Mohon tunggu...
editan to
editan to Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mengelola Usaha Percetakan

memperluas cakrawala

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

JK Sindir Jokowi, SBY Coba Bijak

14 Februari 2021   18:36 Diperbarui: 14 Februari 2021   18:45 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joko Widodo dan SBY (Foto: Biro Pers Setpres)

Tak berlebihan bila ada yang menilai JK tengah membuat panggung untuk dirinya. Pernyataan JK seolah hendak mengatakan bahwa pemerintah saat ini otoriter. Warga yang menyampaikan kritik pasti akan berurusan dengan penegak hukum.

Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun ikut buka suara. Melalui cuitannya di Twitter, SBY memberi nasihat bahwa kritik ibarat obat dan jangan terlena dengan rasa manis gula semata.

Kenapa JK dan SBY menjadi reaktif. Sedangkan yang disampaikan Jokowi sebenarnya hanya normatif belaka. Mereka seolah ragu dengan niat Jokowi dalam membuka kran kritik seluas-luasnya. Jokowi mungkin dinilai setengah hati untuk menerima masukan dari pihak yang tak bersekutu dengannya.

Terasa aneh jika JK yang semula sekoci dengan Jokowi, kemudian memiliki pendapat yang justru bernada sinis. Ataukah JK sependapat dengan oposan bahwa yang dipenjara sekarang adalah para pengkritik pemerintah? Apakah sependapat jika para penghujat dan pencaci maki dibiarkan saja bertebaran di media sosial.

Ambil contoh, misalnya penangkapan dan penahanan deklarator KAMI Jumhur Hidayat yang bermula dari cuitan di akun Twitter, @jumhurhidayat. Ia mengunggah kalimat 'Buruh bersatu tolak Omnibus Law yang akan jadikan Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah', pada 25 Agustus 2020, pukul 13.15 WIB.  

Pada 7 Oktober 2020, pukul 08.17 WIB. Jumhur juga mencuit: 'UU ini memang untuk primitive investor dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini'. Ia menyertakan tautan berita sebuah media daring berjudul '35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja'.

Mantan kepala BNP2TKI di era Presiden SBY itu kemudian didakwa menyebarkan berita bohong terkait omnibus law UU Cipta Kerja. Ia didakwa dengan Pasal 14 ayat 1 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Pasal 14. (1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.

Mari kita renungkan.  Apakah cuitan itu tepat dipidanakan?

Lebih bijak seperti  yang disampaikan SBY: "Kritik itu laksana obat & yang dikritik bisa 'sakit'. Namun, kalau kritiknya benar & bahasanya tidak kasar, bisa mencegah kesalahan". Artinya kritik didasari oleh data dan fakta yang benar dan disampaikan secara tepat.

Panggung 2024 masih jauh. Apakah kompor sudah harus mulai dinyalakan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun