Mohon tunggu...
Edo Media
Edo Media Mohon Tunggu... Jurnalis -

Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Para Ibu Nge Gosip Politik

8 April 2014   18:11 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:55 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penulis tidak ingin membahas modus operandinya. Namun yang ingin penulis sampaikan di artikel ini adalah himbauan penulis kepada pihak Kejaksaan Agung, Kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisa Keuangan (PPATK) untuk bahu membahu dan berperan aktif "menjaga" integritas, independensi dan kejujuran penyelenggara Pemilu.

Caranya, audit semua pergerakan dan nilai kewajaran gaya hidup para penyelenggara pemilu. Yang perlu diawasi adalah pergerakan atau perubahan harta kekayaan penyelenggara pemilu. Kemudian aktivitas. Misalnya seorang penyelenggara pemilu dengan pendapatan atau gaji sekian tiba-tiba dia bisa memenuhi kebutuhan operasional hidupnya di luar batas kewajaran.

Untuk Kejaksaan Agung dan Kepolisian saya menyarankan agar menyebar intelijen di level tim sukses caleg dan masuk ke dalam timses, sehingga bisa diperoleh informasi bagaimana cara mereka bermain, merekayasa suara. Karena pelaku kecurangan pemilu, saya sangat yakin bukan pada calegnya tapi tim suksesnya. Karena caleg hanya memiliki pengetahuan "memesan" dan biaya pesan. Namun yang menjalankan pesanan para caleg adalah tim suksesnya.

Yang mengotak atik agar si caleg itu lolos mendapatkan jatah kursi adalah timses. Yang bergerilya dan sangat dekat hubungan kolega dengan sejumlah "orang dalam" di kepanitiaan penyelenggara Pemilu, adalah tim sukses.

Darisanalah, modus dan kecurangan pemilu bisa dirunut. jadi pandangan bahwa caleg akan melakukan serangan fajar sebagaimana ditunggu para ibu-ibu diatas tadi tidak sepenuhnya terjadi. Karena pola dan cara serangan fajar sudah dianggap tidak efektif dan banyak yang bocor anggaran. Para caleg saat ini lebih pintar bermain dengan merapatkan barisan bersama "orang dalam".

Semoga saja modus dan pola seperti ini tidak benar terjadi. Sehingga kita akan mendapatkan para wakil rakyat yang bersikap jujur. Hanya sayangnya, sebagaimana dikeluhkan para ibu-ibu tadi "SAYA TIDAK KENAL SAMA MEREKA, SAYA TIDAK TAHU SIAPA YANG SAYA COBLOS, KETEMU SAJA ATAU LIHAT MUKANYA SAJA, SAYA BELUM PERNAH."

Ini adalah fakta bahwa demokrasi liberal dan kapitalis (baca:uang) yang diterapkan di Indonesia memang belum sepenuhnya cocok buat budaya bangsa Indonesia. Sejarah mencatat, bangsa Indonesia dilahirkan oleh sosok pemimpin yang tegas, amanah dan dicintai rakyatnya seperti Bung Karno, Bung Hatta, Haji Agus Salim, Wahid Hasyim. Mereka sangat interaktif dan komunikatif pada rakyatnya. Berbeda dengan caleg jaman sekarang ketemu orang saja susahnya minta ampun. Masih mending kepala desa banyak dikenal warganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun