Akulah buku yang hilang itu. Sungguh. Â Hilang dari pandangan matamu atau bilik pengap itu.
Terakhir kau letakkan aku di lemari berdebu. Kau lupa padaku. Untuk apa aku kau simpan dalam kebisuan
Akupun pasrah saja. Hingga tangan gemulai membersihkan debu debu dari tubuhku. Memberiku
pakaian layak, sampul  kertas warna merah hati dan ditambah lagi sampul plastik . Aku merasa
menjadi buku paling penting di dunia. Aduhai. Meski aku bukanlah buku best seller. Buku yang dibaca ketika englau merasa kesulitanÂ
dan mencari banyak jawaban-jawaban atas warna warni kehidupan. Akulah buku itu.
Aku sang buku, Â memulai petualangan baru, sosol otu. sosok bersahaja pecinta ilmu dan kebijaksanaan.
Diletakkannya aku di rak buku depan ruang tamu, lalu dia baca aku setiap hari. dia ajak anakknya mendengarkan
selepas shubuh dan gema azan berkumandang
Semua cerita ceritaku,tak akan usang dimakan waktu. akulah buku terbaik yang pernah ada.
 Akupun sadar sudah menjadi pelengkap kebahagiaan keluarga kecil itu.Â
Akulah buku yang hilang itu. Hilang dari rak berdebu, sukar bagimu menemukanku kembali. Karena akupun memiliki taksirÂ
berjodoh dengan meraka yang merindu dan mencintaiku. Maafkan aku tak bisa hadir dalam hidupmu. Mungkin kau lupa engkauÂ
masih membca bab pertama dan lupa membacaku pada bab berikutnya dan engkau boleh merindukannku
aku bernama " buku keabadian" kisahku lengkap tentang perjalanan  seorang hamba mencari dirinya dan Tuhan dalam banyak kisah-kisah
setiap saat selalu ada hikmah yang kau dapati dariku. Akulah buku suci itu yang telah kau lupakan. Berdebu dan hanya kau pajang di lemari belakang.
Jakarta, 19 Mei 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H