Mohon tunggu...
Edo Media
Edo Media Mohon Tunggu... Jurnalis -

Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Media Penyiaran Disalahgunakan Untuk Kepentingan Politik

7 Februari 2015   20:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:38 828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak awal sejumlah aktivis penyiaran memang terus menggaungkan dan melawan praktek monopoli dan penguasaan kepemilikan media penyiaran oleh sekelompok orang berdana besar. Namun hingga detik ini perjuangan tersebut belum membuahkan perubahan. Karena mereka melawan kekuatan ekonomi yang besar.

Pemilik media yang sudah terjun ke politik sulit untuk menjamin media penyiaran tersebut akan menjalankan praktek jurnalisme yang obyektif. Ketika kepemilikan media penyiaran sudah berafiliasi dengan kekuatan politik tertentu, sulit untuk melindungi publik pemirsa dari opini yang independen dan obyektif. Justru opini yang ditampilkan media penyiaran itu jelas akan berpihak kepada sang pemiliknya.

Informasi dan opini obyektif yang menjadi suara rakyat dan akan disampaikan ke publik harus melalui sensor. Sang pemilik akan menempatkan kaki tangannya di jajaran pimpinan program dan redaksi untuk memudahkan melakukan intervensi. Bahkan ada kewajiban dari para awak media untuk membuat berita atau membangun opini tertentu yang menguntungkan sang pemilik. Dan tugas ini biasanya sudah intervensi dan perintah yang tidak bisa dibantah karyawan media penyiaran.

Ketika media penyiaran konglomerat dengan jaringan kepemilikan yang besar selalu beralasan faktor bisnis yang membuat mereka harus serakah mengambil semua hak frekuensi milik publik yang seharusnya juga bisa dimiliki pihak lain. Mereka beranggapan bisnis penyiaran itu mahal dan tidak semua orang daerah akan mampu.

Sehingga dengan kekuatan uang, hanya sekelompok orang yang kini menguasai penyiaran di Indonesia. Padahal frekuensi itu adalah aset milik negara tidak bisa dikuasai hanya oleh segelintir orang. Frekuensi adalah aset milik rakyat yang harus dilindungi penggunaannya. Agar jangan sampai disalahgunakan.

Frekuensi boleh dimanfaatkan untuk menyiarkan televisi tapi dengan catatan siarannya untuk kepentingan mencerdaskan dan menambah wawasan publik, bukan menarik publik pada kepentingan opini tertentu.

Karena media televisi itu bersiaran dengan pola meminjam frekuensi negara dan tiap tahun mereka harus membayar biaya sewanya atau restribusi frekuensi. Intinya frekuensi bukan milik lembaga penyiaran tersebut, tapi tetap milik negara. Media penyiaran hanya meminjam milik negara.

Artinya, negara bisa mencabut pinjaman itu sewaktu-waktu jika dirasakan media penyiaran itu sudah keluar dari koridor melindungi kepentingan publik pemirsa dari dampak negatif siaran televisi dan kepentingan individu sang pemilik media penyiaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun