Keadaan ini tentu akan berlaku Ganjar Pranowo, yang saat ini tidak sedang menjabat sebagai pengurus di struktur partai. Jika Ganjar Pranowo tidak mendapatkan restu dari PDI-P maka akan menguatkan kesan bahwa partai seyogyanya hanya milik para elit partai. Kesan ini akan menambah citra buruk partai politik di Indonesia.
Apalagi kalau Megawati Soekarnoputri memilih Puan Maharani yang notabene adalah putri kandungnya sendiri. Ini justru akan meningkatkan kesan baru bahwa PDI-P sebenarnya bukan milik kader seperti yang selalu dibangga-banggakan sebagai partai kader. PDI-P akan dicap sebagai partai milik keluarga.
Apakah dengan memilih Puan Maharani berarti PDI-P lantas disebut sebagai bukan partai kader? Puan Maharani juga kader, dan juga karirnya di partai berlambang banteng tersebut tidak tiba-tiba langsung dipuncak. Puan Maharani juga mengikuti kaderisasi layaknya para kader PDI-P yang lainnya.Â
Bukan itu yang akan dipersoalkan, baik Puan Maharani maupun Ganjar Pranowo sama-sama kader partai. Yang perlu dipikirkan oleh PDI-P adalah kader yang berhasil dan mendapatkan penilaian positif dari publik layak untuk diusung. Sesederhana itu keinginan publik.Â
Walaupun pilpres masih lama, namun potret hari ini Ganjar Pranowo lebih diapresiasi kinerjanya ketimbang Puan Maharani.Â
Terbukti dari beberapa survei yang mengunggulkan Ganjar Pranowo ketimbang Puan Maharani. Suka atau tidak survei menjadi rujukan yang paling ilmiah untuk mengukur persepsi publik terhadap kinerja tokoh.
Lain ceritanya jika ada orang yang tidak percaya survei. Alasan pengetahuan atau sekedar ingin mengesampingkan hasil survei mungkin saja terjadi. Namun, metode survei masih menjadi rujukan utama dalam mengukur elektabilitas figur yang berpotensi maju untuk menjadi presiden.
Pembaca Kompasiana yang budiman, terutama para relawan Ganjar Pranowo, dinamika politik masih akan terus berlanjut sampai menjelang pilpres. Kita tentu berharap agar tetap menjaga persatuan ketika melakukan sosialisasi.Â
Hindari provokasi yang sekiranya dapat merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hindari politik adu domba, serta tidak melakukan black campaign terhadap figur-figur yang lainnya. Indonesia damai, Indonesia sejahtera, itulah harapan kita. Semoga.
Mengeruda, 15 November 2021
Oleh. Eduardus Fromotius Lebe
(Penulis, Konsultan Skripsi dan Dosen)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H