Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Bila Bukan Ganjar, PDI-P Keok?

6 November 2021   05:03 Diperbarui: 6 November 2021   05:07 872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Momen Kebersamaan Pasangan Capres-cawapres Mega-Hasyim (sumber: news.detik.com)

Panas dingin hubungan Ganjar Pranowo dengan PDI-P mulai memasuki babak baru. Saling sindir antar kader di ruang publik seakan memberikan kesan bahwa partai berlambang banteng ini tidak sedang baik-baik saja. Dinamika di tubuh banteng sejati tidak "sesepih" ruang kontemplasi Megawati Soekarnoputri.

Ibarat perang, Belanda memang masih jauh, namun tentara sudah siaga. Pilpres masih 2024 namun riak-riak politik di dunia maya mulai memanas. Muncul berbagai relawan dan mendeklarasikan pasangan calon presiden yang mereka inginkan. Suhu politik seketika memanas.

Sejatinya ditubuh partai berlambang tersebut memiliki setidaknya tiga fitur pengganti presiden Joko Widodo. Figur-figur tersebut adalah Ganjar Pranowo, Puan Maharani dan Tri Rismaharini. Dari segi elektabilitas ketiga tokoh tersebut, berdasarkan potret survei hari ini elektabilitas jauh di atas Puan Maharani dan Tri Rismaharini.

Elektabilitas Ganjar Pranowo pun masuk tiga besar dan bersaingan ketat bersama tokoh-tokoh potensial lainnya seperti Prabowo Subianto dan Anis Baswedan. Bahkan survei terakhir yang dilakukan lembaga survei Poltracking tingkat keterpilihan Ganjar Pranowo tertinggi diatas Prabowo Subianto dan Anis Baswedan. Ganjar Pranowo dipilih oleh 18,2 persen responden dalam pertanyaan terbuka.

Dalam hasil survei pertanyaan terbuka (top of mind) capres 2024, nama-nama yang terekam antara lain, Ganjar Pranowo (18,2 persen), Prabowo Subianto (17,1 persen), dan Anies Baswedan (10,2 persen) (CNN Indonesia, 25/10/2021). Ini signal kuat dukungan masyarakat kepada Ganjar Pranowo. Walaupun masih jauh, namun PDI-P melalui ketua umum Megawati Soekarnoputri harus sudah menyiapkan beberapa skenario untuk pilpres 2024.

Dilema Megawati Soekarnoputri

Suka atau tidak, Megawati Soekarnoputri dilematis dalam menentukan calon presiden dari partai banteng tersebut. Puan Maharani Putri nya, atau Ganjar Pranowo yang memiliki elektabilitas tinggi saat ini. Melalui Hasto Kristiyanto, sekretaris jenderal partai PDI-P menyampaikan bahwa Megawati Soekarnoputri sedang kontemplasi untuk menentukan calon presiden pengganti Joko Widodo.

Signal bahwa ibu Megawati Soekarnoputri butuh waktu panjang untuk menentukan calon presiden penerus Joko Widodo. Rekam jejak Megawati Soekarnoputri dalam menentukan calon pemimpin seperti kepala daerah dan presiden memang tidak bisa diragukan lagi. Tidak mudah terpengaruh oleh tekanan termasuk dari publik.

Megawati Soekarnoputri memiliki peran sentral dalam menentukan calon presiden. Mandat penuh dari anggota partai melalui kongres, membuat Megawati Soekarnoputri memiliki hak prerogatif penuh dalam menentukan calon presiden. Semua anggota partai banteng tunduk pada keputusan Megawati Soekarnoputri.

Tidak ada pilihan lain selain memilih kader sendiri untuk maju dalam kontestasi pilpres 2024. Partai besar, punya kader yang mumpuni, tidak mungkin PDI-P mendukung calon presiden di luar kader partai. Hitung-hitungan nya jelas, selain nama besar partai, efek ekor jas juga menjadi perhatian utama para sang ketum Megawati Soekarnoputri.

Momen kebersamaan Megawati Soekarnoputri dan Ganjar Pranowo (sumber: genpi.co)
Momen kebersamaan Megawati Soekarnoputri dan Ganjar Pranowo (sumber: genpi.co)

Bagi penulis, tidak ada cara lain untuk Ketum PDI-P selain merujuk pada elektabilitas tokoh. Tidak bermaksud membandingkan tokoh Ganjar Pranowo dengan Puan Maharani. Sama-sama kader partai, sama-sama diorbitkan partai, sama-sama banteng sejati. Celaka kalau mengikuti logika Bambang Pacul yang sengaja menggiring opini publik bahwa Ganjar Pranowo adalah kader yang tidak tahu berterima kasih.

Sejauh ini Ganjar Pranowo tidak melakukan manuver politik yang sekiranya dapat mencoreng partai. Petugas partai harus menjalankan perintah partai sesuai instruksi ketua umum partai PDI-P. Ganjar Pranowo sudah menjalankan perintah partai. Jika insentif kerja Ganjar Pranowo adalah kenaikan elektabilitas maka tak perlu dipersoalkan. Bukan kah itu keinginan seluruh partai? Kaderisasi berjalan dengan baik.

Belajar dari kekalahan PDI-P di masa lalu

Tidak bermaksud menggurui Megawati Soekarnoputri, namun fakta sejarah tidak selalu berpihak pada partai PDI-P. Di era reformasi PDI-P pernah kalah di pemilu tahun 2004 dan 2009. Kekalahan terbesar PDI-P terjadi di pada tahun 2009 di masa emasnya presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 

Penulis sengaja memberikan pengantar untuk mengingatkan kita bahwa di masa reformasi PDI-P pernah kalah dalam pilpres. Ini berarti kekuatan PDI-P secara kepartaian jika tidak didukung oleh figur yang dicintai rakyat maka akan kalah dalam konstelasi pemilu. Oleh karena itu diawal tulisan ini ingin menegaskan bahwa PDI-P bisa keok kalau tidak mencalonkan figur yang potensial untuk menang alias direstui rakyat.

Sekaligus mengcounter isu bahwa Ganjar Pranowo tidak apa-apa nya tanpa PDI-P. Benarkah demikian? Jawabannya tidak demikian. Tugas partai adalah melakukan kaderisasi secara baik. Dan Ganjar Pranowo melalui proses tersebut. Lalu apa yang mau dipertentangkan dari itu semua.

Justru kalau tanpa kader berkelas seperti Joko Widodo, Ganjar Pranowo dan Tri Rismaharini maka PDI-P tidak akan bisa menjadi the ruling party. PDI-P perlu belajar dari kekalahan di pilpres 2004. Megawati Soekarnoputri berpasangan dengan Hasyim Muzadi kalah dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dengan Jusuf Kalla. Di putaran kedua, pasangan Mega-Hasyim hanya meraut 39,38% suara dan pasangan SBY-JK yang meraut suara 60,62%.

Momen Kebersamaan Pasangan Capres-cawapres Mega-Hasyim (sumber: news.detik.com)
Momen Kebersamaan Pasangan Capres-cawapres Mega-Hasyim (sumber: news.detik.com)

Jika mengikuti logika bahwa kekuatan partai dapat mendorong elektabilitas tokoh dan memenangkan pilpres, maka sejauh ini di Indonesia belum pernah terjadi. Justru kebalikannya, iya. Partai kecil menjadi besar karena ada figur yang yang berpengaruh dan dapat menarik simpati rakyat. Salah satu contoh partai Demokrat yang besar karena ada figur SBY. Ini fakta yang tidak bisa terbantahkan.

Di pileg tahun 2004 PDI-P kalah dari partai Golkar. Kemenangan Golkar kala itu karena konfigurasi para caleg partai Golkar yang memiliki basis masa yang kuat di daerah-daerah. Demikian halnya PDI-P yang mengandalkan figur Megawati Soekarnoputri, Golkar pun mengandalkan kekuatan para tokoh di setiap daerah yang masih berpengaruh dari masa orde baru.  

Secara sederhana ini membuktikan bahwa gerakan partai tak akan memiliki efek berarti dalam menaikkan daya tawar ketokohan seseorang. Bukti kekuatan partai PDI-P tidak mampu memenangkan pileg di tahun 2004. Padahal, sebelumnya PDI-P adalah partai pemenang pemilu di tahun 1999 dan Megawati Soekarnoputri adalah presiden RI. 

Tidak berarti mengkerdilkan peran partai, namun hanya ingin mengingatkan bahwa partai politik milik anggota partai. Tidak juga bermaksud membela Ganjar Pranowo, namun PDI-P tidak bisa dilihat secara terpisah ala Bambang Pacul. Secara organisasi PDI-P juga milik Ganjar Pranowo dan jangan salah PDI-P juga milik konstituen. Ini yang perlu dipahami oleh Bambang Pacul. 

Pendukung Bambang Pacul mencoba mengungkit peran Bambang dalam meningkatkan suara partai di Jawa Tengah saat pileg dan pilpres di 2019. Jika itu rujukan yang dipakai maka  variabel tersebut sulit untuk di uji kebenaran nya. Di Jawa tengah dikenal kandang banteng, gubernur Jawa Tengah kader PDI-P, dan salah satu calon presiden adalah Joko Widodo yang juga merupakan kader PDI-P. Bagaimana dapat menyimpulkan bahwa Bambang Pacul berperan penting.

Kembali ke topik utama, Megawati Soekarnoputri memang memiliki otoritas penuh dalam memberikan dukungan kepada kader yang layak menggantikan Joko Widodo. Baik Ganjar Pranowo maupun Puan Maharani adalah kader partai. Namun, Ibu Mega harus melihat realita politik saat ini. Siapa yang paling diinginkan rakyat, itulah yang dipilih. Tidak perlu lagi memikirkan siapa yang banteng sejati atau tidak. Bukan kah dua-duanya adalah hasil didikan PDI-P. Kesan bahwa Ganjar Pranowo bukan kader sejati sangatlah tidak patut apalagi hanya dijadikan alasan untuk menyingkirkannya dari bursa calon presiden.

Lalu, Bagaimana bila Bukan Ganjar?

Potret hari ini elektabilitas Ganjar Pranowo masih tinggi dan diprediksi akan terus naik. Seiring dengan popularitas yang semakin meningkat maka tingkat elektabilitas pun demikian. Inilah satu-satunya harapan PDI-P, jika elektabilitas Puan Maharani masih dibawah angka 3 persen.

Jika bukan Ganjar, tentu Puan Maharani yang akan di pilih. Langkah selanjutnya ada memastikan elektabilitas Puan Maharani naik seiring waktu. Pertanyaan apakah pendukung Ganjar Pranowo beralih ke puan Maharani? Belum tentu. Bisa saja mereka akan lebih memilih golput. Dan jika ini terjadi maka sudah pasti calon presiden yang diusung PDI-P akan kehilangan banyak suara.

Bagaimana mungkin pendukung Ganjar Pranowo harus rela kehilangan tokoh yang mereka jagokan. Bisa jadi, mereka akan berubah dukungan karena kecewa. Perlu dicatat, potret hari ini pendukung Ganjar Pranowo itu banyak dan sudah membentuk relawan di mana-mana.  

Potret hari ini juga, simulasi calon presiden dari kader PDI-P diluar nama Ganjar Pranowo tidak menggembirakan. Menurut salah satu lembaga survei, jika Puan Maharani berpasangan dengan Prabowo Subianto pun akan kalah dengan pasangan yang lainnya. Memang 2024 masih jauh, namun kalkulasi politik harus sudah mulai dari sekarang.

Penulis berharap bahwa elit partai banteng ini tidak mengeluarkan statement yang seolah menyudutkan Ganjar Pranowo. Seolah-olah Ganjar Pranowo memiliki dosa besar terhadap PDI-P. Jangan sampai ada kesan yang pada publik, PDI-P menganaktirikan Ganjar Pranowo dan menganakemaskan Puan Maharani.

PDI-P jangan terlalu percaya diri bahwa siapa pun yang akan dicalonkan dengan modal kekuatan partai pasti akan memenangkan pilpres di 2024. Ingat PDI-P pernah kalah di pilpres 2004 dan 2009 karena figur nya tidak mendapatkan dukungan mayoritas rakyat Indonesia. 

Kekalahan PDI-P bisa saja terulang di tahun 2014 kalau tidak memilih Joko Widodo sebagai calon presiden. Dari sini lah Megawati Soekarnoputri harus melakukan instrospeksi bahwa "bukan di tangan dia, apalagi di tangan Bambang Pacul kemenangan itu diperoleh tapi dari rakyat sebagai pemilik suara dan restu dari yang Maha Kuasa". Sekian.


Mengeruda, 06 November 2021

Oleh. Eduardus Fromotius Lebe

(Penulis, Konsultan Skripsi dan Dosen)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun