Mohon tunggu...
Edo Media
Edo Media Mohon Tunggu... Jurnalis -

Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Pemalakan" Masih Terjadi di Sekolah, Mengapa Menteri Diam Saja?

12 Juli 2016   10:53 Diperbarui: 12 Juli 2016   21:19 1492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: medansatu.com/riausky

Kebijakan Presiden Joko Widodo agar tidak ada lagi sekolah membebani orang tua siswanya dengan berbagai pungutan dengan dalih apapun ternyata tidak digubris oleh para pengelola pendidikan. Masih banyak sekolah membebani siswanya dengan biaya padahal biaya sekolah termasuk pembelian buku sudah ditanggung negara melalui bantuan pendidikan atau Biaya Operasional Sekolah (BOS).

Apalagi sekolah negeri. Baik guru maupun biaya operasional sekolah sudah menjadi tanggungan APBN. Namun pada praktiknya masih banyak oknum guru yang memanfaatkan tahun ajaran baru atau kenaikan kelas untuk mendapatkan ekstra penghasilan. Di antaranya dengan mengarahkan pada siswanya untuk membeli buku dari penerbit tertentu atau menjualnya secara langsung ke siswa.

Terbukti ada satu sekolah di SMP Negeri di Pamulang, Tangerang Selatan yang 'meminta' biaya siswanya dengan dalih untuk membeli buku senilai Rp 1 juta.

Orang tua siswa dihadapkan pada persoalan dilematis. Pasalnya, ia merasa terbebani dengan harga buku-buku yang nilainya cukup berat bagi para orang tua yang penghasilannya masih terbatas.

"Memang bagi orang kaya uang satu juta rupiah tidak jadi masalah, namun bagi kami yang bekerja sebagai karyawan yang gajinya pas-pasan nilai itu dirasakan berat," paparnya.

Memang pihak sekolah punya alibi bahwa mereka tidak memaksa siswa harus membeli buku di sekolah. Namun penggiringan untuk membeli buku pada penerbit tertentu membuat siswa jadi serba salah. Jika siswa tersebut tidak membeli buku-buku yang 'direkomendasikan' pihak sekolah, maka dia akan tidak dapat mengikuti proses belajar mengajar.

"Bagaimana akan mengikuti proses belajar mengajar jika sang siswa tidak punya buku karena tak mampu membelinya," ujar orang tua siswa yang enggan namanya disebutkan.

Berdasarkan modus inilah paksaan pihak sekolah membeli buku tertentu pada penerbit tertentu bisa disebut memenuhi unsur 'memeras'.

Dalam setiap amanatnya Presiden Joko Widodo berkali-kali mengingatkan pada dunia pendidikan bahwa sekolah sebagai kepanjangan tangan negara mempunyai kewajiban mencerdaskan generasi mendatang dan tidak melakukan praktek atau perbuatan menghambat proses mencerdaskan kehidupan bangsa. Terutama biaya pendidikan yang "dipaksakan" dan didesain" hanya untuk menguntungkan pihak tertentu.

Karena anggaran APBN untuk pendidikan mendapatkan porsi cukup besar. Di antaranya digunakan untuk pengadaan buku-buku pelajaran sekolah bagi siswa di Indonesia.

Jadi tidak ada lagi cerita siswa harus membeli buku dengan harga mahal dan tidak terjangkau sehingga membuat siswa tidak mendapatkan akses pendidikan yang layak.

Menteri Pendidikan Nasional Anies Baswedan harus turun tangan. Menteri harus mengumpulkan kepala daerah agar memberi arahan kepada Dinas Pendidikan dan para kepala sekolah untuk mengawasi betul praktek-praktek pemerasan gaya baru.

Berikut modus pemerasan yang dilakukan sekolah dengan pola lembut:

  1. Memaksa siswa membeli buku tertentu pada penerbit tertentu
  2. Memaksa siswa membeli seragam sekolah yang tidak pokok (misalnya memaksa siswa membeli sepatu, kaos kaki, jaket seragam) yang dalam aturan pemerintah tidak diwajibkan harus seragam namun sesuai kemampuan orang tua siswa. Yang penting warna sepatu wajib hitam
  3. Menggelar study tour, field trip atau studi banding ke tempat-tempat wisata atau lembaga yang sebenarnya modus wisata dengan beban biaya ditanggung siswa
  4. Sumbangan sekolah untuk membeli peralatan tertentu seperti AC, papan Tulis dan sebagainya.

Biasanya beban biaya ini akan diminta menjelang tahun ajaran baru untuk siswa yang baru masuk sekolah atau kenaikan kelas untuk siswa lama dengan dalih membeli buku pelajaran.

Sejumlah orang tua mendesak pemerintah dalam hal ini Menteri Pendidikan Nasional Anies Baswedan untuk melakukan pengawasan ketat agar praktek meminta biaya yang memberatkan orang tua siswa bisa dicegah. Minimal ditiadakan agar beban orang tua tidak berat.

Jika pun harus mengadakan buku sekolah ada solusi misalnya dengan meminjam kakak kelas atau membeli dengan harga yang sudah terjangkau atau disubsidi negara. Jangan sampai buku yang dibeli kemudian hanya dibuang dan tidak bisa digunakan untuk adik-adik kelasnya.

"Kalau buku sampai Rp 1 juta untuk anak saya yang masih duduk di bangku SMP kok menurut saya kemahalan dan beban yang berat," ujar Nia, nama samaran salah satu orang tua siswa yang keberatan putranya dibebani biaya membeli buku Rp 1 juta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun