Semalam di Tanjung Pinang. Â Perempuan itu berlayar di kelopak sang waktu. Menjejak kan langkah perjalanan bernama rindu.
 terlohat senyum ramah masyarakat yang  santun berbudaya  di Kota gurindam oleh Raja Alihaji.  Terlahir banyak kearifan lokalÂ
perjalanan sejarah sastra nusantara juga terjejak dalam. Perempuan itu menikmati semilir angin malam dan menikmati pemandangn tepi pantai
disana ada cerita yang tersisa. Ada botol kecil yang terhanyut dan terdampar dibibir pantai. Dia segera mengambil botol itu yang penuh pasi dan ternyata adaÂ
surat di dalamnya dengan tulisan tangan bertali dan klasik.Â
wahai para dara jagalah tutur kata
terpujilah pribadi akhlak mulia
berbakti pada orangtua
juga membaca kitab kalam ilahi
hingga kelak bermanfaat untuk keluarga
lihatlah matahari yang terbenam kala senja
lalu esoknya terbit menawan menyambut hariÂ
manusia dengan usia terhitung jari
namun tidak dengan amalan jariah, Â ilmu dan kebijaksanaan
akan di bawa mati juga kebaikan budi
penuhilah diri dengan kebaikan hati
jagalah diri
jangan mudah tergoda
tersesat dan lupa diri
berlayar ke pulau seberang
menunggu angin laut dari selatan
carilah halalnya kehidupan
segala yang dimakan
segala yang dipakai
segala yang diucapkan
segala yang di tunaikan
hidup akan damai tentram penuh keberkahan
damai dan sejuk di jiwa
tiada dikejar bayanganÂ
Kegelisahan yang tak berkesudahan
hidup sebatas garis tangan
namun takdir kebaikan yang akan di perjuangkan
selepas nafas
selepas harapan
seluas impian
tanamlah kebaikan
Perempuan itu membacanya dengan hikmat. Senja telah tiba. Dengan hati-hati dia bawa botol itu, Esok dia akan berlayar. Menerima lamaran seorang lelaki bangsawan dari tanah seberang akan dibawakannnya cerita dari botol bertuah berisi pesan kebaikan. Mungkin hantaran membawa kesenenangan namun pesan dalam botol tersebut akan jadi nasihat pernikahan bagi mereka.Â
Perempuan itu menghilang, Jejak kakinya menuju arah matahari terbenam
Tanjung Pinang, 2016