Mohon tunggu...
EDROL
EDROL Mohon Tunggu... Administrasi - Petualang Kehidupan Yang Suka Menulis dan Motret

Penulis Lepas, Fotografer Amatir, Petualang Alam Bebas, Enjiner Mesin, Praktisi Asuransi. Cita-cita: #Papi Inspiratif# web:https://edrolnapitupulu.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gerakan Semesta Pendidikan Laksana Melempar Koral Ke Lautan

27 Mei 2016   02:24 Diperbarui: 27 Mei 2016   02:39 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa gerakan semesta pendidikan harus dilontarkan saat ini? Saya meyakini ada dua hal yang patut diperhatikan secara seksama yakni aspek kritis manusia dan kritis keuangan.

Kritis Manusia

Bangsa Indonesia telah mencapai titik kritis kelangkaan sumber daya manusia terdidik.  Menurut data Indeks Pembanguan Manusia (IPM) tahun 2014 dari Badan Pusat Statistik (BPS) dirangkum sebagai berikut:

  • Rata-rata Lama Sekolah = jumlah tahun yang digunakan penduduk (berusia 25 tahun ke atas ) dalam menjalani pendidikan formal ) mencapai angka 7,73 tahun.  Artinya sebagian besar hanya sampai tingkat kelas satu SMP sederajat.
  • Angka harapan lama sekolah yang diharapkan dapat dicapai setiap anak ada umur tertentu di masa mendatang (dihitung untuk penduduk usia 7 tahun ke atas) adalah 12,39 tahun. Artinya harapan sekolah hanya hingga usia 19 tahun atau paling maksimum hingga lulusan SMA sederajat
  • Angka IPM Indonesia masih kategori menengah, pada kisaran 68,40 tahun 2013, berada pada peringkat ke -5 di ASEAN dan peringkat 108 dari 187 negara.

Data BPS lainnya mengungkapkan juga presentase dang angka sebagai berikut:

  • Presentase penduduk usia 7 -24 tahun menurut jenis kelamin, kelompok umur sekolah dan partisipasi sekolah pada tahun 2014 . Angka paling tinggi pada “Tidak Sekolah Lagi” pada usia 19 -24 tahun sebesar 76,07 % untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan pada rentang usia yang sama sebesar 76,64 %.  Artinya pendidikan hanya sampai tingkat SMA sederajat.
  • Presentase penduduk buta huruf hingga usia 15 tahun ke atas pada tahun 2015 mencapai 4,78 % sedangkan usia 45 tahun ke atas mencapai 11,89 %. Artinya tingkat buta huruf di Indonesia masih relatif tinggi, sekitar 12 juta jiwa.
  • Angka partisipasi kasar untuk pendidikan tinggi tahun 2015 adalah sebesar 20,89 %. Artinya masih relatif rendah orang terdidik di Indonesia, sekitar 52 juta jiwa dari total penduduk sekitar 250 juta jiwa.

Kritis Keuangan

Tak berhenti sampai di situ, negara juga sudah kerap dalam kondisi keuangan besar pasak dari pada tiang sehingga segala sesuatu dikelola serba apa adanya termasuk pendidikan.

Menurut data laman kementerian keuangan, mengungkap fakta sebagai berikut: 

Pendapatan negara tahun 2016 diperkirakan sekitar 1.882,5 Trilyun Rupiah sedangkan pengeluaran atau belanja negara diperhitungkan mencapai 2.095,7 Trilyun Rupiah. Defisit sekitar 273,2 Trilyun Rupiah. Untuk anggaran pendidikan yang diamanatkan sekitar 20 % dari APBN diperkirakan tahun 2016 hanya mampu tercapai di besaran 11 % atau senilai 150,1 Trilyun Rupiah.  Itupun hampir sebagian besar dana terserap pada program Kartu Indonesia Pintar .

Langkah Jalan Keluar

Pada ujungnya, bila kekritisan ini terus berlanjut dan berlarut tanpa ada usaha melangkah mencari jalan keluar maka alhasil bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang terbelakang dan cenderung menjadi penonton atau lebih parahnya adalah korban kemajuan globalisasi  akibat serbuan bangsa asing yang maju di negeri sendiri.

Gerakan semesta pendidikan boleh dikatakan merupakan salah satu konsep atau langkah jalan keluar dari kondisi kritis. Kalau boleh saya mengutip ide hukum Mestakung (Semesta Mendukung) Pak Yohanes Surya, kondisi kritis ada jalan keluar selanjutnya mulai melangkah melihat jalan keluar dan dengan tekun melangkah terus maka pada saatnya akan menghasilkan buah keberhasilan sebagaimana contoh pengungkapan hukum tersebut pada laman webnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun