya di pilpres 2024. Kekuatan para relawan yang menjadi amunisi terakhir bagi Ganjar Pranowo. Hal inilah menjadikan Ganjar Pranowo memiliki daya tawar tinggi untuk parpol-parpol diluar PDI-P.

Lalu, apa yang terjadi jika tanpa figur Ganjar Pranowo maju di pilpres 2024? Apakah negara akan keos? Tentu tidak. 

Tanpa Ganjar Pranowo pun pilpres akan tetap baik-baik saja. Tidak ada pengaruh nya sama sekali. Akan tetapi tidak dengan dengan kualitas demokrasi yang terjadi pada pilpres 2024 bila tanpa sosok Ganjar Pranowo.

Berbeda cerita, jika elektabilitas Ganjar Pranowo masih tinggi sampai menjelang pilpres 2024, namun tidak dilirik oleh partai politik. Tentu akan berdampak pada kualitas demokrasi itu sendiri. Berikut ini kemungkinan yang akan terjadi bila figur Ganjar Pranowo tidak dicalonkan dalam pilpres 2024.

1. Tingkat partisipasi publik saat pemilu diprediksi akan menurun

Jika elektabilitas Ganjar Pranowo menjelang 2024 di atas 50 persen maka akan ada dinamika politik yang cukup serius. 

Pendukung Ganjar Pranowo pasti kecewa karena calon pilihannya tidak dicalonkan dalam pilpres 2024. Bentuk kekecewaan tersebut bisa diekspresikan dalam bentuk gerakan golongan putih (golput).

Akan timbul kekecewaan dari pendukung Ganjar Pranowo. Terutama para relawan yang sudah bekerja keras melakukan sosialisasi terhadap sosok Ganjar Pranowo. Kekecewaan akan berdampak pada ketidakpercayaan seluruh proses pilpres 2024. 

Gejolak antipati terhadap proses pilpres berdampak pada penurunan tingkat keikutsertaan publik pada pemilu 2024. 

Bagi pendukung fanatik Ganjar Pranowo akan berpikir bahwa tidak perlu ikut mencoblos karena figur yang mereka inginkan tidak bisa mereka pilih. Jika mayoritas fanatik Ganjar Pranowo berpikir demikian maka tentu akan berpengaruh pada tingkat partisipasi publik di pilpres 2024.

2. Elektabilitas partai PDI-P akan merosot

Kekekalan PDI-P pasca reformasi terjadi di pemilu 2009. Kala itu PDI-P menjagokan Megawati Soekarnoputri untuk maju sebagai calon presiden melawan Petanahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Kala itu PDI-P berada di urutan tiga dengan perolehan suara Pileg 14,03 persen dibawah suara partai Demokrat dan partai Golkar.

Selain faktor popularitas dan elektabilitas SBY yang kala itu sulit tertandingi, publik juga menganggap figur Megawati Soekarnoputri sudah tidak layak lagi maju sebagai calon presiden. Kekalahan PDI-P pasti akan terulang kembali di pilpres 2014, kalau tidak memilih Joko Widodo maju sebagai calon presiden. 

Sebab, citra Prabowo Subianto kala itu jauh lebih baik ketimbang Megawati Soekarnoputri. Terbukti dari survei yang selalu mengunggulkan Prabowo Subianto ketimbang Megawati Soekarnoputri.

Survei terbaru suara PDI-P cenderung mengalami penurunan. Tentu tidak bisa disimpulkan bahwa PDI-P akan kalah di pemilu 2024. 

Akan tetapi jika strategi yang digunakan tidak tepat bukan tidak mungkin PDI-P akan kalah di pemilu 2024. Apalagi posisi PDI-P menempatkan kadernya hanya sebagai calon wakil presiden.

Jika Ganjar Pranowo tidak ditunjuk sebagai calon presiden maka relawannya akan bertindak sebaliknya. Jangan menganggap sepele dengan kerja keras relawan. 

Relawan selalu berkerja dengan hati tanpa memperhitungkan untung dan rugi. Jika mereka mencintai calon yang mereka jagokan maka tentu mereka akan berkerja secara maksimal pula. Bisa saja relawan Ganjar Pranowo akan pindah ke pada calon presiden yang didukung oleh partai lain.

Tentu ini akan berakibat pada penurunan jumlah basis pemilih PDI-P. Tidak memilih Ganjar Pranowo akan menimbulkan gejolak suara akar rumput PDI-P. Sebab, mayoritas penduduk PDI-P menginginkan calon presiden yang bisa menang dan mengantar PDI-P sebagai the ruling party.

3. Menguatkan kesan publik bahwa partai politik hanya milik elit partai

Sama halnya dengan Joko Widodo, Ganjar Pranowo pun dianggap merepresentasikan kader partai non elit. Joko Widodo kala ditunjuk sebagai calon presiden, bukan sebagai pengurus di struktur partai pada tingkat nasional. Namun, dengan terpilihnya Joko Widodo sebagai calon presiden setidaknya menurunkan persepsi publik tentang partai hanya milik elit semata.

Keadaan ini tentu akan berlaku Ganjar Pranowo, yang saat ini tidak sedang menjabat sebagai pengurus di struktur partai. Jika Ganjar Pranowo tidak mendapatkan restu dari PDI-P maka akan menguatkan kesan bahwa partai seyogyanya hanya milik para elit partai. Kesan ini akan menambah citra buruk partai politik di Indonesia.

Apalagi kalau Megawati Soekarnoputri memilih Puan Maharani yang notabene adalah putri kandungnya sendiri. Ini justru akan meningkatkan kesan baru bahwa PDI-P sebenarnya bukan milik kader seperti yang selalu dibangga-banggakan sebagai partai kader. PDI-P akan dicap sebagai partai milik keluarga.

Apakah dengan memilih Puan Maharani berarti PDI-P lantas disebut sebagai bukan partai kader? Puan Maharani juga kader, dan juga karirnya di partai berlambang banteng tersebut tidak tiba-tiba langsung dipuncak. Puan Maharani juga mengikuti kaderisasi layaknya para kader PDI-P yang lainnya. 

Bukan itu yang akan dipersoalkan, baik Puan Maharani maupun Ganjar Pranowo sama-sama kader partai. Yang perlu dipikirkan oleh PDI-P adalah kader yang berhasil dan mendapatkan penilaian positif dari publik layak untuk diusung. Sesederhana itu keinginan publik. 

Walaupun pilpres masih lama, namun potret hari ini Ganjar Pranowo lebih diapresiasi kinerjanya ketimbang Puan Maharani. 

Terbukti dari beberapa survei yang mengunggulkan Ganjar Pranowo ketimbang Puan Maharani. Suka atau tidak survei menjadi rujukan yang paling ilmiah untuk mengukur persepsi publik terhadap kinerja tokoh.

Lain ceritanya jika ada orang yang tidak percaya survei. Alasan pengetahuan atau sekedar ingin mengesampingkan hasil survei mungkin saja terjadi. Namun, metode survei masih menjadi rujukan utama dalam mengukur elektabilitas figur yang berpotensi maju untuk menjadi presiden.

Pembaca Kompasiana yang budiman, terutama para relawan Ganjar Pranowo, dinamika politik masih akan terus berlanjut sampai menjelang pilpres. Kita tentu berharap agar tetap menjaga persatuan ketika melakukan sosialisasi. 

Hindari provokasi yang sekiranya dapat merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hindari politik adu domba, serta tidak melakukan black campaign terhadap figur-figur yang lainnya. Indonesia damai, Indonesia sejahtera, itulah harapan kita. Semoga.

Mengeruda, 15 November 2021
Oleh. Eduardus Fromotius Lebe
(Penulis, Konsultan Skripsi dan Dosen)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun