Dalam momentum bertemu warga, dengan bangganya Airin mengklaim sebagai kepala daerah yang mampu mempersembahkan sekolah gratis dari mulai tingkat SD sampai SMP.
Namun prakteknya tidak demikian. Banyak sekolah negeri di Tangsel khususnya di Ciputat dan Pamulang yang melakukan praktek pungli berbungkus sumbangan terselubung.
Biasanya oknum guru disekolah sering meminta siswanya membeli buku pelajaran yang telah disediakan oleh penjual tertentu. Dimana buku tersebut tidak dijual dipasaran bebas.
Modus sumbangan atau pungutan lainnya, guru sekolah biasanya meminta siswa membayar biaya wisata, mengunjungi tempat tertentu sebagai bagian dari pelajaran yang biayanya ditanggung sendiri oleh siswanya. Terkadang juga ada beberapa guru yang tanpa sungkan meminta uang THR jika mendekati Lebaran.
Kita berharap praktek seperti ini tidak ada lagi. Tugas pemimpin daerah merubah mental aparat birokrasinya untuk mengabdi kepada masyarakat bukan mental untuk membisniskan jabatannya dan pelayanannya dengan meminta imbalan kepada warga. Merubah mental birokrasi dengan cara revolusi.
Sebagaimana pernyataan Sintia Aulia Rahmah, juru bicara koalisi mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Ciputat yang saya kutip dari sejumlah media online Minggu 19 Oktober 2014.
"Airin kami nilai gagal dalam membangun Tangsel, kinerjanya selama ini banyak dibantu oleh swasta, pemerintahan kota sendiri nyaris kehilangan peran karena pasif".....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H