Mohon tunggu...
Edid Teresa
Edid Teresa Mohon Tunggu... Guru - Gak Ket Hai Gaku

Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

"Tiba Meka", Wajah Liyan dalam Kearifan Lokal Manggarai

11 Desember 2019   21:48 Diperbarui: 16 Desember 2019   14:52 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompas.com/Barry Kusuma

Liyan yang hadir dalam diri meka, bagi orang Manggarai bukanlah orang asing. Ia bukanlah orang yang tidak dikenal. Ia juga tidak pantas untuk dijauhi. Sebaliknya. Ia adalah saudaraku.

Meskipun ia adalah Yang Lain namun sudah menjadi tanggungjawabku (baca: tuan rumah) yang menerimanya untuk melindungi dan menjaganya. Perlindungan dan penjagaan itu mencakup segala rasa aman yang wajib dan pantas dialami oleh meka.

Meka, ketika mengikuti uraian di atas mengingatkan saya akan apa yang dikatakan oleh Levinas tentang Yang Lain.

Bagi Levinas, Yang Lain itu bukan alter ego, sebagaimana sering dikatakan di masa lampau, bukan aku yang lain. Saya tidak dapat mendekati dia dengan bertitik tolak dari "aku". Dia lain sama sekali. Orang Lain adalah si pendatang, Orang Asing (Bertens 2001: 321).

Pertanyaannya ialah bagaimana caranya agar Yang Lain itu dapat dikenal?

Bagi Levinas, Yang Lain itu dikenal melalui "wajah". Wajah dalam hal ini tidak hendak menunjuk pada hal fisis atau empiris. Artinya ialah sebuah keseluruhan yang terdiri dari bibir, hidung, mata, pipi, dagu, dan seterusnya. Tetapi "wajah" yang dimaksudkan oleh Levinas ialah "orang lain sebagai lain, orang lain menurut keberlainannya (Bertens 2001: 320).

Cinta: Dasar dalam Tiba Meka

Tiba meka (menerima tamu) sebagaimana yang dilakukan oleh orang Manggarai ketika didatangi oleh meka (orang asing) tidak mungkin terjadi tanpa cinta.

Cinta itulah yang menjadi motor penggerak serta dasar mengapa orang Manggarai begitu ramah dan penuh semangat ketika didatangi oleh meka lako (orang asing yang sedang dalam perjalanan).

Dalam konsep cinta yang menjadi dasar penerimaan meka itu, maka amatlah penting untuk mencermati apa yang diartikulasikan oleh Armada Riyanto berikut:

"Di dalam cinta, liyan bukanlah eksistensi lain yang kehadirannya mengganggu. Liyan menjadi pengenalan dan pengetahuan baru. Liyan tidak berada di luar ruang hidup-ku, melainkan di dalamnya. Atau, liyan adalah ruang itu sendiri, dimana aku menyeberangkan diri terus menerus (Armada Riyanto 2011: 181)."

Cinta yang menjadi spirit dalam menerima Yang Lain sebagaimana yang diutarakan oleh Armada Riyanto di atas, menjadi nilai yang saya temukan dalam kebiasaan tiba meka orang Manggarai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun