Mohon tunggu...
Edo Media
Edo Media Mohon Tunggu... Jurnalis -

Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Parkir Liar di Pamulang Resahkan Warga

29 Juli 2015   11:45 Diperbarui: 11 Agustus 2015   21:58 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aksi premanisme dan praktek pungutan parkir liar yang dilakukan sekelompok pemuda pengangguran yang dikoordinir pihak-pihak tertentu di wilayah Pamulang, Kota Tangerang Selatan sudah bertahun-tahun meresahkan warga. Mereka dengan seenaknya meminta uang pengguna motor dan mobil saat memarkirkan kendaraannya di depan sebuah warung atau kantor Cabang Pembantu Bank. Padahal properti itu bukan milik mereka dan halaman itu disediakan sebagai sarana memudahkan aktivitas warga dalam berkegiatan di warung, ruko atau kantor bank.

Namun dengan seenaknya dan merasa "penguasa" wilayah disitu, si pemuda tanggung ini memaksa pemilik kendaraan untuk membayar dia Rp 2.000 ke dia dengan dalih uang parkir. Apakah pungutan ini legal? Apa jaminan bahwa si pemuda itu punya tugas resmi sebagai pemungut parkir. Dan wilayah itu kan privasi pemilik usaha. Apakah ini tidak membuat konsumen mereka jadi kesel?

Saya pernah memberi ala kadarnya Rp 500 atau Rp 1.000 sebagai test case apa reaksi mereka. Pernah mereka tidak sopan dan terkesan arogan membuang uang itu. Aduhhhh.. Mereka beroperasi hampir disetiap sudut aktivitas warga seperti depan warung, depan ruko dan depan kantor jasa layanan seperti bank, kantor pos dan mini market. Dan ini ada di wilayah Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan.

Pungutan liar yang dilakukan pemuda pengangguran dan aksi premanisme di beberapa titik aktivitas warga ini sudah sangat menyesakkan warga yang tinggal disitu. Karena memang lingkungan tempat tinggal di wilayah Pamulang adalah rumah kita kenapa kita masih dihantui premanisme yakni pemalakan berbaju praktek parkir liar. Dan praktek ini sudah berlangsung bertahun-tahun namun terkesan aparat keamanan dan Satpol PP tidak menertibkan dan menindak mereka.

Aparat Satuan Polisi Pamong Praja seperti tidak pernah ada. Saya sering lihat aparat Satpol PP namun hanya gagah-gagahan berseragam tapi belum paham apa tugas dia. Ini tugas pemerintah Kota Tangsel. Walikota bisa perintahkan Kasatpol PP untuk menjamin dan melindungi rasa aman warga dari praktek pungutan liar semacam itu. Perintahkan anak buahnya untuk menangkap para pemuda pengangguran yang berpraktek sebagai juru parkir liar. Mengumpulkan dan membina.

Diajari bekerja yang benar. Misalkan proyek pengerjaan gorong-gorong di jalan untuk menghadapi musim hujan agar tidak banjir. Beri pekerjaan pada para pemuda itu untuk menjadi pekerja pembangunan gorong-gorong Kota Tangsel. Beri pekerjaan yang positif. Misalkan menjadi Pasukan Kebersihan Kota atau petugas pengamanan kompleks yang dikoordinir Satpol PP.

Praktek parkir liar memang membuat kesal warga. Bisa dibayangkan seorang warga baru keluar dari rumah dalam jarak dekat akan membeli barang sepele misalnya air mineral seharga Rp 2.500 di sebuah warung. Baru saja memarkirkan motor di depan warung sudah "dipalakin" oleh tukang parkir liar. Dan praktek ini terjadi di hampir seluruh sudut kegiatan warga mulai dari pasar, depan warung, jalan umum, ruko dan kantor capem Bank.

Jika dilihat dari nilai "punglinya" yang hanya Rp 2.000 mungkin dipandang uang kecil. Tapi jika kita dalam satu jam harus melakukan aktivitas yang ada disekitaran situ dan tak begitu jauh sebenarnya. Sekali parkir Rp 2.000 terasa menyesakkan. Misalkan dalam sejam kita harus beraktivitas mampir di 5 lokasi, misalkan membeli cabe di warung, foto copi, mengirim surat, membeli jajan es, yang jaraknya tak lebih dari 200-500 meter. Alamakk..Dalam sejam 5 kali parkir kali Rp 2.000 maka uang yang keluar Rp. 10.000,-. Bayangkan!! Sungguh menyebalkan.

Nilai transaksi kegiatan kita hanya sepele misalkan foto copi senilai Rp 1.000 uang parkirnya Rp 2.000, beli es Rp 5.000 uang parkirnya Rp 2.000, kirim surat ke kantor pos biaya kirim Rp 10.000 parkirnya Rp 2.000. Akhirnya jadi beban yang tidak produktif.

Jika sehari kita keluar rumah yang jaraknya hanya 300 meter dari rumah kita di jalanan Pamulang semua muncul disana sini praktek parkir liar. Betapa menyesakkan aksi premanisme kecil-kecilan ini dan sebenarnya meresahkan dan menakuti warga.

Saya pun penasaran iseng-iseng menginvestigasi mereka. Mengajak mereka ngobrol dan bertanya dalam sehari berapa pendapatan mereka. Luar biasa dalam sehari mereka bisa mengantongi uang Rp 500.000 sd Rp700.000. Bandingkan dengan karyawan sebuah kantor elit dengan gaji Rp 6.000.000 per bulan dibagi 30 hari maka penghasilan karyawan ini Rp 200.000 per hari. Gaji Rp 200 ribu per hari ini kadang masih kena biaya potong untuk transportasi ke kantor dan makan di Jalan. Sementara para "parkir liar" ini kerjaannya cuma nongkrong-nongkrong bergaya "penguasa" sudah dapat minimal Rp 500.000,-.

Tapi para pemuda pemalak parkir ini ada koordinatornya. Istilahnya bos keamanannya. Mereka harus setor ke atasan mereka jika ingin "bekerja" di wilayah yang dikuasai. Kami minta pada pemerintah daerah atau pemerintah Kota Tangsel agar sedikit berwibawa dan tegas dalam memerangi aksi premanisme dan pungutan liar yang menimbulkan keresahan warga.

Bagaimana warga menghuni di sebuah lingkungan merasa nyaman dan aman dan terbebas dari aksi-aksi pemalakan. Kenapa "uang parkir" ini saya katakan aksi pemalakan. Karena aksi mereka ilegal, tidak dibenarkan dalam aturan dan ada sedikit memaksa. Karena halaman atau wilayah tempat motor itu parkir masih dalam kepemilikan kantor atau warung yang beroperasi disana.

Saran dan usulan saya: Mohon Pemkot Tangsel membuat Papan atau Stiker Bertuliskan Parkir Gratis. Dilarang Memungut/ Memalak uang Parkir. Pasang di sejumlah sudut jalan. Kemudian petugas Satpol PP lakukan patroli rutin untuk memantau jika terlihat ada kegiatan atau aksi pungutan parkir liar, harus langsung ditindak.

Jika pungutan parkir itu dilakukan pengelola pusat perbelanjaan wajar saja, karena lahan yang digunakan untuk memarkir kendaraan kita memang lahan milik pengelola pusat perbelanjaan tersebut. Yang menjadi properti pengelola pusat perbelanjaan dan kita menggunakan lahan dia untuk menaruh kendaraan kita. Lha kalau parkir liar ini adanya di kompleks atau perumahan pemukiman kita dimana saat membeli rumah atau ruko lahan fasilitas di pemukiman tersebut menjadi fasilitas kita. Lha kenapa kemudian muncul pemuda-pemuda penggangguran itu kemudian dia seenaknya menjadi penguasa disitu. Saya tak habis pikir sama mereka.

Jika pemerintah kota dan Satpol PP tidak berani menindak tegas aksi premanisme berarti negara tidak hadir dalam mengamankan warga negaranya. Buat apa kita membayar pajak atau PBB kalau aparat negara yang makan dari gaji kita, tak berani menghadapi aksi premanisme. Tak salah jika beberapa Pemda kini melibatkan atau meminta bantuan aparat TNI dan Polri untuk mengamankan wilayahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun