Oligarki ini membahayakan demokrasi sebagaimana ungkapan dari politikus sekaligus Presiden AS ke-39, Jimmy Carter," We've become, now, an oligarchy instead of a democracy. I think that's been the worst damage to the basic moral and ethical standards to the American political system that I've ever seen in my life".Â
Tak heran hadir penilaian dari professor ilmu politik Jeffry Winters mengungkapkan makin berkembangnya sistem demokrasi justru makin membuat oligarki merajalela.Â
Namun demikian hal itu bukan karena sistem demokrasi yang salah, melainkan penegakan hukum yang lemah. Ketika hukum menghadapi orang yang sangat powerfull seringkali tidak bekerja, tetapi ketika hukum menghadapi orang lemah itu berfungsi padahal harusnya hukum bekerja untuk yang kuat dan yang lemah.Â
Untuk membuat hukum berjalan dengan baik, menurut Winters desakan harus berasal dari masyarakat yang secara normal bisa diwakili oleh anggota DPR. Akan tetapi dengan kondisi anggota DPR di Indonesia, maka gerakan harus dilakukan oleh rakyat secara langsung.
Pemain sentral untuk perubahan demokrasi ada wakil rakyat entah itu  DPR,DPD, MPR yang seyogyanya wajib hadir mewakili rakyat ketimbang mewakili partainya. Karena wakil rakyat ini sudah dibayar tidak hanya dengan uang rakyat tapi yang jauh lebih berharga dibayar dengan "suara rakyat" di kotak suara.Â
Bukan saja Presiden dan anggotanya  yang mampu bertindak blusukan untuk merefleksikan "Negara Hadir". Ini sudah waktunya "Wakil Rakyat Yang Mulia dan Terhormat" mampu hadir senyata-nyatanya menjadi penjelmaan suara rakyat yang diwakilinya.
Selamat bekerja dan rajin hadir untuk  711 (Tujuh Ratus Sebelas) - DPR dan DPD , Wakil Rakyat Periode 2019-2024.
Jakarta, 2 Oktober 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H