Hubungan berbanding lurus secara langsung atau seimbang antara sesama manusia secara ekonomi adalah dikenal dengan HUKUM TABUR-TUAIÂ yakni Orang yang menabur sedikit akan menuai sedikit, dan orang yang menabur banyak akan menuai banyak, sebaliknya jika orang yang tidak pernah menabur, maka dia tidak pernah akan menuai.
Â
Dalam hukum tabur-tuai ini bukan hanya perkara jumlah yang ditabur sedikit atau banyak namun keahlian seorang penabur layaknya seorang petani yang cerdas atau berpengalaman harus mengenal dan memeriksa lahan atau tanah yang akan ditaburinya.
Mengapa saya katakan demikian?
Â
Perhatikanlah cerita tentang hasil pertanian berikut :
Â
“ Katakanlah di daerah A, B, dan C. Petani daerah A, B, dan C memperoleh pelatihan yang standar sehingga saat uji kompetensi di balai pelatihan pertanian hasilnya sama-sama memuaskan. Kemudian kembalilah mereka ke daerah masing-masing dan dipercayakan atau dihibahkan oleh pemerintah pusat dan daerah lahan pertanian atau persawahan untuk penanaman padi sama luas katakanlah 2 (dua) hektare atau sama dengan 20.000 (dua puluh ribu)  meter persegi. Para petani masing-masing diberikan juga bantuan benih padi SRI sebanyak 70 (tujuh puluh) kilogram dan pupuk organik sebanyak 70 (tujuh puluh) ton.  Kemudian para petani di daerah A, B, dan C menanami persawahan 2 (dua)
hektar pada masa tanam dengan menyemaikan 14 (empat belas) kilogram benih SRI (System Rice of Intensification = benih padi organik yang tidak memerlukan banyak air) selama 15 hari hingga bertunas kemudian ditanam  dan menaburkan pupuk organik selama masa penanaman dan pemeliharaan sebanyak 14 (empat belas) ton.  Selama masa penanaman dan pemeliharan atau penyiangan dan pengendalian hama dan penyakit tanaman, petani memperhatikan pengairan sawah pada tanah padi tumbuh agar tidak kering. Proses pemeliharaan terus menerus hingga bulan keempat dari awal masa tanam, padi sudah menguning dan siap panen. Hasil panen para petani sebagai berikut:
Â
Petani daerah A menuai 8 (delapan) ton GKP (Gabah Kering Pungut) = rendemen beras 50 % (lima puluh persen) sebesar 4 (empat) ton. Dengan harga pokok produksi beras (net)  senilai Rp 20.000 per kilogram, maka penghasilan kotor petani  4000 kilogram dikalikan 20.000 rupiah sama dengan Rp 80.000.000 (80 juta rupiah)