Sebuah desa yang terletak dibagian Timur Kabupaten Sorong ini bernama Desa Woloin. Desa yang berlokasi ditengah hutan ini hanya memanfaatkan Sungai Kladuk sebagai sarana transportasi, masyarakat di desa tersebut menggunakan transportasi berupa Perahu untuk mengangkut sejumlah bahan material untuk menunjang pembangunan desa tersebut.
Jarak desa tersebut dari ibu kota kecamatan Saluk sekitar 10 km, menyusuri sungai kladuk yang indah dengan pepohonan yang rindang dan terhibur oleh suara burung yang bercikau senada menyambut kedatangan kami. Atau bisa juga melewati jalan setapak ditengah hutan, dengan jarak tempuh 10-12 km.
Rasa penasaran seakan terbayar lunas ketika saya dan teman saya menginjakan kaki di desa Woloin. Orang-orang di desa tersebut sangat ramah dan mereka menyambut baik kedatangan kami berdua di desa tersebut.
Setibanya disana, terlihat masyarakat yang antusias beserta kepala desa setempat dan perangkat desa lainnya mengiring kami berdua, berjalan menuju rumah Bpk. Kepala Desa Woloin.
Sesuatu mulai terasa dalam hati saya ketika bersama mereka, berbagi cerita akan situasi pembangunan di desa tersebut. Kedatangan saya dan Paul teman saya, seakan membawa harapan bagi mereka yang rindu akan perhatian pemerintah akan akses jalan darat, agar mempermudah mereka dalam melakukan aktivitas pembangunan dan sebagainya.
Hal yang tidak saya duga ketika bertanya kepada kepala desa setempat dan masyarakat yang hadir pada saat itu. "Kenapa anak-anak didesa woloin tidak bersekolah.? Apa mereka libur.?
Mereka mulai menjelaskan, anak-anak kami bersemangat sekolah tetapi sekolahnya berada di ibu kota kecamatan, kalau bahan bakar untuk perahu ada paling bisa antar mereka ke sekolah di Saluk, ibu kota kecamatan. Tapi kalau bahan bakarnya tidak ada, biasanya mereka berjalan kaki lewat hutan dan kalaupun datang hujan lalu sungai yang melintang di jalan setapak banjir , paling mereka hanya tinggal disini dan bermain.Â
Kalau anak-anak ini sudah di antar ke sekolah di Saluk, maka pulangnya di jemput?.
mereka menjawab, kalau pulang sekolah paling mereka jalan kaki melewati emperan sungai kladuk atau melewati jalan setapak di tengah hutan menuju ke desa woloin.
Mendengarkan hal itu membuat saya tidak mampu menahan kesedihan, begitu kerasnya perjuangan mereka untuk bersekolah dan menempuh pendidikan.
Lalu pemuda disini banyak juga yang putus sekolah, karena masalah biaya kuliah yang mahal dan pekerjaan serta situasi ekonomi juga belum menunjang. Ungkap salah satu warga desa Woloin.
Hal senada juga diungkap oleh masyarakat terkait transportasi yang menghambat pembangunan di desa woloin. Ketika habis bahan bakar atau mesin perahu yang ditumpangi untuk mengangkut bahan bangunan rusak, maka bahan bangunan berupa semen sampai membeku di samping kali karena terkena suhu dingin atau turun hujan. Tetapi, kadang semangat membuat kita perangkat desa dan masyarakat bisa memikul bahan bangunan melewati emperan sungai atau melewati jalan setapak hingga tiba di desa woloin. "Ungkap salah satu warga desa Woloin".
Sungguh, sebuah perjuangan yang sangat luar biasa. Perjuangan mereka membuat saya terharu dan tidak mampu membendung air mata yang turun menetes. Dalam hati saya, dikota akses ke sekolah sangat mudah dan gampang, sekolah pun tercukupkan, namun kami masih malas-malasan. Sungguh, sangat menyentuh hati saya.
Setelah kunjungan di desa woloin, banyak harapan-harapan masyarakat yang meteka titipkan saat itu kepada saya dan teman saya.
Waktu pun membatasi pertemuan singkat kami di desa Woloin, karena sudah menjelang sore maka, saya dan teman saya Paul, sapaan akrabnya. Kami berdua mulai bersiap untuk kembali ke ibu kota kecamatan di Saluk untuk melanjutkan perjalanan kembali ke Kota Sorong.
Hal yang terjadi saat kepulangan kami berdua adalah masyarakat berbondong-bondong bersama kepala desa mengantarkan kami pulang menggunakan perahu yang pada saat itu mesinnya tengah rusak. Lalu kami hanya terhanyut mengikuti arus sungai kladuk sampai tiba di Saluk.
Sesampainya di Saluk, mereka mengangkut bahan material sebagian, salah satunya berupa motor lampu untuk menerangi rumah-rumah masyarakat didesa Woloin. Namun, dengan kondisi mesin perhau yang rusak membuat mereka harus bekerja manual, beberapa orang menyusuri tepian sungai sambil memegang tali yang diikatkan di badan perahu, sambil menarik perahu tersebut hingga sampai didesa Woloin.
Selanjutnya, dalam perjalanan pulang menuju kabupaten sorong, saya masih terbayang begitu kerasnya perjuangan mereka membangun desa Woloin dan begitu semangatnya anak-anak mereka bersekolah setiap hari dengan berjalan kaki menempuh jalan setapak sepanjang 10-15 km.
Akhirnya, banyak ilmu dan makan yang saya belajar dari mereka. Demikian kisah perjuangan mereka dalam membangun desa dan menempuh pendidikan tanpa mengenal lelah. Sungguh, hal tersebut sangat memberi saya pelajaran berharga dalam hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H