Kekekalan PDI-P pasca reformasi terjadi di pemilu 2009. Kala itu PDI-P menjagokan Megawati Soekarnoputri untuk maju sebagai calon presiden melawan Petanahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).Â
Kala itu PDI-P berada di urutan tiga dengan perolehan suara Pileg 14,03 persen dibawah suara partai Demokrat dan partai Golkar.
Selain faktor popularitas dan elektabilitas SBY yang kala itu sulit tertandingi, publik juga menganggap figur Megawati Soekarnoputri sudah tidak layak lagi maju sebagai calon presiden. Kekalahan PDI-P pasti akan terulang kembali di pilpres 2014, kalau tidak memilih Joko Widodo maju sebagai calon presiden.Â
Sebab, citra Prabowo Subianto kala itu jauh lebih baik ketimbang Megawati Soekarnoputri. Terbukti dari survei yang selalu mengunggulkan Prabowo Subianto ketimbang Megawati Soekarnoputri.
Survei terbaru suara PDI-P cenderung mengalami penurunan. Tentu tidak bisa disimpulkan bahwa PDI-P akan kalah di pemilu 2024.Â
Akan tetapi jika strategi yang digunakan tidak tepat bukan tidak mungkin PDI-P akan kalah di pemilu 2024. Apalagi posisi PDI-P menempatkan kadernya hanya sebagai calon wakil presiden.
Jika Ganjar Pranowo tidak ditunjuk sebagai calon presiden maka relawannya akan bertindak sebaliknya. Jangan menganggap sepele dengan kerja keras relawan.Â
Relawan selalu berkerja dengan hati tanpa memperhitungkan untung dan rugi. Jika mereka mencintai calon yang mereka jagokan maka tentu mereka akan berkerja secara maksimal pula. Bisa saja relawan Ganjar Pranowo akan pindah ke pada calon presiden yang didukung oleh partai lain.
Tentu ini akan berakibat pada penurunan jumlah basis pemilih PDI-P. Tidak memilih Ganjar Pranowo akan menimbulkan gejolak suara akar rumput PDI-P. Sebab, mayoritas penduduk PDI-P menginginkan calon presiden yang bisa menang dan mengantar PDI-P sebagai the ruling party.
3. Menguatkan kesan publik bahwa partai politik hanya milik elit partai
Sama halnya dengan Joko Widodo, Ganjar Pranowo pun dianggap merepresentasikan kader partai non elit. Joko Widodo kala ditunjuk sebagai calon presiden, bukan sebagai pengurus di struktur partai pada tingkat nasional. Namun, dengan terpilihnya Joko Widodo sebagai calon presiden setidaknya menurunkan persepsi publik tentang partai hanya milik elit semata.