Mohon tunggu...
Eduardo RahardianF
Eduardo RahardianF Mohon Tunggu... Seniman - Universitas Pendidikan Indonesia 2018

KKN 2021 Kelompok 48

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Apa Itu Dyson Sphere? Pengertian dan Penjelasan Dyson Sphere

21 Oktober 2021   14:19 Diperbarui: 21 Oktober 2021   14:27 2320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika mengisi tangki bensin mobil, luangkan waktu sejenak untuk mengingat bahwa bahan bakar fosil adalah sumber daya yang terbatas dan tidak dapat diperbarui. Pada akhirnya, umat manusia harus mampu memanfaatkan energi dari sumber daya selain fosil.

Solusinya mungkin terletak di Matahari kita. Bayangkan mengisi tangki kendaraan bukan dengan bensin, tapi dengan cahaya murni.Matahari. Jauh di masa depan, hal ini mungkin bisa dilakukan berkat konsep Dyson sphere (bola Dyson).

Bayangkanlah bola Dyson sebagai sebuah megastruktur spheroid yang dibangun di sekitar Matahari untuk mengumpulkan energi dari bintang kita ini. Tentu saja tujuannya adalah untuk memanfaatkan energi surya dan mengubahnya menjadi jenis energi yang dapat kita gunakan untuk menjalankan kendaraan, komputer, atau segala macam peralatan teknologi modern yang dapat kita kembangkan dalam beberapa juta tahun mendatang, yah, jika kita mampu bertahan selama kurun waktu itu.

Pengembangan bola Dyson hanyalah sebatas tahap imajiner. Tapi tidak terlalu sulit untuk memprediksi bahwa suatu hari nanti kita membutuhkan sumber energi yang jauh lebih besar dan lebih bertenaga. Saat ini kita membakar bahan bakar fosil dengan harga yang semakin mahal agar tetap bisa mengoperasikan segala jenis gadget dan peralatan. Sumber energi yang berkelanjutan, seperti tenaga surya dan tenaga angin, sangat ideal untuk melengkapi sumber daya dari batubara dan minyak bumi, namun, sumber energi yang berkelanjutan ini belum dapat menyalakan semua mobil dan smartphone kita.

Menurut beberapa teori, tidak semua tingkat peradaban sebanding dalam hal kemajuan teknologi. Pada awal tahun 1960-an, astrofisikawan Nikolai Kardashev menggagas tentang tiga klasifikasi peradaban di alam semesta :

Peradaban Tipe I,

adalah peradaban yang telah belajar bagaimana memanfaatkan semua sumber energi yang tersedia di planet mereka berasal. Sekarang atau setidaknya suatu hari nanti kita akan mencapai peradaban Tipe I ini. Menurut fisikawan teoritis Michio Kaku, kita bisa mencapai tingkat tersebut dalam waktu satu atau dua abad mendatang.

Peradaban Tipe II, 

adalah peradaban yang telah memahami bagaimana memanfaatkan energi bintang induk di sistem planet mereka.

Peradaban Tipe III,

adalah status yang mungkin baru bisa kita capai dalam waktu jutaan tahun untuk mengumpulkan dan memfokuskan energi dari seluruh galaksi.

Peradaban manusia tentu saja belum mencapai Tipe III. Pertama, kita harus memulai dengan sebuah langkah kecil, yaitu memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia di planet kita tanpa tersisa. Kemudian kita akan didorong untuk mencapai peradaban Tipe II untuk menambang dan menyalurkan energi Matahari kita yang luar biasa. Jika kita masih mampu bertahan sebagai suatu spesies, mungkin kita akan mencapai Tipe II selama kurun waktu ribuan tahun yang akan datang.

Energi yang Luar Biasa Dahsyat

Matahari menghasilkan energi dalam jumlah yang tak terbayangkan. Menurut NASA, hanya dalam satu detik, Matahari menghasilkan energi setara dengan 5x10^23 tenaga kuda yang cukup melelehkan jembatan es selebar dua mil dan setebal satu mil yang membentang dari Bumi ke Matahari, atau setara dengan ledakan satu triliun bom 1 megaton. Satu detik energi dari Matahari sudah cukup memberikan daya bagi seluruh dunia selama setengah juta tahun.

Jumlah yang sangat luar biasa dahsyat. Setiap detik, Bumi menerima sekitar 400 triliun triliun (tidak, 400 triliun triliun, bukan salah ketik) watt daya dari Matahari. Namun, mengingat faktor jarak dan arah cahaya merambat, sebagian besar energi Matahari tidak sampai ke planet kita. Jadi, mengelilingi Matahari dengan sebuah megastruktur spheroid merupakan cara yang sangat efisien untuk menambang energi Matahari.

Kita bisa membangun bola Dyson yang kokoh di sekitar Matahari untuk menangkap setiap cahaya yang terpancar. Megastruktur yang mencapai 550 juta kali lipat ukuran planet kita akan menangkap semua energi Matahari untuk dikirim ke Bumi sebagai sumber daya mentah.

Mewujudkan struktur hipotesis semacam ini tentunya sangat sulit, sebab harus mampu mengendalikan tantangan gaya gravitasi Matahari. Secara singkat, sangat sulit menjaga agar Matahari tetap terpusat di dalam bola Dyson. Jika gagal, Matahari bisa saja menabrak dan menghancurkan bola Dyson.

Terlebih lagi, kesulitan ekstrem lainnya adalah menemukan bahan baku untuk membangunnya, karena membutuhkan lebih banyak material daripada yang tersedia di tata surya kita. Meskipun akhirnya kita menemukan cukup bahan baku untuk membangun bola Dyson yang kokoh, kualitasnya juga harus hebat, jika tidak maka akan tercerai-berai.

Dilema Dyson

Alam semesta sebenarnya adalah tempat yang dingin dan tidak ramah. Begitu menghabiskan seluruh sumber energi berbasis Bumi, kita tentu akan memikirkan cara agar tungku dan lemari es kita tetap menyala. Dan Matahari adalah pembangkit listrik luar biasa yang bisa menghangatkan dan memberi kita kehidupan yang lebih baik. Inilah cara terbaik untuk melanggengkan spesies manusia dan untuk berkembang menjadi peradaban yang lebih maju.

Saat ini, kemampuan kita masih terlalu jauh untuk mewujudkan bola Dyson dalam konsep apa pun. Jika kita memilih untuk menambang Merkurius, misalnya, maka kita membutuhkan teknologi robot yang belum ada saat ini. Robot harus dioperasikan dari jarak yang sangat jauh tanpa campur tangan manusia, bekerja selama puluhan tahun untuk merakit bahan baku menjadi teknologi pengumpul energi. Berarti upaya untuk menambang bebatuan dan logam berharga, entah bagaimana caranya, semua dilakukan tanpa bantuan manusia di Merkurius.

Dan jangan lupakan tantangan untuk mengarahkan kembali energi yang telah terkumpul ke Bumi, sehingga bisa menyalakan televisi kita. Kabel ekstensi yang sangat panjang mungkin dirasa mustahil. Banyak yang menggagas penggunaan sinar laser atau gelombang mikro untuk tujuan ini. Tapi laser kehilangan efisiensi setelah melaju kurang dari satu mil. Gelombang mikro efektif pada jarak yang lebih jauh (hampir 161 kilometer), tapi tetap masih sangat jauh untuk menstransfer energi ke Bumi.

Lantas, dengan semuanya ini apakah berarti kita hanya akan terjebak dalam kategori peradaban Tipe I. Dalam beberapa abad, kemajuan teknologi kita mungkin akan meningkat pesat. Jika benar, mungkin kita dapat menemukan cara untuk mengubah Matahari menjadi sumber energi yang bisa mengubah seluruh dunia, mendorong kita untuk lebih ahli dalam memanfaatkan ruang angkasa melampaui semua yang pernah kita impikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun