Ilustrasi foto ditambah dengan pernyataan mantan anggota wakil rakyat  menyindir hampir setengah jumlah Wakil Rakyat (DPR dan DPD) yang tidak hadir saat pelantikan atau sidang paripurna adalah gambaran senyatanya bahwa inilah adab wakil rakyat yang terpilih dari periode ke periode.Â
Masuk hari pertama dan sidang pertama bukanlah prioritas. Mungkin sudah cukup dari partainya ada satu dua orang yang hadir untuk mewakili.Â
Lantas, apakah mungkin mereka ini nantinya akan tidak hadir juga saat katakanlah membahas kepentingan rakyat terkait perlindungan hukum maupun kesejahteraan kaum ekonomi lemah sebagaimana sebagian besar janji-janji kampanye mereka? Mengingat periode sebelumnya bahkan dari partai yang sama, janji tinggal janji sepertinya.
Apakah ini juga pertanda kalau boleh menegaskan adab wakil rakyat terpilih adalah gambaran adab partainya ? Bila demikian pemilihan umum yang merakyat seperti dalam iklan "Demokrasi" menjadi kabur karena penerapannya menjadi rakyat yang diwakili sesungguhnya hanya komunitas partai belaka.
Demokrasi yang mahal harganya, sudah menguras uang rakyat, berutang dan hingga banyak petugas yang kehilangan nyawa dalam prosesnya. Betapa banyak kerugian sahaja dari segi manfaat dibandingkan besarnya pengorbanan dan pengeluaran.
Ini sudah menahun dan jadi adab, artinya bukan lagi gejala penyakit demokrasi tetapi tubuh demokrasi kita sedang sakit. Kehadiran wakil rakyat ditengah-tengah persoalan rakyat dari Aceh sampai Papua cenderung tidak kentara kalau tidak mau dikatakan nihil.Â
Namun kehadiran wakil rakyat saat rapat partai atau pemilihan komandan lapangan cenderung menguat entah dari kehadiran hingga lobbying.
Kehadiran  di ruang rapat membahas soal rakyat sulit berharap banyak, konon lagi kehadiran wakil rakyat di ruang publik dalam menghadapi masalah kekerasan terhadap rakyat atau kekerasan sipil baik dari peninjauan peraturan hingga memberikan pencerahan dan kedamaian: sepertinya belum terdengar kabarnya.Â
Yang berlaku selama ini adalah menunggu ditabok oleh  gelombang kritik di media massa hingga gelombang unjuk rasa di depan kantor mereka.
Ironis sebuah negara yang mau jadi negara demokrasi terbesar namun cenderung menjadi negara kepartaian atau negara oligarki. Masih bisakah berubah? Â Masih ada harapan meskipun sulit karena perubahan itu sifatnya lebih kepada kepribadian yang luhur secara moral dan etika.Â
Oligarki ini membahayakan demokrasi sebagaimana ungkapan dari politikus sekaligus Presiden AS ke-39, Jimmy Carter," We've become, now, an oligarchy instead of a democracy. I think that's been the worst damage to the basic moral and ethical standards to the American political system that I've ever seen in my life".Â
Tak heran hadir penilaian dari professor ilmu politik Jeffry Winters mengungkapkan makin berkembangnya sistem demokrasi justru makin membuat oligarki merajalela.Â
Namun demikian hal itu bukan karena sistem demokrasi yang salah, melainkan penegakan hukum yang lemah. Ketika hukum menghadapi orang yang sangat powerfull seringkali tidak bekerja, tetapi ketika hukum menghadapi orang lemah itu berfungsi padahal harusnya hukum bekerja untuk yang kuat dan yang lemah.Â
Untuk membuat hukum berjalan dengan baik, menurut Winters desakan harus berasal dari masyarakat yang secara normal bisa diwakili oleh anggota DPR. Akan tetapi dengan kondisi anggota DPR di Indonesia, maka gerakan harus dilakukan oleh rakyat secara langsung.
Pemain sentral untuk perubahan demokrasi ada wakil rakyat entah itu  DPR,DPD, MPR yang seyogyanya wajib hadir mewakili rakyat ketimbang mewakili partainya. Karena wakil rakyat ini sudah dibayar tidak hanya dengan uang rakyat tapi yang jauh lebih berharga dibayar dengan "suara rakyat" di kotak suara.Â
Bukan saja Presiden dan anggotanya  yang mampu bertindak blusukan untuk merefleksikan "Negara Hadir". Ini sudah waktunya "Wakil Rakyat Yang Mulia dan Terhormat" mampu hadir senyata-nyatanya menjadi penjelmaan suara rakyat yang diwakilinya.
Selamat bekerja dan rajin hadir untuk  711 (Tujuh Ratus Sebelas) - DPR dan DPD , Wakil Rakyat Periode 2019-2024.
Jakarta, 2 Oktober 2019
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI