Mohon tunggu...
EDROL
EDROL Mohon Tunggu... Administrasi - Petualang Kehidupan Yang Suka Menulis dan Motret

Penulis Lepas, Fotografer Amatir, Petualang Alam Bebas, Enjiner Mesin, Praktisi Asuransi. Cita-cita: #Papi Inspiratif# web:https://edrolnapitupulu.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gerakan Semesta Pendidikan Laksana Melempar Koral Ke Lautan

27 Mei 2016   02:24 Diperbarui: 27 Mei 2016   02:39 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kamu mencoba melemparkan sebuah batu kolar  ke tengah kolam?  Aksi ini kerap saya lakukan kalau menjumpai kolam besar atau empang. Walaupun kadang susah mencari batu koral  untuk dilemparkan di pinggiran perairan tersebut. Selalu ada kesenangan tersendiri menyaksikan momen ketika batu koral menyentuh permukaan air , riak air kecil segera bergerak ke segala arah dari titik kontak air dan batu koral tersebut. Riak terus bergerak hingga menyentuh pinggiran kolam atau daratan dan kemudian menghilang.

Betapa luar biasanya, sebuah batu koral mempengaruhi kolam. Menciptakan riak atau energi gelombang.  Batu koral mampu mempengaruhi kolam yang besar.

Bagaimanakah bila aksi melempar batu kolar kita lakukan di pantai lautan? Hasilnya tetap sama, permukaan air laut akan menciptakan riak. Betapa kecilnya batu koral tersebut ukurannya, tetap mampu mempengaruhi keluasan laut yang besar. Tak heran seorang Matematikawan sekaligus Fisikawan dan Filsuf  Perancis ternama, Blaise Pascal pernah berkata: “ The least movement is of importance to all nature. The entire ocean is affected by a pebble.” --- Gerakan sekecil apapun sangat penting untuk seluruh alam semesta. Seluruh lautan dipengaruhi oleh sebuah batu koral.

Gerakan Semesta

Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei yang lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan bahwa secara konstitusional , pendidikan merupakan tanggung jawab negara. Namun secara moral, mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik sehingga pengembangan kualitas manusia Indonesia harus dilakukan sebagai gerakan bersama. Tema tahun ini adalah “Pendidikan dan Kebudayaan Sebagai Gerakan Pencerdasan dan Penumbuhan Generasi Berkarakter Pancasila”.  

Menurut Pak Menteri Anies, semua elemen masyarakat harus diajak untuk terlibat dengan mendorong pendidikan sebagai gerakan semesta yakni gerakan yang melibatkan seluruh elemen bangsa. Dalam artian,  gerakan menumbuhkan rasa memiliki ketimbang program. Dengan menumbuhkan rasa memiliki pada semua kalangan maka terciptalah masyarakat yang merasa memiliki, pemerintah memfasilitasi, dunia bisnis peduli, dan ormas atau LSM mengorganisasi.

Rangkaian kedua paragraf di atas adalah kutipan dari pers release kementerian kepada media masa. 

Menarik untuk ditelaah, ungkapan perkataan pak Menteri melalui tema peringatan dan gerakan semesta pendidikan yang diusung oleh kementeriannya.

Menurut pandangan saya pribadi,  gerakan semesta sepertinya memang cenderung sebagai gerakan moral. Sebuah gerakan yang sifatnya sukarela. Mengadopsi pemikiran para aktivis LSM yang sudah “terlebih dahulu melempar batu kolar di lautan pendidikan Indonesia”  sebagai contoh Indonesia Mengajar , Turun Tangan , Kelas Inspirasi , Sahabat Anak , Generasi Peduli , dan sebagainya.

Dengan terbitnya beragam bentuk kepedulian anak bangsa yang terdidik untuk turut serta memajukan kehidupan generasi bangsa bukanlah hal yang kecil. Sesungguhnya ini adalah riak kecil yang akan menuntun kepada gelombang besar yang pada akhirnya mampu membawa pendidikan nasional minimal sejajar dengan negara Asia Tenggara yang memiliki predikat negara  dengan sistem pendidikan terbaik di dunia.

Tentunya untuk menghadirkan gelombang besar tersebut, gerakan semesta ini harus terus secara tekun ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berproses untuk menjadi bangsa yang terdidik memiliki keilmuan yang tinggi dan luhur, cakap, kreatif, mandiri serta dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab sebagaimana yang diamanatkan undang-undang tentang pendidikan nasional.

Mengapa gerakan semesta pendidikan harus dilontarkan saat ini? Saya meyakini ada dua hal yang patut diperhatikan secara seksama yakni aspek kritis manusia dan kritis keuangan.

Kritis Manusia

Bangsa Indonesia telah mencapai titik kritis kelangkaan sumber daya manusia terdidik.  Menurut data Indeks Pembanguan Manusia (IPM) tahun 2014 dari Badan Pusat Statistik (BPS) dirangkum sebagai berikut:

  • Rata-rata Lama Sekolah = jumlah tahun yang digunakan penduduk (berusia 25 tahun ke atas ) dalam menjalani pendidikan formal ) mencapai angka 7,73 tahun.  Artinya sebagian besar hanya sampai tingkat kelas satu SMP sederajat.
  • Angka harapan lama sekolah yang diharapkan dapat dicapai setiap anak ada umur tertentu di masa mendatang (dihitung untuk penduduk usia 7 tahun ke atas) adalah 12,39 tahun. Artinya harapan sekolah hanya hingga usia 19 tahun atau paling maksimum hingga lulusan SMA sederajat
  • Angka IPM Indonesia masih kategori menengah, pada kisaran 68,40 tahun 2013, berada pada peringkat ke -5 di ASEAN dan peringkat 108 dari 187 negara.

Data BPS lainnya mengungkapkan juga presentase dang angka sebagai berikut:

  • Presentase penduduk usia 7 -24 tahun menurut jenis kelamin, kelompok umur sekolah dan partisipasi sekolah pada tahun 2014 . Angka paling tinggi pada “Tidak Sekolah Lagi” pada usia 19 -24 tahun sebesar 76,07 % untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan pada rentang usia yang sama sebesar 76,64 %.  Artinya pendidikan hanya sampai tingkat SMA sederajat.
  • Presentase penduduk buta huruf hingga usia 15 tahun ke atas pada tahun 2015 mencapai 4,78 % sedangkan usia 45 tahun ke atas mencapai 11,89 %. Artinya tingkat buta huruf di Indonesia masih relatif tinggi, sekitar 12 juta jiwa.
  • Angka partisipasi kasar untuk pendidikan tinggi tahun 2015 adalah sebesar 20,89 %. Artinya masih relatif rendah orang terdidik di Indonesia, sekitar 52 juta jiwa dari total penduduk sekitar 250 juta jiwa.

Kritis Keuangan

Tak berhenti sampai di situ, negara juga sudah kerap dalam kondisi keuangan besar pasak dari pada tiang sehingga segala sesuatu dikelola serba apa adanya termasuk pendidikan.

Menurut data laman kementerian keuangan, mengungkap fakta sebagai berikut: 

Pendapatan negara tahun 2016 diperkirakan sekitar 1.882,5 Trilyun Rupiah sedangkan pengeluaran atau belanja negara diperhitungkan mencapai 2.095,7 Trilyun Rupiah. Defisit sekitar 273,2 Trilyun Rupiah. Untuk anggaran pendidikan yang diamanatkan sekitar 20 % dari APBN diperkirakan tahun 2016 hanya mampu tercapai di besaran 11 % atau senilai 150,1 Trilyun Rupiah.  Itupun hampir sebagian besar dana terserap pada program Kartu Indonesia Pintar .

Langkah Jalan Keluar

Pada ujungnya, bila kekritisan ini terus berlanjut dan berlarut tanpa ada usaha melangkah mencari jalan keluar maka alhasil bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang terbelakang dan cenderung menjadi penonton atau lebih parahnya adalah korban kemajuan globalisasi  akibat serbuan bangsa asing yang maju di negeri sendiri.

Gerakan semesta pendidikan boleh dikatakan merupakan salah satu konsep atau langkah jalan keluar dari kondisi kritis. Kalau boleh saya mengutip ide hukum Mestakung (Semesta Mendukung) Pak Yohanes Surya, kondisi kritis ada jalan keluar selanjutnya mulai melangkah melihat jalan keluar dan dengan tekun melangkah terus maka pada saatnya akan menghasilkan buah keberhasilan sebagaimana contoh pengungkapan hukum tersebut pada laman webnya.

Sesungguhnya bila kita gali lebih dalam gerakan semesta pendidikan ini adalah bentuk refleksi perwujudan atau pengamalan dari Pancasila terutama sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab dan sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Konsep gerakan semesta boleh dianggap sebagai konsep pendidikan Pancasila,  yang secara garis besar arah dan tujuan yaitu setiap  generasi penerus secara turun-temurun baik perempuan maupun laki-laki  untuk tekun :

  • melakukan kegiatan kemanusiaan dan mengakui persamaan derajat dan hak asasi manusia tanpa diskriminasi, 
  • yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan, 
  • dan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial. 

Layaknya lambang yang mewakili kedua sila tersebut rantai emas yang menguatkan anak bangsa dan pendidikan layaknya kebutuhan dasar seperti padi dan kapas  guna terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan bangsa

Mari kita sama mencoba melempar koral ke lautan pendidikan Indonesia. Menyatukan gerak langkah mendukung gerakan semesta pendidikan, niscaya gelombang besar kemajuan menanti menjemput kemakmuran dan kesejahteraan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun