[caption id="attachment_421710" align="aligncenter" width="624" caption="Presiden FIFA, Sepp Blatter (AFP PHOTO / VANDERLEI ALMEIDA)"][/caption]
Sepak bola di bawah kepemimpinan pengurus Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) identik dengan mafia, politik, dan skandal korupsi. Inilah kegagalan paling buruk dari kepemimpinan di tubuh FIFA. Sering kali FIFA ingin menjadi regulator sepak bola dunia secara clean, transparan, dan adil. Namun dalam tubuh organisasi ini belum steril betul oleh kepentingan kelompok-kelompok di dalamnya sehingga putusan FIFA sering inkonsisten.
Skandal Politik
Contoh paling nyata ketika klub AC Milan digunakan pemiliknya Silvio Berlusconi sebagai alat politik untuk memuluskannya menjadi PM Italia. Di negeri Piza itu Silvio dikenal sebagai "bos" mafia dengan sejumlah skandal besar dan belasan kali menghadapi tuduhan pengadilan. Bahkan nyaris terungkap skandal pengaturan pertandingan. Namun, kekuasaan Silvio di AC Milan tidak pernah bisa diintervensi siapa pun. Termasuk FIFA sekalipun, meski organisasi ini jelas di depan mata menyaksikan kasus demi kasus sepak bola di Italia. Justru yang jadi korban klub Juventus yang turun kasta. Karenanya sepak bola menjadi alat bargaining-nya dengan kekuatan politik di Italia.
Dalam teorinya, seorang politisi Inggris, Gordon Brown mengungkapkan hubungan antara politik dan sepak bola. Menurut Brown sepak bola identik dengan popularitas. Dan seorang politisi membutuhkan popularitas. Artinya, jika Anda mampu mengendalikan sepak bola dan menjadi sosok penting dalam sepak bola, Anda telah menjadi orang yang populer. Dengan kepopuleran tersebut, Anda bisa memenangkan apa pun dalam pertarungan politik.
Skandal Korupsi
Saat ini FIFA juga dihadapkan pada tuduhan memalukan, skandal korupsi. Skandal terparah dan terbesar dalam skandal-skandal yang terungkap di FIFA. Jaksa Agung AS Loretta Lynch sedang menyelidiki kasus ketidakjujuran pejabat FIFA, korupsi dan suap. Kasus ini telah mencemari FIFA selama lebih dari dua dekade.
Lynch berbicara dalam sebuah konferensi pers hari Rabu (27/5) di New York bersamaan dengan pengumuman dakwaan federal terhadap 14 orang dalam penyelidikan terhadap FIFA. Lynch menyebut tuduhan itu korupsi "merajalela, sistemik, dan berakar" yang "sangat merugikan banyak korban".
Dia mengatakan bahwa sejak tahun 1991, dua generasi pejabat FIFA menggunakan posisi mereka untuk meminta suap dari pemasar olahraga dengan imbalan hak komersial untuk turnamen sepak bola.
Dakwaan AS itu mencakup 47 tuduhan terhadap 14 pejabat dan mantan pejabat tinggi FIFA yang menutup-nutupi tindakan pemerasan, penipuan transaksi dan pencucian uang dalam sebuah skema di mana eksekutif media olahraga membayar atau setuju membayar jutaan dolar guna memperoleh hak-hak pemasaran di turnamen-turnamen sepak bola itu.
Menurut Jaksa Agung Amerika, korupsi dan suap tidak hanya di bidang pemasaran olahraga, tapi meluas ke pemilihan presiden FIFA 2011, dan ke perjanjian terkait sponsor tim nasional sepak bola Brazil oleh perusahaan pakaian olahraga AS.
Organisasi sepak bola dunia ini ternyata tidak konsisten dan tidak memahami antara dunia sepak bola, mafia dan politik. Dalam statuta pasal 13 dan 17 FIFA melarang pemerintah melakukan intervensi federasi sepak bola negaranya. Namun anehnya, tidak ada aturan dari FIFA yang melarang politik masuk dan mengintervensi manajemen dan organisasi sepak bola.