Mohon tunggu...
editan to
editan to Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mengelola Usaha Percetakan

memperluas cakrawala

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kisah Lama AHY, Kena 'Prank' Cawapres

25 Juni 2022   08:01 Diperbarui: 25 Juni 2022   20:04 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal itu sebagai akumulasi kekecewaan Partai Demokrat terkait pilihan cawapres. "Kami menolak kedatangannya (Prabowo) ke Kuningan (kediaman SBY)," kata Andi Arief, saat itu.

Seiring dengan itu, merebak kabar tak sedap di luar arena bahwa Sandiaga Uno telah menggelontorkan duit masing Rp 500 miliar untuk PKS dan PAN. Prabowo kemudian mengumumkan cawapres Sandiaga Uno pada Kamis (9/8/2018) pukul 23.30 WIB, sebelum penutupan KPU besoknya.

Tidak ada Demokrat dalam pengumuman itu. Hadir hanya pimpinan PKS dan Amien Rais disertai elite PAN. Demikian pula Itjima Ulama harus menelan pahit tidak bisa  mengusung wakilnya. Kalangan Itjima Ulama dan Demokrat menyindir Prabowo terlalu pede alias percaya diri untuk nyapres hanya karena faktor pragmatisme.

Itu pula, mungkin, yang membuat pertemuan Prabowo dan AHY, Jumat malam kemarin belum membuahkan suatu benang merah kesepakatan berkoalisi ke depan. Bahkan, seolah Prabowo hendak mengatakan bahwa koalisi dengan Partai Demokrat jika terjadi kemungkinan di detik-detik akhir.

Ini merupakan konseukensi dari sistem multi partai politik di Indonesia. Beda dengan di Amerika Serikat yang mengenal dua partai atau di era Orde Baru yang sebenarnya hanya mengenal Partai Golkar sedangkan PPP dan PDI saat itu sekadar pemanis.

Selain multi partai juga sistem presidential threshold yang mematok angka 20 persen suara pemilu. Di mana hanya PDIP yang mampu mencapai ambang batas. Akibatnya, partai lain harus berakrobat untuk mendapat sekutu.

Namun dalam politik juga bisa meminjam perkataan Tuhan, tidak ada yang tak mustahil. Itu sebabnya segala peluang bisa terjadi. Atau meminjam istilah dalam politik tidak ada musuh yang abadi tetapi kepentingan yang terjadi maka kekecewaan AHY batal nyawapres pada 2019, siapa tahu 2024 kesempatan itu terbuka.

Jika pada 2019 seolah kena prank, maka 2024 optimisme harapan terbuka lebar. Mungkin, bukan dengan Prabowo, wacana disandingkan dengan Anies Baswedan tetap terbuka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun