Kritis bukan berarti jadi tukang kritik, bukan pula menjadikan seseorang serba menentang pendapat orang lain. Kritis artinya menggunakan nalar dan pikirannya untuk memahami sesuatu, bahkan ketika menyetujui sesuatu bukan karena alasan irasional, seperti emosi atau kedekatan personal. Termasuk kritis untuk memilah, mana yang harus didekati dengan keyakinan menuju kebenaran, dan mana yang perlu didekati dengan ilmu pengetahuan.
Sebelum pembahas lebih jauh saya akan sedikit kupas sejarah kurikulum di Indonesia, supaya tidak terkesan menjiplak kebijakan Kemendikbud yang ingin mendesain kurikulum setinggi-tingginya namun lupa esensi dan problem dasarnya.
Sejarah Penerapan Kurikulum Pendidikan di Indonesia
1). Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Tahun 2004
Kurikulum 2004 atau lebih dikenal dengan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) adalah perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap yang ditunjukkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. KBK ini mempunyai ciri-ciri yang menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman. Lalu pada kegiatan belajar menggunakan pendekatan metode bervariasi. Sumber belajar bukan hanya dari guru, melainkan juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
2). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
Kurikulum ini tidak banyak yang berbeda dari Kurikulum 2004, mulai dari tinjauan dari segi isi, proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi.
Perbedaan dengan kurikulum 2004 terlihat pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari desentralisasi sistem pendidikan Indonesia. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru dituntut mampu mengembangkan sendiri silabus dan penilaian sesuai kondisi sekolah dan daerahnya.
3). Kurikulum 2013 (K-13)
Kurikulum 2013 merupakan pengganti dari Kurikulum 2006 (KTSP). Pada Kurikulum 2013 ini memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap perilaku. Dalam Kurikulum 2013, terutama di dalam materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia, IPS, PPKn dan beberapa materi lain, sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi Matematika.
Melihat rancangan kurikulum ini diharapkan guru mampu mendorong siswa untuk melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan apa yang telah siswa pahami setelah menerima materi pembelajaran. Kemudian untuk siswanya sendiri, diharapkan dapat memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan sekitar, kemampuan interpersonal, antar-personal, dan memiliki kemampuan berpikir kritis.
4). Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka diluncurkan Mendikbud Ristek pada Februari 2022 dengan harapan meningkatkan pembelajaran yang lebih progresif. Lebih lanjut Kurikulum Merdeka berfokus pada materi yang esensial dan pada pengembangan karakter Profil Pelajar Pancasila.
Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi.
Guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat sesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik. Proyek untuk menguatkan pencapaian Profil Pelajar Pancasila dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh Kemendikbud Ristek. Proyek tersebut tidak diarahkan untuk mencapai target capaian pembelajaran tertentu, sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran.
Sekolah yang melaksanakan Kurikulum Merdeka akan melalui beberapa tahapan implementasi, yaitu tahap Mandiri Belajar, kemudian Mandiri Berubah, lalu terakhir Mandiri Berbagi.
Kurikulum Nasional perubahan kurikulum secara nasional baru akan terjadi pada 2024. Ketika itu, Kurikulum Merdeka sudah melalui iterasi/pengujian perbaikan selama tiga tahun di beragam sekolah/madrasah dan daerah.
Sebenarnya apa yang Harus dirubah.?
Disini saya ingin berpendapat bahwa, apa gunanya mereka utak-atik buku dan kurikulum sekolah. Padahal hal yang paling vital dibanding buku dan kurikulum mestinya pemerintah fokus pada perbaikan kualitas tenaga pengajar, (guru, dan kepala sekolah) Sebab dua faktor utama inilah yang mempunyai pengaruh memperbaiki kualitas pendidikan.
Melihat fakta real lapangan, banyak (Siswa/i) suka dengan mata pelajaran bukan karena buku atau kurikulumnya, namun bagaimana guru mengajar dengan baik, asik dan tidak monoton, Itu yang dibutuhkan pelajar sekarang. Makanya sekolah harusnya menghadirkan guru-guru yang menyenangkan, layak memegang mata pelajaran, jangan asal perintah orang yang tidak sesuai dengan bakat dan potensinya. Jika pelajar merasa senang saat jam pelajaran usai, maka sekolah tersebut bermasalah, begitu pula sebaliknya.
Jika seperti ini apakah masih layak dikumandangkan bahwa mengubah pola pendidikan di Indonesia agar menjadi lebih baik kita harus ubah resep kurikulum.!!! Kayaknya sih bulsit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H